Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2015

Sangat Berani

Merencanakan kehidupan bisa jadi adalah salah satu pekerjaan yang bisa membuat kita putus asa. Putus asa karena kita tidak punya banyak hal yang cukup membuat kita optimis. Bahkan bagi sebagian orang, optimis saja tidak cukup karena karena tidak bisa begitu saja mempercayakan segala nasib baik dan buruk kepada tuhan. Karena itu, kemungkinan untuk merasa senang dan baik-baik saja dalam zona nyaman adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu ditakuti. Kenyataannya, dibutuhkan seseorang yang sangat berani untuk dapat berubah. Merencanakan kehidupan dengan tingkat keberhasilan hingga 80 persen juga butuh seseorang yang sangat berani. Kebanyakan kita sudah berani atau bahkan pengecut, namun itulah kewajaran hidup di dunia. Karena itu, tidak mungkin orang biasa-biasa saja dapat mencapai tingkat kepuasan sebab keberhasilannya hingga 100 persen. Kesimpulan-kesimpulan ini bisa didapatkan saat kita menonton film, misalnya, atau membaca buku. Untuk sebuah film, marilah kita menginga

Overview Film Kon Tiki

“lakukan seperti penduduk asli, sampai ke detil terkecil. Jangan gunakan paku jika mereka menggunakan tali, jangan gunakan baja jika mereka   menggunakan tulang, nenek moyang perlu belajar 1000 tahun, dengarkan mereka”. –Peter Freuchen. Akan ada banyak orang yang meragukan apa yang kau yakini meskipun disertai dengan sebuah argumentasi –yang sepertinya masuk akal. Entah orang-orang itu tidak setuju karena membencimu, ataupun karena memang keyakinanmu tidak masuk akal. Dan dimentahkan oleh orang lain adalah pengalaman yang menakutkan. Namun dalam ketakutan ini, selalu akan ada ketakutan yang lain. Dan bagi kebanyakan orang, ketakutan akan membuat mereka putus asa. Sedangkan bagi sebagian yang lain, ketakutan membuatnya semakin berani. Paling tidak, itulah hal yang dapat kita lihat dari kisah akhir sebuah film yang di release pada tahun 2012 ini, Kon-Tiki. Film Luar Biasa? Bagiku, melihat film ini memang terlalu terlambat. Dirilis tahun 2012 namun baru saya lih

Pengalaman

budha laser, mencari pengalaman hingga keliling Asean Ada dua macam pengalaman yang dikatakan seorang sastrawan saat memulai workshopnya. Dua pengalaman tersebut adalah pengalaman kognitif dan pengalaman empirik. Pengalaman kognnitif bermain dalam pikiran, pengandaian, dan ide-ide yang bersifat buatan di alam pikiran. Lalu pengalaman empirik adalah pengalaman yang terjadi pada diri seseorang secara nyata dan disadari. Hebatnya dari pengalaman inilah kita mempersepsi sesuatu. Seseorang memiliki nilai standar, nilai moral, apa yang jahat dan apa yang baik, mana yang benar dan mana yang salah, segala sesuatu, didasarkan pada pengalaman. Maka dari itu, pengalaman menjadi penting bagi seseorang untuk memandang sesuatu sesuai dengan nilai yang dianutnya. Membaca buku, baik buku fiksi atau nonfiksi adalah termasuk bagian dari mencari pengalaman itu sendiri. Pengalaman dari membaca buku ini akan menjadi dasar-dasar nilai yang akan kita anut, sehingga membaca buku termasuk dalam

Mencari Hidup Bahagia

Kenyataannya, hidup tidak semudah sebagaimana yang kita bayangkan. Dari ratusan teman BBM, dan ribuan teman Facebook, mungkin hanya satu persen yang tidak pernah mengeluh, dan selalu “terlihat” bahagia. Hampir 99 persen lainnya mengeluh dan mengumpat, atau bersembunyi dalam doanya kepada tuhan melalui quote yang ia temui di internet. Mengapa banyak yang sedih di dunia ini? Adalah hal yang sangat membingungkan bila Allah menciptakan kehidupan menyedihkan yang selalu mengelilingi umatnya. Tapi sekaligus menggelikan karena Allah bukanlah makhluk, tapi Dia adalah Tuhan, yang dengan demikian ia menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Maka jalan rumit yang diusulkan oleh Pak Kiyai adalah : semua ada hikmahnya. Kehidupan memberikan kita fasilitas berupa kesulitan sehingga kita bisa berjuang, juga kemudahan agar kita tidak putus asa. Itulah esensi yang mestinya kita tahu. Maka dari itu, belajar adalah hal yang sangat baik, belajar serius melakukan sesuatu yang tidak kita senan

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.