Skip to main content

Cinta adalah Maaf

Sabtu yang cerah. Aku terlambat lagi jamaah subuh. Burung-burung di dahan-dahan pepohonan kampus hijau ini membangunkanku, terkesiap dan cepat-cepat ke kamar mandi untuk berwudlu. Hm…dengan cinta, aku persembahkan seluruh kehidupanku kepada Allah swt. Hari ini, cintaku yang besar sedang melanda. Malam tadi, telah ku print sebuah antologi puisi cinta ‘keukuatshu’ untuk gadis cantik yang disana, yang hari itu juga sama menungguku. Rasa-rasanya hari ini memang oksigen penuh dengan cinta.

Setelah membangunkan seluruh penghuni sekber untuk beraktivitas seperti biasanya –hari sabtu yang melelahkan untuk anak-anak masjid ; ngepel, masak besar, dan mencuci. Aku berkemas dengan bahagia lalu memacu sepeda motorku menuju jalan raya yang sepi. Udara yang panas ditelang segera tergati dengan desir lembut angin yang dibawa oleh mendung. Agak dingin semestinya, namun cinta dihati membuat kehangatan mampu menelusuk ke sumsum. Ya, cinta, lagi-lagi cinta, namun hidup tidak akan pernah indah jika tidak ada kata cinta bukan?

Jadi perjalanna menjadi sangat menyenangka meskipun di beberapa titik perjalanan ada pasar-pasar tidak teratur yang membuat kepenatan luar biasa. Pasar-pasar sepajang jalan di Madura tersebut memang tidak bisa dikatakan baik, sungguh, mereka berdagang hingga meluber ke jalan sehingga menghambat arus lalu lintas. Ditambah beberap bus Akas yang garang, bus-bus besar pariwisata, dokar dengan kuda yang bodoh, sepeda motor yang tidak pernah berjalan sopan, dan orang-orang yang menyeberang sembarangan. Aduuuuh, pukul 09.45 kala itu seperti hidup di Padang Mahsyar.

Saya memiliki pandangan sesaat untuk menggusur pedagang-pedagang yang berjubel di jalan raya, namun lagi-lagi ribuan berita di media massa memenuhi pikiranku. Pasti tidak akan berjalan dengan baik. Orang-orang aka turun ke jalan, menghancurkan berbagai macam fasilitas umum, bangunan milik pemerintah, dan mengecam pemerintah sebagai ‘neoliberalisme’, pemerintah tidak pro rakyat, lalu menjelma ke demo menuntut penurunan bupati dilokasi tempat pasar tersebut di gusur. Karena permasalahan ini rumit, maka aku mengalihkan perhatianku kepada papan reklame besar yang mengiklankan shampo Clear bergambar Sherina Munaf. Hm, cantik sekali, sebenarnya iklan ini menjual apa atau menjual siapa?

Setelah jalanan agak longgar, aku segera ngebut karena sudah tidak sabar untuk bertemu sang pujaan hati. Bahasaku semakin keren, sang pujaan hati? Like what?. Aku berjalan lebih dari 80km/jam denga kondisi jalan yang kurang stabil. Aku khawatir dengan sepeda ini, bukan milikku jadi sebaiknya aku hati-hati saja. Aku mengurangi kecepatan dijalan bergelombang –rata-rata jalanannya bergelombang, lalu meluncur dengan kecepatan tinggi dijalan yang mulus. Lalu sampailah aku di desa Pagendingan Kab. Pamekasan pukul 12.20 setelah berputar-putar dikota pamekasan karena jalanan yang membingungkan.

Saya bertemu dengan perempuan itu, bermata bulat indah dengan senyuman menyerupai lingkaran-lingkaran ajaib di pipinya. Sebenarnya ada kejadian menarik ketika aku berada disana, ingin kuceritakan mengenai sesuatu yang sangat penting. Cinta, ya, tentang cinta.
Malam hari aku berencana menginap disana. Tiba-tiba pembicaraan santer tersebar bahwa aku tidak boleh menginap disana karena belum izin kepada Kepala Desa dan para Ketua RT. “kurang kerjaan” gumamku. Lalu aku merasa bersalah karena telah berktanya kepada perempuanku, “sudah tahu aku mau kesini kok tidak diijinkan ke Kepala Desa sih?”. Aku sebanarnya biasa saja, tidak masalah bagiku harus tidur disana atau tidur di depan toko. Tidur saja dipermasalahkan. Dengan berbagai macam percekcokan yang terjadi disana, akhirnya aku keluar bersama temanku ke Arek Lancor –rencananya begitu, tapi malah terdampar di Desa Konang dan ngopi disana hingga pagi.

Ketika kemarahan akan terjadi, aku menjadi teringat bahwa cinta itu merupakan kegiaatan yang aktif. Ia memberi, bukan menerima. Ia bersabar, bukan meradang. Ia membawa kepada keindahan kepada seluruh orang, jadi, marilah kita mengenang seorang tokoh besar yang pernah tercatat di bumi :

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan. (Mahatma Ghandi)

Begitu kata Ghandi yang hidup jauh sebelum orang tuaku merencanakan keberadaanku. Ia adalah sosok yang teguh, membawa kedamaian bagi lingkungannya. Pejuang kemerdekaan India sejati, membuat Inggris luluh lantak bukan karena bedil dan meriam, namun karena boikot yang dilancarkan oleh Gandhi dengan penuh cinta. Boikot yang menuntut cinta hadir dalam setiap kehidupan orang-orang di India.

Sekarang, dengan suasana hati yang agak bimbang, aku memutuskan bahwa memberi maaf juga merupakan kisah cinta yang besar. Saya mengingat kalimat yang di ucapkan oleh seorang tokoh dalam film Merah Putih I yang didasarkan pada Kitab Suci “Ketika kau di tampar pipi kirimu, berilah pipi kananmu”. Dalam sekali maknanya, meskipun kutidak bisa memberikan pipi yang lain kepada orang-orang yang membicarakan “bagaimana sebaiknya diriku” tersebut, maka kuberikan maaf saja kepada mereka. Semoga esok hari, aku bisa pulang dengan sejuta cinta dari seluruh sahabat, kekasih, dan orang-orang yang baru saja kukenal. Selamat malam.

12 Februari 2012

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.