Skip to main content

Tahun Baru, Demi Sebuah Resolusi


Tidak ada basa-basi lagi untuk menyambut tahun baru 2013. Sudahkah pembaca menentukan resolusi pada tahun tersebut? Jika sudah, maka wajib membaca catatan ini, jika belum , pembaca juga wajib membaca catatan ini. Mengapa demikian, karena kita sama-sama tidak memahami bagaimana kondisi diri kita yang berada di tengah selebrasi imaji yang menggegamgempitakan seluruh sendi peradaban. Di berbagai kota dan desa, agama, suku, dan golongan, semua merayakan tahun baru. Ini tidak seperti status salah satu teman facebook saya; Atria Dewi Sartika, ya ini cuma ganti kalender baru kok, dia hanya penanda waktu yang berlalu, tak perlu membuat perayaan yang terlalu.

Memang benar, tahun baru hanyalah bulan-bulanan kita akan sebuah waktu. Ini sepintas permainan. tapi tidak tahukah kita bahwa permainan yang kita anggap ‘hanya sebuah waktu yang berlalu’ ini adalah sebuah ‘garis start’ menuju resolusi yang hendak kita luluskan? Kita tidak pernah menyangka bahwa tahun baru menjadi begitu penting, bahkan untuk sebuah tujuan dan cita-cita hidup, tahun baru menjadi tonggak yang hendak menuliskan sejarahnya.

Resolusi; Mimpi.

Tahun baru, ya, kita akan membicarakan tentang resolusi. Sudahkan anda bisa menjawab pertanyaan di atas? Tidak hanya tahun baru yang membuat kita beresolusi, bahkan ketika ketika kita menerima suatu permasalahan, atau ketika kita sedang menonton Mario Teguh Golden Ways, kita akan dengan sepenuh hati tersadar bahwa cita-cita kita masih banyak; lalu mulailah kita membuat resolusi. Ingin menjadi manager di sebuah perusahaan, ingin mendapakan beasiswa kuliah ke luar negeri, ingin segera menikah, dan ingin-ingin yang lain.

Lalu apakah resolusi itu? Kamus tidak bisa mendefinisikan secara tepat bagaimana resolusi telah berkembang menjadi sesuatu yang besar. Sekarang resolusi bukan hanya sekedar pernyataan tertulis dari sekelompok orang yang berkesepakatan, tapi resolusi telah berubah makna menjadi mimpi dan tujuan seseorang yang bersungguh-sungguh. Sehingga jika anda memiliki keinginan yang biasa saja, kurang kuat, dan anda berkata “yah,. Kalau yang ini boleh berhasil boleh tidak!” maka itu hanyalah sekedar keinginan belaka, belum menjadi resolusi pembaca yang akan dikejar sampai tidak ada lagi kata untuk gagal.

Sekarang kita masuk ke inti permasalahan. Ini menarik karena saya baru saja melihat program televisi yang menayangkan tentang resolusi, dan sejenak membuat saya tersadar betapa resolusi yang kita buat telah salah sasaran. Kita membayangkan sebuah dunia menjadi lebih baik ketika kita menjadi manager sebuah perusahaan. Dunia menjadi lebih berbahagia ketika kita mendapat gaji 15juta perbulan. Dan dunia serasa menjadi lebih menyenangkan ketika kita bisa menikah dengan lelaki/cewek idaman. Apakah seperti itu? Apakah itu benar-benar sebuah resolusi untuk mengantarkan kita, umat beragama, kepada kebahagiaan?

Namun itu bukan urusan saya memang, saya tidak berniat turut campur tentang resolusi yang telah pembaca buat. Namun dari kemarin, suatu hal yang membuat saya terus menerus cemas adalah, ketika teman-teman dekat saya dulu, saling membicarakan tentang keberhasilan teman yang lain yang meliputi : mendapatkan gaji besar, lulus lebih cepat, menikah, dan jalan-jalan keliling indonesia. Terus terang saya menjadi sedih mengingat kebahagiaan yang dicita-citakan oleh mereka menjadi sedemikian miris. Dan kejadian ini terus berulang kepada orang lain dengan tingkat pendidikan yang beragam. Rasa-rasanya, saya sendiri meragukan apakah saya akan bahagia jika ukuran yang digunakan adalah ukuran-ukuran seperti itu?

Seorang pebisnis MLM bertanya kepada Alex (Motivator –namun saya lupa nama lengkapnya) bagaimana caranya membuat resolusi besar ditahun 2013 dengan bisnisnya tersebut. Motivator tersebut memberikan jawaban diluar panalaran saya waktu itu. Dia menjawab “sejenak mari kita lupakan bisnis bapak. Sekarang yang ingin saya tanyakan kepada bapak adalah, kapan terakhir kali bapak mendapatkan ucapan terimakasih dari teman-teman bapak? Kapan terakhir kali bapak berkumpul bersama orang-orang dan mereka semua menerima semua yang bapak lakukan, mereka bahagia bersama bapak, dan mereka akan rindu jika bapak tidak ada bersama mereka?”

