Skip to main content

Media Massa dan Opini Publik

“Anda sedang memasuki Abad Informasi, dan inilah satu-satunya jalan yang akan merubah hidup anda sepanjang masa. Mulailah hari ini, bergerak dan ikuti arah hidup anda yang paling benar dengan Tiensi International”

Diatas adalah iklan yang sangat memukau. Bagaimana sebuah produk multilever marketing dijadikan standar kebenaran untuk sebuah kemajuan di abad informasi ini. Tidaklah salah mereka menggunakan klaim seperti itu, tidak ada yang salah dan benar dalam media. Semuanya bisa di manipulasi dengan menciptakan realitas-realitas yang sama sekali terputus dengan realitas sebenarnya, istilah yang tepat adalah skizofernia. Berkali-kali kita mendengar bahwa ini adalah abad media, atau abad informasi. Media menjadi hal yang sangat penting sehingga kemudian muncul ungkapan siapa yang menguasai media maka dia adalah pemenang, apapun, politik, bisnis, bahkan untuk penggalangan dana sosial. Media menyediakan informasi yang tiada habisnya untuk dkonsumsi, media menjadi pengatur kehidupan, setiap pakaian kita, setiap langkah kita, bahkan kita tidak tahu bahwa apa yang didepan kita adalah semua yang telah ditayangkan oleh media.

Semua kalangan masyarakat kini bisa dijamah oleh media massa, mulai radio, surat kabar lokal, sampai internet memiliki pangsa pasar yang berbeda dan menyeluruh pada lapisan masyarakat. Media massa memiliki kemampuan untuk memberitahukan kepada masyarakat atau khalayak tentang isu-isu tertentu yang dianggap penting. Ketika sebuah peristiwa tidak pernah diberitakan oleh media massa, maka sebesar apapun peristiwa tersebut dan seesensial apapun tidak akan dikenal oleh masyarakat luas, maka itu berarti juga tidak akan bisa menjadi opini publik.

Tentunya masih ingat teori yang digagas oleh Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw tentang Agenda Setting. Sebuah teori yang bila kita cermati, kadang membuat kita sadar diri tentang pengaruh media yang sangat luar biasa ini. Teori agenda setting merupakan salah satu teori tentang proses dampak media atau efek komunikasi massa terhadap masyarakat dan budaya. Jadi media massa tidak hanya memiliki kemampuan sekedar memberitahukan/menginformasikan tentang suatu peristiwa, namun juga menekankan suatu peristiwa itu sehingga akan dianggap penting atau tidak oleh masyarakat. Gampang saja, dengan sering memblow up peristiwa tersebut secara massif dan berulang-ulang/redundan maka peristiwa tersebut dengan sendirinya akan dianggap penting oleh khalayak. Lebih jelasnya, teori ini berbunyi “media massa, dengan memperhatikan pada beberapa isu tertentu dan mengabaikan lainnya, akan mempengaruhi opini public. 

Orang cenderung mengetahui tentang hal-hal yang disajikan oleh media massa dan menerima susunan prioritas yang ditetapkan media massa terhadap berbagai isu tersebut”. Saya ulangi, jadi teori ini membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan begitu pula sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media massa akan dilupakan oleh khalayak.

Jadi sangat mungkin kita duduk disini dan mempelajari abjad mulai a-z adalah perintah dan pengartian kita dari sebuah pesan media massa. Ketika kita pergi ke toko hendak membeli sabun, maka yang pertama kali keluar gambaran tentang sabun adalah apa yang sering di iklankan oleh televisi. Apakah kita sadar? Bahkan bisa jadi kitalah yang dijalankan oleh sebuah media, bukan kita yang menjalankan media. Ironis.

Istilah lain untuk ini adalah hiperrealitas sebuah media. Secara gamblang Hiperrealitas berarti kecenderungan membesarkan satu fakta dan menyembunyikan fakta yang lain. Media mampu menyembunyikan realitas yang ada dan mengadakan sesuatu yang tidak nyata. Bukan masalah film horor, tapi ketika kemarin kita melihat tayangan langsung disalah satu stasiun televisi pidato Abu Rizal Bakrie dalam rangka Ulang Tahu Parta GOLKAR yang ke-45, yang memberikan pujian dan sekaligus penghargaan Adi Luhur kepada almarhum Soeharto, dan kemudian disusul oleh seluruh stasiun televisi yang menayangkannya, dan media cetak keesokan paginya, tentu ini namanya menghidupkan soeharto yang sudah mati. Sedangkan kita tahu bahw pelik permasalahan Korupsi dan KPK belum selesai. Maka sejenak media mengalihkan perhatian kita tanpa sadar.

Hal lain yang membuat media sebagai raja yang bisa mengoperasikan jalannya opini publik adalah kemampuannya untuk menyedot perhatian rakyat kecil (grass root) agar seolah-olah ikut merasakan, ikut merasa penting, dan seolah-olah dilibatkan dalam suatu peristiwa atau kejadian. Disini media tidak hanya mencetak agenda setting masyarakat tapi juga ikut menetapkan penting tidaknya suatu peristiwa, ikut menentukan hal apa yang harus ditonton dan yang tidak harus ditonton oleh masyarakat.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.