Skip to main content

Watch Your Mouth! Antara Backpacker dan Traveller


Aku berjalan ke sana-kemari dengan tujuan yang hanya bisa difahami oleh laptopku. Bertemu orang-orang yang menyamakan aku dengan seluruh orang yang pernah di temuinya. Melakukan perjalanan jauh, dari satu ke kota, maka kau tidak akan asing dengan beberapa orang yang sok tahu, sok bahwa kau bukanlah apa-apa dibandingkan dia. Seluruh apa yang kau lakukan, mungkin akan membuatnya kagum, namun itu sebentar saja, karena yang dikaguminya adalah dirinya sendiri.

Namun dari kesemuanya, yang dengan serius harus kutanggapi adalah tentang pikiran mereka mengenai backpacker. Sebelum membaca, perlu kau tahu bahwa inilah definisiku. Bukan definisimu, definisi mereka, ataupun definisi kamus yang perkasa. Mengapa pikiran mereka tentang backpacker begitu menggangguku? Karena aku berbeda, setiap orang yang melakukan perjalanan itu berbeda. Jadi jangan menyamakan aku dengan orang lain, atau orang lain denganku. Karena orang lain yang benar-benar melakukan perjalanannya tidak akan mau di samakan denganku.

Ini tentang definisi. Kau mestinya sangat sering mendengar seseorang berseru aku ini backpacker, sudah pernah mengunjungi ini itu, di sini di situ. Aku terganggu sebenarnya jika ada seseorang mengaku seorang backpacker di hadapanku, dan tidak ambil pusing jika ada seorang menamakan dirinya traveller.

Mengapa backpacker, mengapa traveller? Aku mengartikan backpack itu sebagai sesuatu yang antik, berbeda dengan travel. Seorang backpacker akan hidup dari apapun yang ada di punggungnya, di dalam tasnya. Mengambil makan dari sana, mencari hidup dari sana. Seorang backpacker mengincar destinasi-destinasi yang tidak pernah kau fikirkan, yang asyik menurut dia sendiri, yang tidak semua orang merasa harus ke sana. Backpacker melakukan perjalanan untuk tujuan yang sederhana, yaitu melakukan perjalanan. Inti yang selalu ada di kepalaku adalah, ini adalah tentang perjalanan, bukan tentang tempat tujuan. Tempat yang eksotis merupakan nilai plus atas keberuntungan kita.

Salah satu kriteria perjalananku adalah begini. Dalam perjalananku, sering orang bertanya : pernahkan anda ke tempat ini, ke tempat itu? Dan tempat yang ditujukan pastinya adalah tempat wisata. Betapapun cantiknya tempat wisata, aku yakin di sana banyak sekali kebohongan. Karena di dunia ini penuh dengan orang-orang egois yang tidak bisa membiarkan orang lain menikmati kehidupan ini dengan gratis. Anda tahu saya? Saya adalah backpacker yang tidak ingin mengunjungi tempat wisata, mengapa begitu? karena aku hidup dari perjalananku, dan aku hidup untuk perjalananku. Aku tidak mengurusi tempat wisata.

Di tempat wisata, orang-orang tersenyum manis sambil menawarkan marchendise seharga 1.000 menjadi 15.000. Ini bukan perdagangan, ini penipuan. Kau tidak suka dengan yang ada dalam pikiranku? sinislah. Orang-orang di tempat wisata, menawarkan perahu seharga ratusan ribu kepada orang asing. Semakin asing orang itu, maka harga akan semakin mahal. Kejadian ini persis penipuan yang dilakukan oleh supir-supir angkot dan becak di pelabuhan dan terminal. Orang asing selalu bisa di tipu dengan mudah. Betapa banyak keluh kesah yang timbul ketika kita kembali ke kota asal dan mengetahui harga sebenarnya.

Aku membenci tempat wisata di tempatmu berada. Aku pernah hidup di rawa-rawa, aku pernah hidup di pegunungan, aku pernah hidup di lembah, aku pernah hidup di pesisir pantai, aku pernah hidup di perkotaan, aku pernah hidup sepanjang malam, aku juga pernah hidup sepanjang siang. Lalu apa lagi yang ku cari kalau tidak kedamaian? Sedangkan kau dengan pongah dan bangga menawarkan tempat wisata kepadaku, bukan menawarkan kedamaian.

Seorang backpacker, berbeda dengan seorang traveller. Kau pernah mendengar ada Agen Backpacker? Tidak. Yang ada di kotamu adalah Travel Agen. Karena yang menyukai tempat yang disukai pebisnis adalah seorang traveller.

Jika anda seorang pegawai kantor, entah swasta atau negeri, lalu mengumpulkan uangmu dari tabungan dan membawanya untuk menikmati pulau sempu, eksotisme gunung semeru, atau menariknya suku Baduy, maka aku akan menyebutmu sebagai traveller. Sesimpel itu sebenarnya. Jika anda memiliki uang tiga juta lalu anda terbang ke Singapura, menjelajahi negeri itu dan ke negeri-negeri di sebelahnya, maka aku menyebut anda sebagai traveller meskipun anda berhemat-hemat dan tidur di hostel kelas backpacker. Jika anda datang ke rumah saudara atau sahabatmu di Sulawesi, lalu mereka mengajakmu keliling toraja, bantimurung, dan tanjung bira, maka aku menyebutmu traveller. Kecuali anda membawa uang satu juta, lalu anda datang ketempat-tempat wisata, dan saat uangmu habis tapi pantang bagimu mengambil di ATM dan memilih bekerja demi uang untuk pulang, maka aku acungkan jempol kepadamu, lalu aku akan menyebutmu backpacker.

Backpacker hidup dari tempat yang ia pijak. Ia hidup tidak jauh dari ranselnya. Jika anda hidup dari ATM atau bos tempatmu bekerja, silahkan sebut dirimu sebagai traveller. Aku tidak ada masalah dengan itu.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.