Skip to main content

Note to God

Tuhan, aku tidak bisa berkata apa-apa. Tanganku tercekat, karena semua yang akan aku tuliskan pasti engkau mengetahuinya. Aku selalu mengulang-ulang bahwa aku mempercayai adanya engkau di seluruh tempat yang aku kunjungi. Aku sungguh yakin, bahwa engkau yang menolongku dalam segala situasi –meskipun kadang aku pura-pura tidak tahu bahwa engkau mengawasiku. Bukan kadang, bahkan ini sering. Semenjak aku mengenalmu sungguh-sungguh dan mampu merasakan kehadiranmu beberapa tahun yang lalu, aku menjadi semakin yakin bahwa engkau ada di setiap nafasku.

Tapi tuhan, semenjak itu juga aku mengenal beberapa bentuk hal baru yang menjauhkanku darimu, suatu bentuk dosa lama yang baru kukenal, yang lalu membuatku terpuruk dalam kegilaan. Engkau tahu tuhan, kalau aku terus memikirkan bagaimana aku bisa terjebak dalam kesalahan itu, ingin keluar tapi tidak bisa, ingin menjauh tapi tidak bisa? Engkau tahu tuhan, kadang aku berdoa kepadamu, berharap kau akan merubah jalan hidupku sedrastis mungkin, meunjukkan kepadaku suatu jalan mendekatimu semenikung mungkin. Kau pasti tahu bahwa aku ikhlas menerimanya, duduk bersimpuh sepanjang waktu untuk mengingat namamu.

Tapi aku di sini tuhan, untuk beberapa alasan aku menjadi tidak patuh kepadamu. Alasan yang sebenarnya tidak penting untuk sesuatu sebesar Islam. Islam, aku selalu percaya kepadanya, ia agama yang tidak ada yang lebih tinggi darinya. Engkau menitahkanku untuk mengikutinya hingga akhir hayatku, dan aku sungguh berjanji, aku sungguh berjanji akan mengikutinya hingga akhir hayatku. Bahkan ketika aku dalam kubangan dosa sekalipun, ketika dalam kondisi paling berdosa sekalipun, pada waktu itu aku memegang keyakinan dalam hatiku; engkau tuhanku satu-satunya tuhan.

Nafasku yang ini ini juga yang selalu mengingatkanku padamu. Juga perjalanan yang kau berikan, aku mensyukurinya hingga kau berikanku hidup di jalanan nusantara; aku menangis bangga. Engkau cahayaku yang sesungguhnya, yang selalu kujaga dalam hatiku meskipun aku adalah sampah dalam islam. Tapi engkau tahu tuhan, bahwa manusia sepertiku ini selalu banyak dan menyusahkan. Manusia yang percaya bahwa ada yang mengawasinya tiap detik, tapi tidak takut bahwa yang mengawasinya akan marah kepadanya. Jika engkau manusia sepertiku, tuhan, kau pasti sudah memecatku menjadi bawahaanmu. Jika engkau adalah makhluk, tentu kau akan menyemburkan murka apimu kepadaku.

Tapi engkaulah tuhan itu, tuhan yang sesungguhnya. Tuhan yang menyempurnakan jasadku, membangun pikiranku, dan menjadikanku percaya kepada islam. Tuhan yang tidak mudah marah kepada makhluknya, tuhan yang menunggu waktu yang tepat, tuhan yang mudah memaafkan bahkan kepada manusia jalang macam aku.

Akhir-akhir ini aku begitu memuja perjalanan. Perjalanan yang membesarkanku, dan meskipun sadar kau ada di baliknya, aku tidak mengakui. Sekarang, aku tidak sedang sekarat, aku tidak sedang kelaparan, aku tidak sedang di rundung masalah, aku dalam kondisi baik-baik saja. Lalu aku ingin mengunjungimu sebagaimana tahun-tahun lalu. Betapa sekarang, hatiku tengah terkoyak kekosongan. Ada beberapa pertanyaan yang tidak pernah terjawab tentang perjalananku.

Jauh di sana tuhan, ada satu pertanyaan penting. Ah, sebenarnya aku sudah tahu jawabannya. Aku hanya pura-pura bodoh. Ini semua tentang diriku sendiri kan, tuhan? Tapi aku tetap ingin bertanya meskipun aku mampu menebaknya, mengapa kau kirimkan kepadaku perjalanan yang indah ini, sedangkan aku sendirian menikmatinya? Ini membuatku terluka tuhan, aku suka perjalanannya, cuma aku tidak suka kesendiriannya. Jika dalam keadaan sedih, mungkin aku patut sendirian, duduk di sudut paling sepi. Tapi ini bukan tentang kesedihan tuhan, aku ingin kau berikan satu saja kepadaku; tentang hal itu, tuhan. Tentang seseorang yang mungkin menjadi temanku; sahabatku.

Kutahu kau tidak pernah bosan mendengar keluh kesah hambamu. Aku juga tidak pernah bosan untuk datang kepadamu ketika aku ketakutan. Seperti malam ini, tuhan. Aku takut akan segala sesuatu. Hujan sedang turun, petir menyambar, guntur membahana, dan perjalananku masihlah jauh. Tolong selamatkanlah aku dari semua kekalutan.

Kemarin, kau tahu aku sedang  dalam masalah yang besar. Seseorang dengan sekuat tenaga memukul kepalaku. Mataku membayang-bayang, aku ketakutan jika mataku akan kabur karena pukulan itu. Aku tidak ingin mengakui bahwa dalam kejadian itu aku sedang salah; tapi aku memang salah. Tuhan, kau sudah menghukumku dengan pukulan dan ketakutan tersebut. Jadi cukupkanlah hal itu. Aku juga ingin berterimakasih kepadamu atas peristiwa itu, aku bisa belajar bagaimana hatiku bekerja ketika dalam keadaan marah. Terimakasih tuhan.

Sekarang aku sedang dalam masa yang lapang. Tidak ada yang menjadi permasalahan serius. Hapeku yang sedang rusak mungkin adalah masalah satu-satunya, namun itu tidaklah penting lagi. Aku bisa memperbaikinya atau beli yang baru. Terimakasih atas segala jalan keluar yang kau beri. Tuhan, apakah aku terlihat bodoh dengan menulis ini padahal kau sudah tahu semuanya? Apakah aku sedang bersandiwara?

Oya tuhan, maafkan aku jika banyak berprasangka terhadap kelompok-kelompok islam yang lain. Aku sepertinya sadar kelompok mana yang benar dan yang akan kuikuti sebagai jalan islamku. Kubisa menunjuknya untukmu tuhan, yang berlambang seperti bulan sabit itu. Aku akan mengikutinya suatu saat nanti, namun masih dengan keyakinanku yang sekarang akan segala sesuatu yang syar’I dan ruhani. Aku akan memegang keyakinan lamaku ini dan mengambil yang baru; sebagai pencerah jalan pikirku. Terimakasih telah mengirimkannya keapdaku, meskipun dengan jalan yang aneh dan tidak disengaja. Bahkan aku terlihat seperti pengkhianat.

Ketika melihat diriku di cermin, aku memanglah pecundang yang sok gagah di depan orang lain. Ah tuhan, aku memohon kepadamu atas segala sesuatu sedangkan aku tidak bisa menaatimu sebagaimana orang-orang di masjid itu. Aku hentikan saja ocehanku ini sebelum menjadi banyak omong kosong. Aku hanya percaya bahwa engkau ada dan mengawasiku.

Comments

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.