Skip to main content

Resah untuk Masa Depan


Throw your dreams into space like a kite, and you do not know what it will bring back: a new life, a new friend, a new love, a new country. -- Anais Nin
Wajar manusia resah menghadapi masa depannya, karena mereka tidak tahu bagaimana esok akan berakhir. Kita adalah manusia yang tidak pernah mau hidup susah –mimpi kita tertanam kuat untuk hidup bahagia. Hal yang patut disayangkan adalah pemahaman sebagian besar diantara kita yang menyangka bahwa hidup bahagia tidak memerlukan pengorbanan. Itu salah besar. Bahkan, sejak awal kita telah menentukan pilihan dari beberapa pilihan untuk mimpi-mimpi kita. 

Saat kita memilih satu pilihan yang menjadi prioritas, dengan sendirinya kita sebenarnya telah berkorban untuk meninggalkan yang lain. Jadi, dalam perjalanan mencapai kebahagiaan, jangan takut untuk memilih, yang paling menyakitkan sekalipun. Mimpi yang besar harus ditopang oleh perjuangan yang besar pula.

Kita ingin terbang tinggi seperti layang-layang, melayang bebas melihat dunia dari sudut yang tidak pernah dilihat oleh manusia yang lain. Namun kita tidak sadar bahwa proses layang-layang bisa menjadi sedemikian rupa juga harus melalui berbagai seleksi –dipotong-potong menjadi batangan bambu yang pas, dihaluskan, diikat, ditimbang, dan dihempaskan ke angin yang kencang. Tidak mudah membuat layang-layang yang kuat dan mampu terbang tinggi secara seimbang, diperlukan keahlian khusus yang tidak didapat dibangku sekolah. Baik layang-layang maupun pembuatnya haruslah memiliki kualitas yang setara sehingga kekuatan layang-layang menghadapi badai akan semakin hebat. 

Demikianlah si layang-layang, kitapun harusnya begitu, untuk mencapai mimpi kita yang besar diperlukan perjalanan panjang menemukan guru-guru yang hebat yang mampu membentuk karakter kita, juga jiwa yang siap menerima kesulitan demi meraih mimpi. Andakah itu?

Saya banyak sekali membaca buku motivasi yang menekankan kepada :jangan takut mengambil resiko. Katanya, semakin besar sebuah resiko, jika kita berani mengambilnya maka besar pula tingkat keberhasilan kita. Namun, buku-buku tersebut tidak membahas kegagalan sama sekali. Mempertaruhkan resiko yang besar tanpa memikirkan kekhawatiran akan kegagalan itu hal yang mustahil. Kalau kita disuruh untuk tidak takut gagal dengan tidak boleh memikirkan kekhawatiran tersebut, kita akan sama dengan robot. Khawatir dan takut itu manusiawi. Jadi, ketika kita akan membuat pilihan yang beresiko besar, kita harus dengan cepat dan tepat merencanakan plan (rencana) selanjutnya jika gagal. Setelah ada plan tersebut, maka jangan sekali-kali takut kegagalan akan menerjang, kita sebagai manusia sudah lebih siap dari makhluk apapun di dunia ini.

Mengenai resiko mengambil keputusan, ada ilustrasi menarik dari film War Horse (Perang Kuda). Meskipun saya tidak terlalu suka dengan ceritanya yang menjemukan, ada hal yang patut untuk saya cantumkan disini karena berkaitan dengan keberanian mengambil resiko yang besar. Yaitu ketika seorang ayah dari sebuah keluarga miskin (petani yang tanahnya keras berbatu dan tidak satu hewanpun yang sanggup membajaknya) berada di sebuah tempat pelelangan kuda. Ia berhasil membeli kuda dengan harga tertinggi mengalahkan seorang saudagar kaya. 

Sampai disini, saya yakin nantinya akan ada yang menolong orang tua ini, dan benar :anak lelakinya yang mengajari kuda terbaik itu untuk membajak sawah. Namun, sebagai pembaca saya ingin menyimpulkan bahwa sebenarnya orang tua tersebut telah gagal pada awalnya. Ia tidak merencanakan apapun dengan kuda tersebut, maka benar, dipertengahan film, orang tua yang putus asa itu kemudian menjual kudanya kepada seorang perwira untuk pakai berperang. Itu hanyalah film? Right, benar, namun apakah kita tidak merasa bahwa banyak sekali orang yang mempertaruhkan resiko terbesarnya demi kebahagiaan yang akan dicarinya? Saya yakin, jika anda gagal dalam perencanaan, maka sesungguhnya anda sedang merencanakan kegagalan.

Kehidupan yang besar seperti yang kita dambakan membutuhkan beberapa pengorbanan yang sesungguhnya jika kita hitung, pengorbanan tidak akan lebih besar dari pada keberhasilan yang menanti. Saya ingat khadijah yang mengorbankan kekayaannya yang bermilyar-milyar untuk mendampingi seorang pemuda jujur bernama Muhammad, yang kemudian Khadijah tidak menyangka bahwa dialah khotamul anbiya’. Atau mungkin anda mengingat orang lain?
9 Fabruari 2012

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.