Skip to main content

Pergeseran Nilai dan Budaya Konsumerisme

A. PENDAHULUAN

Definisi iklan menurut KBBI adalah “berita atau pesan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan.” Dari definisi diatas, terdapat beberapa komponen utama dalam sebuah iklan yakni “mendorong dan membujuk”. Dengan kata lain, sebuah iklan harus memiliki sifat persuasi. Iklan pada selanjutnya akan ikut menyebarkan ideologi yang sesuai dan menguntungkan bagi produsen iklan.

Sebagaimana pengertian iklan tersebut, iklan produk kecantikan juga memiliki tujuan persuasive dan ideologi tersendiri. Ideologi ini oleh iklan dianggap sebuah kesadaran yang meyakinkan masyarakat bahwa penelitian dan semua hal yang dibawa oleh iklan adalah dunia baru yang selama ini tidak difikirkan oleh public. Ini adalah kesadaran palsu yang memang sengaja ditanamkan dalam pikiran masyarakat agar tujuan iklan tersebut terpenuhi. Tujuan ini ada yang bersifat pragmatis dengan terjualnya produk dan ada yang lebih ideologis lagi, yaitu menciptakan kebutuhan terhadap produk yang selanjutnya akan mempengaruhi budaya konsumsi masyarakat yang cenderung membabi buta.

Pergeseran nilai telah berlangsung sehari-hari dengan atau tanpa kita sadari. Masuknya industri-industri yang memproduksi produk-produk kecantikan telah memporak-porandakan konsep kecantikan, bukan hanya konsep kecantikan menurut perempuan, namun juga masyarakat Indonesia seluruhnya. Kecantikan dinilai dari seberapa putih kulit kita, seberapa ramping tubuh kita, seberapa mancung hidung kita, seberapa proposional bagian-bagian tubuh kita, dan lain-lain. Hal ini semakin membuat banyak perempuan terjebak dalam proses pemaknaan arti cantik bagi dirinya sendiri, ditambah banyaknya produk-produk yang menjanjikan kecantikan. Padahal produk-produk kecantikan yang disosialisasikan lewat berbagai media, merupakan hegemoni kapitalisme terhadap perempuan. Karena perempuan tanpa sadar “dirayu” untuk menerima pengaruh kapitalisme.

Model yang digunakan oleh iklan kecantikan memang seperti itu, semuanya serba langsing dan berkulit putih mulus karena bukan orang Indonesia asli. Iklan-iklan tersebut seakan-akan ingin menciptakan konsep cantik yang didasarkan pada model iklan, sehingga ketika konsumen mandi, atau menggunakan produk kecantikan lainnya bisa membayangkan bahwa setelah mandi ia bisa menjadi Luna Maya dan dicintai Ariel Peterpen, atau membayangkan menjadi Dian Sastrowardoyo.

Ini tentu saja menciptakan gap antara perempuan yang berkulit putih dan perempuan yang berkulit sawo matang sebagaimana warna kulit rakyat indonesia. Bahkan dalam pandangan kaum laki-laki kasus ini semakin menyakitkan kaum perempuan yang tidak memenuhi standar kecantikan umum tersebut. Padahal banyak sekali konsep kecantikan yang tidak mempedulikan fisik perempuan, namun kualitas pribadi perempuan yang sesungguhnya bisa di ciptakan dengan kesungguhan diri perempuan. Sebagaimana konsep perempuan cantik menurut H. Rhoma Irama dalam lagunya yang berjudul Sholeha “Setiap keindahan yang tampak oleh mata. Itulah perhiasan, perhiasan dunia. Namun yang paling indah di antara semua Hanya isteri salehah, isteri yang salehah”. Perempuan yang sholeha bisa di capai oleh seiapapun, meskipun berkulit hitam legam, atau memiliki rambut kawul, bahkan bisa dimiliki oleh orang yang hidup di bawah jembatan.

