Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012

Sebuah Langkah

"Ini adalah catatan untuk menyemangati diri saya sendiri, bukan berniat mendramatisir kehidupan"   Setelah menulis status seperti “centini, 19.25 bulan jatuh, aku lelah, bermimpi” seperti menyadarkanku akan banyak hal. Saya benar-benar lelah berkeliling dan ingin segera menatap kedepan, tapi aku malah memperoleh bayangan kabur. Aku menjadi tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya di rumah, paspor untuk berangkat ke luar negeri sudah ditangan, dan saya tersandung batu lagi, ah, bukan tersandung, batunya sedemikian besar, ini terhalang –dan saya lelah untuk mengitarinya. Saya ingat sebuah film, Africa United : “Sebagai seorang manajer, Dudu akhirnya mengantarkan timnya (lima anak berusia sekitar 12-tahun) menuju Piala Dunia di Afrika Selatan. Ia menempuh perjalanan sejauh 3.000 mil dari Zimbabwe menuju Stadion Nasional di Afrika Selatan. Perjalanan yang tidak mungkin dilakukan tanpa mimpi besar” Lama saya berfikir, mengapa mereka akhirnya sampai ke Afrika S

Mengapa Perempuan Cerewet?

Mencintai itu semakin rumit, apalagi zaman sekarang antara pacaran dan cinta tidak bisa dibedakan. Cinta dipaksakan sebagai sebuah ungkapan yang kosong. Dan bukan sebuah kebetulan jika tersangka dari semua kebohongan cinta adalah laki-laki. Diakui ataupun tidak, laki-laki lebih mudah jatuh cinta dibandingkan perempuan, dan pada saat bersamaan, laki-laki lebih sulit menjalin komitmen jangka panjang (pernikahan) dari pada perempuan. Lihat betapa lemahnya cinta yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Perempuan dan laki-laki, sering kita menyebutnya sebagai lawan jenis . Penyebutan ini bukan sembarangan, karena memang sifat antara laki-laki dan perempuan berlawanan sudah sejak mereka diciptakan. Ambil contoh yang paling mudah, perempuan konon disebut sebagai “makhluk yang cerewet”. Jika ada kata “cerewet” maka pasti dihubungkan dengan perempuan. Kalau ada laki-laki cerewet, maka kita akan menyebutnya sebagai lambe wedhok (mulut perempuan). Mengapa terjadi demikian? Kita bisa melihat

Paradox Kesuksesan

Melihat teman-teman dekat yang sudah menikah, kadang menimbulkan dendam yang teramat sangat. Begitu juga melihat teman dekat yang sudah menjadi ini itu, berpenghasilan segini segitu. Ini intoleransi dalam kehidupan sosial. Kita seperti berlomba-lomba “menjadi sukses”. Profil-profil dalam facebook menjadi salah satu acuan mengapa saya sebut “kita ingin menjadi manusia yang paling sukses”. Seluruh pangkat yang pernah di dapat ditulis rapat-rapat dalam media sosial, menjadi tontonan, dan berharap bahwa orang-orang akan memandang kita sebagai orang yang sukses. Inilah pamer kesuksesan. Berkali-kali mendengar kata sukses, saya semakin gamang untuk menjawab apakah kesuksesan itu. Apakah ia harta berlimpah yang bisa membeli apapun yang dikehendaki? Ataukah ia prestasi mencengangkan yang tidak sebarang orang pernah mendapatkannya? Apakah ia seperti mendapatkan beasiswa untuk jenjang kuliah yang lebih tinggi? Ataukah sukses itu mendapatkan istri/suami yang shalih-shalihah? Atau yang le

Aku

Pada akhirnya aku merasa tidak wajib memberikan ceramah-ceramah kuno kepadamu. Masa-masa itu telah berlalu dan sekarang akulah yang membutuhkan motivasi baru darimu. Mungkin aku pernah menjadi seorang yang kuat, percaya diri, pengejar mimpi, dan biasanya mampu mempengaruhi orang lain untuk percaya bahwa ada kehidupan yang lebih baik setelah ini. Tapi ternyata ujian terhadapku lebih hebat lagi. Aku ternyata hanya bicara tanpa mampu menjadikan hidupku lebih baik. Aku mungkin terlalu optimis –jika bisa dikatakan begitu. Aku masih saja pergi ke sana kemari tanpa tujuan yang pasti, ini menjadi jelas jika aku menyelami lagi apa yag pernah kulakukan, berjalan-jalan dari kota-ke kota, begitu menyenangkannya, tapi apakah itu mempunyai arti penting yang sangat penting dalam kehidupanku? Kujawab “Iya” tapi sampai sekarang aku tidak melihat manfaat yang begitu besar dalam merubah diriku. Aku hanya seorang pelancong, tidak lebih dari itu. Kau telah tumbuh menjadi sesuatu, kau lebih berman

Putus Asa

Pada waktu tertentu, tulisanku yang layak dikonsumsi publik aku share dicatatan facebook. Awalnya tidak ada niatan apa-apa, hanya ingin memperlihatkan pemikiranku tentang suatu hal yang menurutku harus diketahui oleh orang-orang. Ketika “like” berdatangan hingga ratusan dan komentar yang berisi pujian dan tanggapan membanjir, aku menghapus catatan itu seketika. Ada perasaan bahagia sebenarnya, tapi aku menjadi takut, ada apa sesungguhnya dengan hatiku? Penghapusan catatan itu tak terelakkan. Ia sudah terjadi dan hanya menyisakan sedikit rasa khawatir dan gembira atas apa yang telah kulakukan. Namun hingga sekarang, aku masih tidak tahu mengapa aku menghapus catatan tersebut. Jika aku berfikir lebih menyelam ke lubuk hatiku, ada ketakutan bahwa aku akan menjadi sombong. Tapi kadang-kadang kutepis pikiran itu, lalu mencoba membuat catatan lagi, dan kebingungan lagi. Sekarang jika aku mengaku, baik dalam perkataan atau dalam tulisan, bahwa aku menulis untuk mengungkapkan isi

Kau dan Kepergianku

“Aku baru ingat bahwa malam lalu aku memimpikanmu. Disana aku berdiri sendiri memandang sesuatu yang jauh, tiba-tiba kau ada disampingku dan melingkarkan tanganmu tepat dipundakku. Saat ku menoleh, kau hanya tersenyum kemudian berlalu. Kau pergi begitu saja setelah senyum itu. Apakah kau akan benar-benar pergi meninggalkanku?” As, 03.09.2012 10:21 AM Jika kau menanyakan apakah aku akan pergi meningalkanmu, aku akan memikirkannya masak-masak lalu menuliskan kalimat-kalimat yang mungkin akan kau maknai dengan sesuatu. Tapi kalimat-kalimat tersebut sebenarnya tidak menjawab pertanyaanmu. Kalimat tersebut hanya menenggelamkan semua tanyamu dan kau memang tidak lagi khawatir tentang sebuah kepergian. Mengapa aku menggunakan kalimat-kalimat seperti itu? Bukan menjawabnya dengan gamblang lalu menyelesaikan semua kekhawatiranmu? Pergi memiliki arti yang dalam. Disana ada sebuah keputusan yang hampir sama maknanya dengan cinta itu sendiri. Antara mencintai atau pergi sama-sama me

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.