Skip to main content

Musashi "Book Review"


Perjalanan Musashi memang menginspirasi. Dia menjadikan dirinya sebagai model yang sempurna untuk kehidupan Jepang. Dia bukan semacam orang suci yang mendasarkan kata-katanya dari wahyu, dan dia juga bukan orang macam Einstein yang ahli perhitungan ilmu pengetahuan. Ia memiliki jalannya sendiri, jalan yang rapuh, jalan yang kuat, dan jalan yang tidak banyak ditempuh oleh orang-orang besar lainnya. Musashi melakukan perjalanan hampir seperti filusuf dengan “jalan pedangnya”. Dialah yang memperkenalkan teknik menggunakan dua pedang, dia menjadikan dirinya satu dengan pedang, dua pedang satu tubuh.

Musashi mustilah memiliki takdir yang buruk bagi seorang “pahlawan” yang akan dikenang oleh dunia. Dia benar-benar lelaki jalang yang serampangan, tidak berpendidikan, suka marah, dan kusut. Sebelum menjadi benar-benar mengerti akan jalan pedang, Musashi adalah sosok yang tidak perlu didekati, bahkan untuk menolong dia sekalipun. Namun dibalik kebrutalan tersebutlah, terdapat semangat yang kelak menjadikannya “dewa pedang” dan di hormati di seluruh daratan Jepang. Begitulah Musashi, yang kemudian membawa dirinya bertemu dengan seorang guru agama Zen yang mengajarkan dirinya bagaimana menghargai hidupnya sendiri.

Musashilah lelaki itu. Lelaki ideal yang menjadikan dirinya menjadi tuan bagi dirinya sendiri.

Sekilas cerita

Setelah menjadi penjahat yang paling di cari di provinsi Mimasaka, dia tertangkap oleh Takuan Soho –gurunya kemudian.  Dan dari cara menangkap Takezo (nama sebelum menjadi Musashi), tampaklah kedalaman ilmu ma’rifat yang dimiliki oleh Takuan. Hari itu adalah ketika seorang samurai utusan musuh datang mencari Takezo, tapi hingga berminggu-minggu Takezo masih juga belum tertangkap. Penduduk desa dipaksa mencari Takezo hingga meninggalkan tanah persawahan, apalagi kepala samurai tersebut menginginkan pelayanan yang mewah.

Saat itulah Takuan dengan perkataannya yang mengagumkan menjatuhkan mental kepala samurai tersebut hingga membuatnya tertunduk meminta maaf. Saat itu Otsu sudah dimunculkan, seorang perempuan tunangan teman Takezo yang kemudian jatuh cinta kepada Musashi. Takuan berjanji kepada kepala samurai tersebut bahwa dalam waktu tiga hari dia akan menangkap Takezo. Pengumuman diadakan didesa, dan semua orang meragukan hal itu, termasuk saya sebagai pembaca. Apa mungkin bisa begitu sedangkan ratusan orang mencoba menagkapnya saja tidak bisa?

Seni perang Sun Tzu ternyata. Takuan memberikan perkuliahan yang sangat baik mengenai bakat manusia yang tidak semestinya sendirian dan terusir dari kehidupan. Sebagai takezo yang terusir dari peradaban, dia tinggal dihutan dan pegunungan, lalu Takuan dengan taktiknya membuat perapian di sebuah gunung selama tiga hari tersebut. Pada malam terakhir, ia minta Otsu memainkan serulingnya. Begitulah rencananya, hingga Takezo muncul dan takhluk juga oleh ucapan Takuan sehingga bisa diikat olehnya tanpa melawan sama sekali.

Demi mencapai kesadaran seorang pejuang, Takezo harus dihukum ;diikat dipohon besar dan dibiarkan terkena hujan dan matahari berhari-hari hingga mati –begitu rencananya. Dari sanalah kemudian, Takezo mulai sadar akan kelemahan dirinya sebagai manusia yang hidup. Dia selama ini tidak menghargai kehidupan sama sekali. Dia sadar betul sebelum akhirnya ia meminta dilepaskan dan berjanji akan lebih menghargai hidupnya sendiri. Takuan hanya mengangguk-angguk dan meninggalkan Takezo tetap terikat, takdirlah yang kemudian menyentuh hati Otsu untuk melepaskan Takezo dan lari bersamanya. Sayangnya, demi menapaki jalan pedangnya, Musashi tidak mau terikat dengan perempuan. Sejak itu, Musashi dan Otsu terpisah hingga 1.247 halaman berikutnya. Sungguh sebuah kisah cinta yang menyakitkan.