B. TELEVISI

Televisi sebagai media hiburan yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia dan bahkan dunia, merupakan salah satu media yang efektif untuk beriklan. Hal ini dikarenakan iklan televisi mempunyai karakteristik khusus yaitu kombinasigambar, suara dan gerak. Oleh karena itu pesan yang disampaikan sangat menarik perhatian penonton.model iklan yang disajikan oleh televisi juga sangat bervariasi. Ketika baru muncul televisi swasta, iklan hanya dalam bentuk klip, baik live action, stop action maupun animasi dan still. Namun dalam perkembangannya iklan televisi mengalami banyak sekali perkembangan. Model iklan yang sekarang ada antara lain adalah superimposed, program sponsor, running text, backdrop, caption, credit title, ad lib, property endorsment, promo ad. Perkembangan iklan yang makin kreatif tersebut menjadikan makin bervariasinya tayangan iklan dan bisa menjadi hiburan tersendiri.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa iklan televisi mempunyai karakteristik khusus yaitu kombinasigambar, suara dan gerak. Dengan karakteristik tersebut mempunyai berbagai keunggulan dibanding media iklan lain. Diantaranya keunggulantersebut adalah:

1. Kesan Realistik
Karena sifat yang visual dan merupakan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan televisi tampak hidup dan nyata. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh media lain. Dengan kelebihan ini, para pengiklan dapat menunjukkan dan memamerkan kelebihan atau keunggulan produknya secara detail. Jika produk yang diiklankan adalah makanan yang diawetkan, maka pengiklan dapat menunjukkan kemasannya yang khas secara jelas sehingga konsumen dengan mudah mengenalnya di toko-toko. Walaupun ingatan konsumen terhadap apa yang telah diiklankan selalu timbul tenggelam, namun iklan visualmenancapkan kesan yang lebih dalam, sehingga konsumen begitu melihat produknya akan segera teringat iklannya di televisi. Pengaruh ini dapat diperkuat lagi jika pembuatan iklannya disukung dengan teknologi grafis komputer.

2. Masyarakat Lebih Tanggap
Karena iklan televisi dinikmati dirumah-rumah dalamsuasana yang serba santai atau reaktif, maka pemirsa lebih siap untuk memberikan perhatian4. Perhatian terhadap iklan televisi semakin besar jika materinya dibuat dengan standar teknis yang tinggi, dan atau menggunakan tokoh-tokoh ternama sebagai bintang iklan.

3. Repetisi/Pengulangan
Iklan televisi bisa ditayangkan beberapa kali dalam sehari sampai dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah masyarakat untuk menyaksikannya, dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan itu muncul. Sekarang ini para pembuat iklan televisi tidak lagi membuat iklan yang panjang-panjang, mereka justru membuat iklan pendek dan menarik. Agar ketika ditayang ulang, pemirsa tidak cepat bosan. Iklan dengan pendekatan emosi yang membikin penasaran pemirsa juga bisa digunakan sebagai teknik untuk lebih diingat oleh pemirsa.

4. Ideal Bagi Pedagang Eceran
Iklan televisi sangat membantu penjualan ditigkat pedagang eceran. Hal ini disebabkan karena selain para pedagang eceran juga menonton televisi seperti orang lain, iklan televisi tersebut seolah-olah dibuat untuk mereka. Pedagang memahami bahwa sesuatu yang diiklankan di televisi, maka permintaan akan barang tersebut akan meningkat sehingga stok barang akan cepat terjual. Agen atau sub agen suatu produk kadang-kadang sulit untuk menjual atau menitipkan produk kepada pedagang eceran jika mereka tidak dapat member jaminan bahwa produk tersebut diiklankan di televisi. Beriklan di televisi bahkan menjadi keharusan jika produsen berhubungan dengan perusahaan supermarket yang mempunyai ratusan cabang. Peredaran barang harus berlangsung dengan cepat dan tidak ada yang lebih mampu mempercepat peredaran barang selain televisi.