Terus terang, saya sebagai penonton, tidak bisa menjawabnya secepat waktu yang hilang. Saya pernah mengalami itu, tapi saya masih meragukannya. Jadi apakah selama hidup ini aku perna tulus untuk bergaul dengan orang-orang? Berteman tanpa tendensi? “Ketulusan adalah kebahagiaan terdalam” katanya lebih lanjut. “Lakukan semua itu dengan tulus, maka secara tidak langsung bapak akan mendapatkan teman yang banyak. Setelah itu, lakukanlah bisnis anda dan semoga beruntung”. Saya tidak mampu berkata apa-apa jika sudah berhadapan dengan kebahagiaan yang hakiki model begini. Karena bagaimanapun saya mencari, saya masih belum mencapai kebahagiaan itu setitikpun.

Agar Resolusi Berhasil

Jika pembaca sudah memahami bagaiman sebuah ketulusan membuat dunia lebih bahagia, maka sekarang kita harus mengetahui bagaimana sebuah resolusi bisa berhasil. Dan semua ini harus dimulai oleh sebuah kalimat sederhana “tidak ada keberhasilan tanpa usaha”. Benar, namun jika kita hanya berhenti membaca itu sedemikian saja, maka betapa berat perjalanan yang hendak kita tuju. Saya hanya akan memberikan dua saran saja untuk memberhasilkan resolusi yang tengah kita buat.

Pertama, resolusi kita harus bersandar kepada sesuatu yang tidak mungkin tidak, mengharuskan kita untuk berhasil mencapainya. Hal pertama ini berkaitan erat dengan kekuatan niat dan kebesaran tujuan pembaca. Jika tidak disandarkan pada sesuatu yang besar, percayalah, resolusi anda akan terombang-ambing bahkan di danau yang beriak. Pernah baca buku Laskar Pelangi bukan? Ikal yang tidak pernah bisa mengalahkan Lintang, itu kemudian harus melihat bagaimana Lintang tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi karena ayahnya meninggal, dan Ikal harus menahan kesedihannya karena dia dan kedelapan temannya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Lintang karena mereka sama-sama miskin. Lalu kejadian itu membuat Ikal harus membuat sebuah resolusi, bahwa ia harus bisa melanjutkan semangat Lintang untuk kuliah ke Sorbonne Perancis –resolusi yang mustahil. Karena ikal sudah tertohok dengan kejadian itu, maka mau tidak mau ikal harus berhasil. Harus berhasil. Sandaran ini sedemikian kuatnya sehingga Ikal harus benar-benar mencapainya.

Lalu bagaimana jika resolusi ini anda sandarkan pada kekuatan yang lebih besar lagi? Ayah, ibu, dan tentu saja Tuhan? Maka pembaca sekali-kali tidak akan pernah tenang jika resolusi itu belum tercapai. Anda akan berjuang sampai titik nadir, sehingga resolusi anda berdiri gagah di dalam diri anda. Masih ingatkah dengan cerita-cerita seorang wanita tuna susila yang menginginkan agar anaknya menjadi orang yang bersih, tidak seperti dirinya? Mereka sebenarnya membuat resolusi yang tidak bisa ditolaknya, bahwa mereka harus berhasil. Maka anaknya di kurung di kamar kalau malam, di minta belajar mengaji dan alquran, sehingga nantinya anak-anaknya akan hidup benar dan tidak menjadi seperti dirinya. Ini adalah sebuah resolusi yang tidak disengaja, tapi keberhasilannya menjadi 90% karena didasarkan pada sesuatu yang besar, yang melebihi dirinya. Bisakan anda membuat resolusi yang tidak bisa anda tolelir kegagalannya?       

Kedua, ini adalah hal teknis yang sangat menunjang keberhasilan resolusi pembaca. Yaitu dengan memecahkan resolusi pembaca menjadi beberapa tahapan yang disertai waktu tercapainya dengan jelas. Jika niat sudah kuat tertanam, maka tahapan ini akan membantu pembaca mengira-ngira kapan dan bagaimana resolusi itu akan benar-benar tercapai. Ya ampun, tangan saya sudah sekarat untuk mengetik lagi. Tapi tidak apa-apa, saya akan melanjutkan mengetik sedikit lagi. Silahkan pembaca membuat resolusi itu sebesar-besarnya, sebanyak yang pembaca mau, namun ingat banyak dan kebanyakan itu sesuatu yang berbeda. Jangan sampai membuat resolusi anda kebanyakan sehingga anda akan kebingungan resolusi mana yang akan di dahulukan. Satu lagi, jangan kaku untuk mencapai resolusi ini. Fokuslah pada hasilnya, bukan pada pekerjaannya.

Jika anda berharap memiliki gaji tinggi dengan menjadi vice president perusahaan karena anda ingin membeli rumah untuk istri, maka jika suatu ketika anda sudah mendapatkan rumah tapi belum menjadi vice president, berarti sebenarnya anda telah berhasil mencapai resolusi tersebut. Jadi, fokuslah pada hasilnya, bukan pada pekerjaannya. Ada saatnya anda melepaskan sebuah resolusi karena ada hal lain yang lebih besar yang harus anda lakukan, yang harus anda korbankan, sehingga resolusi anda tidak berjalan sesuai rencana. Jika terjadi yang seperti ini, milikilah semangatnya, untuk menghasilkan sesuatu yang lain. Milikilah semangatnya untuk resolusi yang lain.

Demikian tulisan ini ditutup.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.