The opposite of love is not hate, it's
indifference.
The opposite of art is not ugliness, it's indifference.
The opposite of faith is not heresy, it's indifference.
And the opposite of life is not death, it's indifference.(Oct. 1986)- Elie Wiesel
Cinta membawa kepada kebahagiaan. Bahagia bisa bermakna rasa sakit
yang luar biasa yang rela ditempuh oleh para pecinta demi kekasihnya. Jika
kekasihnya adalah dunia fana, perempuan, harta, kedudukan, maka keduniawianlah
yang akan dicapainya. Sedang cinta hakiki adalah mencintai pemilik segala
kehidupan, sang Khaliq al Adzim, Allah Azza wa Jalla. Betapa indahnya jika kita
mampu mencintai seluruh makhluknya demi cinta kita kepada Allah.
Dalam hemat saya, kita mencintai seorang perempuan ataupun laki-laki
lalu tergila-gila kepadanya, rela menjalani kehidupan yang paling buruk
disisinya, dan semua itu berlandaskan cinta kepada Allah, maka sahlah cinta itu.
Tersebab keagungan akhlak kekasih, semata-mata karena agama teguh sang kekasih.
Maka barangsiapa mencintai dan membenci karena Allah, sungguh sempurnanyalah
iman mereka. Allah maha tahu, jika kita membohongi diri kita sendiri denga
sejuta tipu daya, sesungguhnya Allah tidak akan pernah tertipu. Bahkan, tipu
daya Allah kepada diri kita akan sedemikian besar jika kita berani menipu jiwa
kita sendiri.
”Man ahabba lillahi, wa abghadha lillahi, wa a’thaa lillahi, wa
mana’a lillaahi, faqadistakmalal iimaana.”“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah,
memberi karena Allah, dan menolak karena Allah, maka ia benar-benar telah
menyempurnakan iman.”
Kehidupan di dunia ini terdiri dari banyak cahaya yang akan membuka
mata kita menuju cinta ilahiyah. Sayangnya, bayak sekali cahaya samar-samar
dari seberang jalan yang lebih kita pilih, saya tidak akan membahas setan dan
sejenisnya, tapi saya membahas apa yang ada dalam diri kita sendiri.
Ketidakpedulian merupakan ancaman terbesar dalam kehidupan yang kita jalani.
Cinta tidak pernah menimbulkan ketidakpedulian. Cinta menumbuhkan pengertian
yang dalam, begitu pula keindahan dunia ini merupakan pantulan keindahan sejati
–Tuhan. Jika kita tidak mampu merasakan keindahan tersebut, maka betapa tidak
pedulinya kita dengan Allah.
Kita hidup, kita merasakan cinta, kita merasakan keindahan, kita
juga merasakan nikmatnya iman terhadap Allah, namun mengapa orang-orang semakin
terpuruk? Sungguh, kita telah meninggalkan apa yang Nabi Muhammad katakan, “al muslimu alal muslim kal jasadil waahid”,
sesama kita adalah bagaikan satu tubuh. Betapa agungnya yang telah di sabdakan
oleh Rasul kita tersebut. Namun kenyataannya, kita lebih bayak cuek dan tidakpeduli terhadap nasib saudara-saudara kita.
Maka terbersit ingatan kepada Palestina, dimana umat Islam berjuang
mati-matian melawan tank-tank Israel yang berkeliaran setiap malam. Tangisan
umat Islam setiap saat terdengar disana, dan kita sebagai umat Islam di
Indonesia yang merasakan keamanan 24 jam, sungguh sombong dan berdosa jika kita
tidak pernah memikirkan bagaimana keadaan saudara kita yang berada disana.
Cinta kita yang besar harus diarahkan kepada obyek yang besar pula, tidak pada
hal remeh seperti mabuk kepayang kepada seorang laki-laki gagah ataupun
perempuan jelita.
Ada banyak keindahan di dunia ini, ada banyak keimanan terhadap
Allah, ada banyak cinta yang kita rasakan, namun ada lebih banyak lagi
ketidakpedulian yang bersanding disekeliling kita. Mari kita melihat dijalan-jalan,
bagaimana pengendara sepeda motor menerobos apapun yang menghambat
perjalanannya. Mereka seakan-akan tidak percaya bahwa sesudah hidup ada alam
barzah yang akan mempertanggungjawabkan seluruh amal ibadahnya selama di dunia.
Kita juga memiliki jutaan perokok yang menyebarkan penyakit kepada wanita dan
anak-anak disetiap tempat umum. Undang-undang tidak pernah mereka kenal karena
pihak berwenang juga tidak tegas dalam menyikapi undang-undang tersebut. Asap
motor mengepul di jalanan, asap rokok mengepul diseluruh penjuru Indonesia. Betapa
tidak pedulinya orang-orang ini. Semoga anda tidak salah satu dari mereka.
Sebuah berita tersebar cepat di internet mengenai seorang pemulung
di Jakarta yang membopong anaknya yang telah meninggal untuk dimakamkan di
pemakaman umum Kampung Kramat. Ia tidak mampu membayar ambulan guna mengantarkan
anaknya untuk yang terakhir kali tersebut. ia menggendong anaknya berbungkus
sarung kumal karena tidak bisa membeli kain kafan, dinaikkan kereta api listrik
dari Jakarta ke Bogor. Tapi ditengah perjalanan, karena geger penumpang kereta,
ia lalu diturunkan dan dibawa ke polisi. Lalu anaknya di visum di RSCM untuk mengetahui
apakah anaknya korban kekerasan atau tidak. Sebelum kematiannya, ayahnya hanya
bisa membawa gadis kecilnya itu ke puskesmas satu kali. Meskipun dengan biaya
Rp 4000 rupiah, ia tidak mampu. Mari kita lihat kondisi kita. Sebagai apapun,
kita lebih kaya darinya, terutama mahasiswa yang menghabiskan satu kali makan
di warung Rp 4000-Rp 10.000. Maka sungguh biadabnya jika kita tidak bersyukur.
Yang terakhir, lawan dari kehidupan sesungguhnya adalah
ketidakpedulian. Jika kita menginginkan kehidupan yang benar-benar sempurna,
maka kita harus peduli. Islam adalah agama yang paling peduli, ajaran-ajarannya
menembus batas kemanusiaan yang agung. Puasa yang dijadikan rukun islam
merupakan cara yang harus ditempuh oleh umat islam untuk merasakan penderitaan kaum
papa yang kekurangan makanan. Sedangkan zakat adalah realisasi jelas dari
adanya kesadaran peduli terhadap kaum fakir miskin. Sungguh, jika kita mengaku
beriman kepada Allah, maka hendaklah kita peduli terhadap nasib orang-orang
disekliling kita dengan cara-cara yang telah ditetapkan Allah Azza Wa Jalla.
Subhanallah.
14 Februari 2012
Comments
Post a Comment
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.