5. Terkait dengan Media Iklan Lain
Tayangan iklan televisi mungkin saja mudah terlupakan begitu saja. Tapi kelemahan ini bisa diatasi dengan memadukannya denga media iklan lain. Jika konsumen memerlukan informasi lebih lanjut atau perlu dijabarkan lebih detail, iklan televisi bisa dipadukan dengan iklan di tabloid-tabloid minggua, khususnya tbloid yang mengulas acara-acara televisi. Iklan pendukung juga bisa demuat di surat kabar harian. Iklan surat kabar adalah rujukan atas iklan yang telah ditayangkan di televisi.

C. PERGESERAN NILAI DAN BUDAYA KONSUMERISME
1. PERGESERAN NILAI

Pada masa klasik tubuh perempuan yang indah selalu diidealisasikan sebagai tubuh yang gemuk dan berisi. Patung dan gambar-gambar perempuan telanjang termasuk visualisasi Dewi Venus lambang kecantikan seorang perempuan pada masa Yunani Klasik sampai masa Renaissance digambarkan memiliki lipatan lemak di pinggang, paha dll.

Ini disebabkan pada masa lalu perempuan dinilai dari kesuburannya sehingga perempuan yang berisi bahkan gemuk dianggap mewakili konsep ideal mengenai tubuh perempuan. Di komunitas masyarakat yang sangat mengagungkan kesuburan perempuan semakin gemuk perempuan maka ia akan dipandang semakin subur yang akhirnya dianggap sebagai bentuk ideal perempuan cantik. Di kalangan masyarakat Arab misalnya, secara tradisi masyarakat Arab terbagi dalam kabilah-kabilah yang seringkali saling berperang satu dengan lainnya. Karena itu kesuburan perempuan menjadi sangat penting karena kuatnya sebuah kabilah ditentukan oleh banyaknya jumlah anggotanya dan perempuan yang subur akan menentukan kejayaan kabilah itu di masa depan. Itulah sebabnya di kalangan masyarakat Arab bahkan sampai sekarang di tradisikan bahwa perempuan yang sudah menikah harus bertubuh gemuk bahkan gembrot, bila tidak maka akan dianggap mempermalukan nama keluarga.

Beauty Inside, masihkah stigma ini dijunjung banyak perempuan? Apalagi dengan semakin berkembangnya teknologi yang masuk. Arus informasi yang berkembang lewat media massa seperti televisi, telah menyeret banyak perempuan ke dalam pemaknaan yang lain dari kecantikan, yaitu Beauty Outside. Perempuan selalu identik dengan upaya untuk terus mempercantik dirinya. Bisa dihitung lewat iklan di televisi dalam 1 jam ada berapa banyak iklan yang menunjukkan produk-produk yang menunjang kecantikan perempuan. Apalagi dengan penggunaan model-model iklan yang berukuran tubuh khas ras kaukasoid (tubuh ramping menjulang tinggi, kaki mulus, hidung mancung, kulit putih bersih, dll), semakin menyeret perempuan untuk memaknai kecantikan lebih dari sekedar kecantikan dari dalam (inner beauty).

Tidak ada perempuan yang tidak ingin terlihat cantik, bahkan perempuan-perempuan yang sudah berusia paruh baya. Dan kapitalisme melihat peluang ini, lewat banyak produk-produk kecantikan yang menawarkan “keawetmudaan” bagi perempuan-perempuan paruh baya. Dan bagi, perempuan-perempuan muda, ditawarkan berbagai produk kecantikan yang menawarkan pemutihan kulit, pelangsing tubuh, pewarna rambut, dsb.

Perempuan semakin terjebak pada konsumerisme yang berlebih setiap harinya. Mulai dari produk pembersih wajah sampai obat pelangsing tubuh. Kapitalisme nampaknya memanjakan perempuan sebagai seorang ratu yang mampu mengubah dirinya lewat produk-produk kecantikan. Hampir sebagian besar produk-produk kecantikan itu datang dari negara-negara seperti Cina, Jepang, Eropa, Amerika, dll. Mereka memperkuat industri kecantikan lewat pembangunan MLM dan MNC di Indonesia.

