Skip to main content

Penyala Yang Terhormat


Penyala yang terhormat. Kalian tahu kalau aku sedang jatuh kepada Penyala Makassar. I’m fallin in love. Dan dengan segala daya upaya tidak ingin meninggalkan kegiatan ini layaknya seseorang yang kalah perang. Tapi sebuah keharusan bagiku untuk meninggalkan orang-orang yang senyumnya memabukkan, sebelum aku benar-benar tenggelam dalam danau cinta atau telaga bidadari.

Beberapa waktu ini, aku mengingat-ingat tentang seluruh kejadian di mana setiap anggota Penyala merasakan rindu yang menggebu-gebu. Termasuk aku. Lalu mulailah aku mempertanyakan simpul-simpul kebahagiaan yang tampak dari senyum itu. Mengapa bisa kita semua bahagia di kala kita kehabisan waktu untuk bertemu dengan pacar kita? Bahkan, kita berkumpul dalam Penyala Makassar tidak karena kewajiban yang datang dari Tuhan atau dari dosen perkuliahan. Lalu mengapa aku masih melihat bias kebahagiaan pada senyum kalian?

Dalam ilmu kuno, pertanyaan besar kita yang tak terjawab akan tetap tersimpan dalam memori alam bawah sadar. Begitu juga pertanyaanku tersebut. Lalu aku meninggalkan Penyala Makassar pada keesokan harinya yang tenang. Memulai menyusun rencana perjalanan yang juga selalu membuatku rindu. Ketika berada di puncak kebosanan menunggu seseorang yang tak kunjung muncul di workshop Unhas, aku menonton film The Ben Carson Story. Jika kau beum menontonnya, maka sebaiknya luangkan waktu untuk melihat betapa tajam pisau bedahnya.

Aku menemukan jawaban atas kalian, Penyala. Kata Ben Carson, “Happiness doesn't result from what we get, but from what we give.” Apakah ini benar jawaban itu? Jika benar, maka semoga Tuhan yang maha baik melipahkan kebahagiaan kita yang sebenarnya kepada Penyala Makasassar yang telah dengan susah payah berbagi kasih atas nama keikhlasan.

Inilah yang membuatku jatuh cinta kepada kalian. Kepada senyum yang tulus yang selalu tertanam dalam-dalam di ujung hati kalian ketika mendapati seseorang yang enggan menerima brosurmu. Juga kepada senyum mbak ikes yang tulus ketika mendapatiku berdiri di depan Elizabeth, atau senyum aneh mbak bunga yang selalu heran menatapku. Mbak ayu yang bajunya seperti permen yang legit, yang selalu ingin kukunyah sepanjang perjalanan. Mbak ina yang sok innocent, inar yang suka dengan sakit, ismi yang tulus, *kenapa yang kuingat yang perempuan saja?

Untungnya aku bukan satu-satunya orang aneh yang ada di penyala. Karena berdasarkan pengakuan kaum hawanya, kami laki-laki penyala bukanlah laki-laki yang sehat. Meskipun itu begitu menyakitkan, kami menerimanya dengan segala kelapangan yang diberikan tuhan kepada kami. Itulah kehebatan kami, yang membuatku jatuh cinta kepada Penyala.

Tulisan ini kubuat bukanlah untuk serius, meskipun kelihatannya serius. Hanya karena aku merindukan bertemu kalian. Karena kau tidak akan tahu bagaimana rindu itu menjadi sangat menjengkelkan ketika rindumu adalah rindu yang tak mungkin terobati. Seperti merindukan masa lalu, atau merindukan masa depan yang akan menjemputmu. Sepertiku sekarang, membayangkan lagi bagaimana masa-masa itu merupakan masa-masa yang ajaib bagi kita. Seakan hidup di dunia orang lain, berlompatan dan menjadi fragmen-fragmen yang saling terhubung. Padahal jika aku bayangkan, semuanya adalah ketidakmasukakalan belaka.

Sebagai lelaki, memelihara sikap melankolis begini kadang tidak perlu sama sekali. Namun apalah daya, lelaki sekekar apapaun memiliki sesuatu untuk dicintainya –yang pada akhirnya yang dicintainya itu melemahkannya. Seperti semua pahlawan bertopeng, mereka memakai topeng untuk menyelamatkan orang-orang yang dicintainya. Karena kerap, sandera paling mujarab adalah sandera orang-orang yang kita cintai.

Apakah aku mencintai penyala makassar? Mbak bunga menjadikan sandera penyala makassar untuk menjebakku agar mengikuti kelas inspirasi pada tanggal 28 Maret 2013. Sayangnya, aku adalah pahlawan bertopeng yang suka tidak peduli pada apa yang di cintainya. :p

Comments

  1. Menyandera untuk waktu yang terbatas. Bukankah sisa 19 hari, kamu akan terlepas dari sanderaan Penyala Makassar?

    ReplyDelete
  2. Apabila dengan disandera engkau bisa menemui cintamu, maka akupun ingin. Ajaklah aku wahai sobat serahkanlah aku pada Sang Penyala, biar aku ikut disandera oleh para penyala, agar kegelapan hidupku terang bersama cahayanya

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.