Bagiku, menikah adalah hal yang biasa. Sehingga kumaklumi keputusanku yang enggan menyebar undangan, bahkan untuk orang yang paling dekat denganku sekalipun. Banyak orang yang akhirnya bertanya-tanya, curiga, penasaran, dan beberapa dari teman dekat ini marah lalu enggan menyapaku lagi. Tampaknya, diantara teman-teman menganggap bahwa undangan adalah sebentuk pengakuan pertemanan sehingga tidak adanya undangan dianggap sebagai pemutusan hubungan silaturahim. Aku menghargai keyakinan-keyakinan macam itu, meskipun aku tidak ingin mengakuinya. Sejak remaja aku memahami bahwa suatu saat aku akan menikah, dan aku juga memahami bahwa aku pernah dilahirkan, suatu saat akan beranak pinak, menjadi tua, lalu mati dan hilang tak berbekas. Aku akan menjadi debu, beberapa masih mengingatku dan banyak manusia yang lupa bahwa aku pernah ada. Hal itu sama dengan menikah. Minggu lalu aku telah menikah, lalu sekarang beranda Facebookku telah berganti dengan puisi lain dan atau foto narsis yang
Avonturir | Reader | Writer