Pola konsumerisme yang tinggi pada kebutuhan produk kecantikan dilihat sebagai peluang bisnis segelintir orang yang mencoba mengambil keuntungan dengan memasulkan berbagai produk kecantikan. Mulai dari merk kosmetik, pakaian, tas, sepatu, dan lain-lain. Dan perempuan sebagai objek, tanpa disadari telah dieksploitasi oleh kapitalisme. Kapitalisme mengeksploitasi perempuan, dan perempuan mengeksploitasi diri untuk mencapai “kecantikan” yang sempurna (nalar instrumental). Dan pada akhirnya perempuan terjebak pada ketergantungan untuk mengeksploitasi diri lewat pemakaian produk-produk kecantikan.

Dari hal ini bisa dilihat, bahwa kata “cantik” yang disebarkan oleh kapitalisme lewat produk kecantikan telah memanipulasi banyak pikiran perempuan tentang diri mereka. Mereka berupaya memenuhi kriteria “cantik” yang ditayangkan oleh media, lewat penggunaan produk kecantikan. Upaya mempercantik diri, jika dilihat memang merupakan salah satu bentuk nalar instrumental. Di mana eksploitasi atas diri perempuan dilakukan untuk mencapai kecantikan. Dan pada akhirnya tidak sedikit nalar instrumental telah membawa masalah baru bagi perempuan.

Masalah yang muncul dari upaya perempuan untuk mempercantik diri, misalnya anorexia akibat diet yang ketat untuk melangsingkan tubuh, kanker kulit akibat penggunaan kosmetik yang tidak aman bagi kulit, kerusakan jaringan kulit akibat suntikan silikon cair, bahkan kematian akibat operasi bagian tubuh agar menjadi lebih proposional dan menarik. Pikiran milik manusia pada akhirnya menjadi senjata pembunuh bagi diri manusia sendiri. Nalar instrumental seperti kita ketahui, memisahkan antara nilai dan fakta. Ilmu pengetahuan telah memberikan kemajuan dalam industri kimia untuk produk kecantikan; namun bukan menjadi masalah bagi ilmu pengetahuan apakah produk itu menolong ataukah membunuh manusia secara perlahan. Dalam hal kecantikan, bedah plastik memang suatu temuan dalam dunia kesehatan dan kecantikan, namun tidak jarang pada akhirnya mendorong seseorang menjadi “pecandu bedah plastik”. Suatu penyakit psikis, dimana seseorang merasa bahagia jika melakukan bedah plastik, oleh karena itu seseorang dengan kelainan seperti ini akan berupaya terus menerus melakukan bedah plastik dan sulit untuk merasa puas atas bedah plastik yang telah dilakukan. Seperti yang pernah ditampilan dalam acara Oprah Winfrey, di Metro TV.

Ketergantungan berlebih yang dialami sejumlah perempuan terhadap produk-produk kosmetik telah menghasilkan suatu kepribadian yang narsistik yang lemah, yang digerogoti oleh kecemasan dan pencarian model-model yang kuat untuk beridentifikasi (Ian Craib;1992) . Maka tidak heran jika banyak perempuan berupaya mengidentifikasi diri dengan model-model produk kecantikan atau publik figure yang lainnya. Jika benar bahwa “merasa bahagia merupakan kosmetik terbaik bagi hidup”, bagaimana para perempuan bisa tenang merasa bahagia jika stigma cantik bukan lagi beauty inside? Apalagi iklan-iklan yang ada di televisi menampilkan ikon kecantikan lewat paras kaukasoid atau indo dengan tubuh yang proposional. Jika sebagian perempuan bisa menjawab bahwa mereka bisa bahagia dengan yang mereka miliki, yang lainnya akan menjawab bahwa mereka masih ingin lebih dari yang sekarang mereka miliki.