Disebutkan dalam salah satu kisah bahwa Otsu menunggu setiap hari disebuah jembatan yang pernah Takezo janjikan selama tiga tahun. Padahal selama itu pula, Takezo berada didalam kamar sebuah benteng atas saran Takuan untuk membaca buku dan merenung. Hanya itu yang dilakukan oleh Takezo, yang kemudian membukakan wawasannya mengenai kehidupan, maka lahirlah Miyamoto Musashi.


Membaca riwayat Musashi menjadikan kita berwawasan luas serta menghargai keseimbangan alam. Seluruh ahli pedang (samurai) di Jepang pasti menggunakan teknik bermain pedang yang cemerlang. Mereka hampir secara keseluruhan memiliki guru dengan gaya pedang tertentu dan kemudian dikembangkan sendiri sehingga memunculkan gaya baru. Namun tidak dengan Musashi, disetiap perkelahian, seseorang yang berhadapan tersebut haruslah menyebutkan nama, alamat, dan gaya yang dimiliki, tapi Musashi hanya menyebutkan bahwa dia tidak memiliki gaya tertentu karena hanya belajar kepada alam semesta. Dia hidup di alam, berteman dengan tanah, angin, dan burung-burung.

Dengan kemampuannya inilah akhirnya Musashi menjadi sukar ditakhlukkan menggunaka gaya pedang karena gerakannya mengikuti kebutuhan sehingga tidak bisa ditebak dengan pasti. Suatu hari ketika ia datang ke suatu perayaan, ada penabuh genderang yang memukul dengan kedua tangannya namun suara tetap serasi. Dari sanalah Musashi mendapatkan ide untuk menggunakan dua pedang sebagai satu kesatuan yang kemudian menjadi sangat terkenal.

Yang sangat disayangkan dalam buku ini adalah gaya penceritaan yang terkesan tidak tuntas. Mungkin ini akibat terjemahan atau akibat teknis lainnya. Namun yang jelas, berdasarkan buku Musashi yang kubaca, untuk mencapai suatu tahapan tampaknya terlalu tergesa-gesa. Musashi mustilah orang yang gigih, namun tidak tiba-tiba ia menjadi hebat dengan kegigihannya. Jadi bahkan, buku setebal 1.427 halaman ini belum cukup menggambarkan bagaimana Musashi harus menjadi seseorang yang luar biasa.

Bahkan penulis juga membuat agenda yang terlalu rumit untuk pertemuan-pertemuan tidak disengaja dalam suatu tempat. Sepertinya Jepang memang terlalu sempit untuk sebuah kisah dunia. Ini hampir sama dengan sinetron Indonesia yang  berputar-putar pada tempat yang sama. Mendebarkan memang, tapi itu keterlaluan. Jadi dalam buku ini, satu tokoh dengan tokoh yang lainnya, dijadwalkan bertemu secara tidak sengaja dalam tempat-tempat yang baru. Padahal kalau diukur dari segi Indonesia, tidak mungkin kita akan bertemu dengan temannya teman dalam tempat yang hampir berbeda.

Namun demikian, kisah Musashi memanglah harus dibaca oleh setiap lelaki dan perempuan yang hidup. Ia tidak saja mengisahkan kegigihan seorang ahli pedang, namun juga sebuah jalan yang harus ditempuh dengan segala rintangannya. Buku ini semacam kitab suci lelaki, setelah membacanya, kita akan mendapatkan pengetahuan baru, benar-benar baru tentang menjadi manusia sesungguhnya. Bahwa kita masih terlalu rakus terhadap dunia, terhadap keegoisan kita sendiri; itu benar. Sudah saatnya, manusia macam Musashi dilahirkan kembali.

Comments

  1. resensi hebat. saya suka tiga kalimat terakhirnya "Buku ini semacam kitab suci lelaki, setelah membacanya, kita akan mendapatkan pengetahuan baru, benar-benar baru tentang menjadi manusia sesungguhnya. Bahwa kita masih terlalu rakus terhadap dunia, terhadap keegoisan kita sendiri; itu benar. Sudah saatnya, manusia macam Musashi dilahirkan kembali." what a great conclusion.

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.