Skip to main content

Menjalin Pertemuan (Sad Ending)


“Aa…aa, maaf, ada laba-laba di pakaianmu”

Aku tentu saja terkejut, lalu kukibaskan begitu saja. Aku menahan tawaku mendapati ekspresi yang begitu mengerikan dari gadis ini. Lalu kubiarkan saja dia pergi bersama teman-temannya yang terus menertawakan gadis itu. Aku menggelengkan kepada lalu memanggul tas ranselku lagi. Siang ini juga aku akan ke pelabuhan, mencoba mencari tiket kapal laut ke Surabaya, lalu bertolak menuju Ternate atau Maluku. Yah, aku harus cepat.

Keluar dari perpustakaan yang fenomenal itu, aku menyempatkan berimajinasi bahwa perempuan itu sedang duduk di pinggir danau sambil memandangiku. Dan aku memang melihat ada seorang perempuan yang duduk bersama tiga orang temanya, berpakaian putih, dan memegang buku tebal juga berawarna putih –memandangiku, seakan menebak-nebak bahwa aku adalah temannya yang lama tidak bertemu. Tapi aku mengabaikannya, sudah tidak ada kemungkinan lagi bahwa aku akan bertemu dengannya.

Dengan langkah berat, aku tancapkan seluruh hatiku untuk melanjutkan perjalanan. Seseorang memanggilku, atau seperti memanggilku sayup-sayup, aku ingin menertawakan imajinasiku. Itu akan berakhir seperti perempuan yang mengingatkanku akan laptopku tadi. Aku kira bahwa dia itu Clara yang mengenaliku, tapi ternyata bukan. Dan memang, terlalu rumit untuk menemukan seseorang yang kita tidak pernah mengenalnya.

Ku terus berjalan hingga di ujung gedung, menyeberangi masjid kampus UI, lalu duduk di halte menunggu taksi. Tidak sampai sepuluh menit, taksi telah mengantarkanku menuju pelabuhan Tanjung Priuk. Aku menengok sekali lagi kampus terkeren seindonesia ini. Aku tersenyum masygul, tidak ada kenangan yang patut dipercaya, bahwa kesedihan itu bagaikan rupa makhluk asing yang selalu tidak ingin kita ingat-ingat. Dan aku tidak ingin percaya bahwa aku pernah datang ke sini dalam keadaan gila.

Ku buka laptop, menulis beberapa catatan kecil. Juga menulis untuk menghapuskan luka-luka hatiku. Satu-satunya teman yang bisa dipercaya adalah ; laptop, website, dan perjalanan. Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Yah, aku harus percaya pada perjalananku ini, mencoba lebih percaya lagi. Tapi, apakah aku akan membenci tempat ini?

Aku mengingat tujuan perjalananku yang sebenarnya, tidak ada yang patut dibenci. Bahkan aku datang ke sini karena aku ingin datang, tidak karena perempuan itu mengundangku, atau ada yang akan aku  lakukan di sini. Jadi, aku tidak akan membenci apapun. Hanya menjadikannya kenangan asing, yang antara percaya dan tidak, aku pernah melakukannya.

Taksi terus meluncur dengan kejam. Jalanan beraspal membawa bias fatamorgana. “Perempuan itu, betapa aku ingin menemuinya. Namamu, Clara, bukan?” bubuhku untuk mengakhiri catatanku.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.