Bagaimana perempuan melihat dan menilai tubuhnya akan sangat berkaitan dengan bagaimana lingkungan sosial dan budaya yang ada di luar dirinya menilai perempuan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak perempuan akan selalu berusaha untuk menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan apa yang dikatakan oleh sosial dan budaya masyarakat di sekitarnya tentang konsep kecantikan. Apalagi makna kecantikan yang ada dalam masyarakat telah dikuasai oleh media dan iklan. Hal ini telah mempersempit pengertian cantik, yang lebih diartikan sebagai bentuk fisik.

Banyak iklan yang memperlihatkan produk kecantikan sebagai perlambang kecantikan yang alami. Pada awalnya mungkin tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut (kecantikan alami dan produk kecantikan). Namun akibat seringnya dua hal tersebut disandingkan, maka menimbulkan makna baru bahwa produk kecantikan yang diperlihatkan merupakan representasi dari kecantikan alami. Fenomena yang terjadi pada kebanyakan kaum perempuan ini menunjukkan bahwa makna yang sebelumnya tidak ada dapat diciptakan atau terbentuk dan kemudian dapat benar-benar dipercaya ada. Seperti yang Baudrillard katakan bahwa saat ini banyak tercipta apa yang disebut simulasi (simulacra), ruang pemaknaan dimana tanda-tanda saling terkait tanpa harus memiliki tautan logis.

2. BUDAYA KONSUMERISME

Konsumerisme adalah paham atau aliran atau ideologi dimana seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Bisa juga disebut konsumtif dan gampangnya lagi apabila konsumtif tersebut dijadikan sebagai gaya hidup. Dan parahnya, konsumerisme cenderung mewabah di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia.

Masih ingat dengan tontonan reality show uang kaget? Dalam acara itu presenter menemui seseorang yang dinyatakan sebagai orang yang kesulitan ekonomi-keuangan atau dengan kata lain orang yang tidak mampu secara ekonomi-keuangan. Setelah melakukan wawancara seperlunya lalu presenter memberikan uang yang bagi mereka (orang yang ditemui) merupakan jumlah uang yang “sangat banyak”. Jumlah uang diberikan kepada mereka memang jumlah besar yaitu Rp. 10.000.000,00.(sepuluh juta rupiah). Presenter memberikan tugas kepada mereka yang menerima uang tersebut untuk membelanjakan secara langsung dengan batas waktu untuk “menghabiskan” jumlah uang tersebut selama 30 menit.

Kemudian acara selanjutnya mereka yang menerima uang Rp. 10.000.000,00 “dadakan” tersebut lalu lari-lari ke toko atau super market atau ke mall dan sebagainya untuk membelanjakan dan menghabiskan jumlah uang tersebut. Bisa kita lihat yang mereka beli adalah barang-barang yang menurut pandangan mereka adalah barang-barang yang “mewah” misalnya kulkas, televisi, radio, tape-corder, kompor gas, bahan, alat-alat masak dan makanan-makanan (supermi dan sejenisnya, snack dan sebagainya). Pembelian–pembelian tersebut begitu meriahnya, tanpa disadari pentingnya setelah mereka membeli.

Saat melakukan pembelian barang-barang tersebut memang tidak akan menjadi beban yang bersangkutan manakala yang dibeli adalah bahan-bahan makanan/ minuman atau alat-alat masak yang tidak elektromik. Akan tetapi ternyata mereka sekarang membeli peralatan dan barang-barang yang tidak primer dan yang elektronik (Kulkas, TV misalnya), tidak terpikirkan bahwa setelah membeli dan memiliki akan mengandung biaya. Biaya yang ditanggung secara harian atau bulanan adalah biaya listrik, sementara barang-barang tersebut kurang produktif untuk bisa menghasilkan uang secara harian atau bulanan. Pembelian tersebut sekedar menghabiskan uang “dadakan” yang tidak diperhitungkan beban selanjutnya setelah memiliki barang-barang tersebut. Inilah yang dikatakan sebagai bukti bahwa masyarakat kita sangat konsumerisme. Tanpa disadari dengan mendapatkan hadiah mendadak mereka memiliki barang-barang yang kurang produktif dan justru akan menjadi beban harian atau bulanan, yang berarti tidak menolong kehidupan sehari-hari, akan tetapi kebalikannya yaitu memberi beban biaya harian atau bulanan mereka.

Kita harus sadar bagaimana kita harus memilih manakala kita memperoleh dana atau uang yang berlebih. Kepada kita semua hendaknya secara sadar harus melakukan perubahan paradigma. Bagaimana kita membiasakan diri untuk berpikir “berinvestasi”. Berinvestasi secara sederhana adalah dengan menabung, membeli barang-barang yang tahan lama yang dikemudian dapat dijual dengan harga yang stabil (misalnya emas), atau kita membeli surat-surat berharga (misal saham) dan sebagainya. Mengambil contoh sederhana, yaitu manakala mereka yang memperoleh “Uang Kaget” dari presenter tersebut memiliki kebiasaan berfikir “investasi” dan bukan pandangan konsumerisme akan sangat baik jika uang tersebut dibelikan barang berharga misalnya emas. Dengan memiliki emas, tidak mengandung beban biaya yang harus dikeluarkan setelah pembelian. Dengan memiliki emas, manakala suatu saat setelah pembelian diperlukan uang tunai maka dapat dijual kembali dengan perubahan harga yang relatif stabil. Coba kita bandingkan dengan jika mereka membeli TV, yang memunculkan biaya baru setelah pembelian dan manakala dijual harganya turun yang drastis.

Sebagaimana diketahui, konsumsi barang oleh konsumen secara normal mempunyai batas tertentu. Tidak saja terbatas pada aspek pemakaian produk, namun juga terbatas pada kemampuan daya beli dengan berbagai alasan. Untuk mengenyangkan perut yang kelaparan misalnya, seseorang mungkin cukup mengkonsumsi 1 atau dua mie instant dalam satu porsinya. Mengkonsumsi lebih dari jumlah tersebut perut tidak dapat lagi menampung. Kalau dipaksakan, perut malah akan menjadi sakit. Namun dengan demand management, konsumen dibujuk untuk membeli lebih dari biasanya, dengan alasan untuk stok persediaan di rumah, kesempatan mengikuti undian dengan mengirimkan bungkus sebanyak-banyaknya, dan sebagainya. Upaya untuk meningkatkan konsumsi secara massal melalui pubikasi media massa dalam bentuk iklan. Iklan merupakan informasi yang memberikan berita yang up to date kepada konsumen mengenai produk yang bertujuan menjaga tingkat produksi. Iklan pada dasarnya bersifat membujuk pemirsa dengan berbagai iming-iming citraan yang ujung-ujungnya mendorong munculnya hasrat untuk membeli.

Melalui industri periklanan, dikembangkan cara-cara untuk menciptakan dan mendorong konsumsi sebagai bagian dari gaya hidup dalam masyarakat. Iklan digunakan untuk menciptakan kekurangan-kekurangan baru dalam diri konsumen sehingga tergerak untuk berusaha menutupinya dengan mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Iklan merepresentasikan mimpi buruk sekaligus menyenangkan. Iklan menciptakan hasrat dalam diri konsumen dan menawarkan produk sebagai jawabannya. Iklan kemudian menggeser sikap tradisional seperti hemat, kedalam sikap hidup yang hedonis (mengedepankan kesenangan duniawi) yang mengutamakan belanja. Iklan memberikan rasionalisasi kepada konsumen untuk tidak sayang mengeluaran uang sebanyak-banyaknya. Untuk menjalankan tugas tersebut, iklan telah dipikirkan sedemikian rupa sehingga menggunakan pendekatan rasional psikologis dalam ilmu yang lebih modern. Iklan kemudian menggeser dari captain of industry menjadi captain of consciusness, melalui citra yang dibangunnya. Disebut captain of conciusness karena iklan menumbuhkan kesadaran-kesadaran baru bahwa orang membutuhkan produk-produk baru dengan merek tertentu. Dalam benak konsumen terbangun kesadaran baru bahwa ia memiliki sejumlah kekurangan yang perlu dipenuhi dengan mengkonsumsi atau menggunakan produk tertentu.

Lihat saja trend kecantikan perempuan yang dikonstruksi melalui iklan saat ini. Perempuan didorong untuk tumbuh kesadarannya bahwa ia tidak dikatakan cantik bila tidak memiliki tubuh yang langsing, atau wajah yang putih bersih. Oleh karena itu ia perlu menggunakan produk-produk kecantikan, kapsul pelangsing tubuh, menggunakan krim pembesar payudara maupun krim pemutih wajah. Bila tubuh sudah langsing, payudara sudah indah, dan kulit putih, produsen lain mendikte standar kecantikan perempuan dengan mengemukakan kekurangan-kekurangan baru yang ditanamkan dibenak perempuan seolah mengatakan: “kondisi fisik yang anda miliki sekarang tidak hanya cukup seperti itu !!! wajah tidak hanya putih, namun juga bersinar”. Bila sudah putih bersinar, produk lain akan berkata: “wajah putih bersinar tidak cukup, ia perlu putih bersinar, kenyal dan sehat”.

Pendiktean yang dilakukan oleh produsen melalui iklan terjadi secara terus menerus dengan mengemukakan “kekurangan-kekurangan baru” yang harus ditutupi atau diatasi oleh perempuan dengan cara membeli produk yang diiklankan. Mungkin uraian diatas membuat kita tersentak, bahwa selama ini ternyata iklan telah mendikte kesadaran kita baik secara individu maupun kolektif. Iklan bahkan mendorong kita untuk membeli produk yang mungkin sebenarnya tidak kita perlukan, atau mempersuasi untuk mengkonsumsi produk secara berlebihan. Atau dengan kata lain, iklan memunculkan sikap konsumerisme8 pada diri kita.

D. KESIMPULAN

Dalam ilmu komunikasi kita kenal model hypodermic needle yang mengasumsikan bahwa khalayak bersifat pasif yang dapat dengan mudah diterpa dan dipengaruhi oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator (dalam hal ini: tayangan televisi). Teori jarum hipodermik ini melihat bahwa pemberitaan yang dilakukan televisi diibaratkan obat yang akan disuntikan kedalam pembuluh darah khalayak, kemudian dari suntikan tersebut diharapkan natinya audience atau khalayak akan bereaksi sebagaimana yang diharapkan. Teori ini diasumsikan bahwa pesan informasi dikondisikan oleh media yang kemudian disebarluaskan secara sistematis dalam skala yang luas sehingga, pesan-pesan tadi dapat diterima oleh individu secara massif. Perlu diingat bahwa, pesan-pesan tersebut tidak diberikan pada individu per individu tetapi ditujukan kepada khalayak yang luas. Kemudian sejumlah besar individu tersebut akan memberikan tanggapan terhadap informasi tadi.

Iklan yang ada di televisi memiliki beberapa aspek yang sempurna untuk mempengaruhi khalayak agar mengikuti ideologi yang ditanamkan oleh iklan, dalam hal ini iklan produk kecantikan. Iklan inilah yang pada akhirnya merubah paradigma masyarakat tentang konsep kecantikan dan membuat perempuan-perempuan mengejar kecantikan yang ditawarkan oleh iklan produk. Pada akhirnya, ideologi ini membudaya dan membentuk masyarakat Indonesia berperilaku konsumerisme, yaitu suatu perilaku dimana seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.