Skip to main content

Requiem Bagi Rocker



(Refleksi Mengenang Murtidjono, 21 April 2012 di Taman Budaya Jawa Tengah)

Konon, puisi ditulis atas nama seribu kata sedih. Karena itu juga, malam tanggal 21 April ini puisi kembali menemani, bahkan menjadi ikon kesedihan dalam mengenang seorang tokoh besar kebudayaan di jawa tengah, Murtidjono. Puisi yang dikuratori oleh seniman kondang Sosiawan Leak ini mewakili sebagian rakyat indonesia, baik yang pernah bertemu semangat dengan Murtidjono, yang mengenal beliau lewat cerita saja, yang mengetahui beliau lewat media sosial, maupun yang sama sekali tidak mengenal beliau. Puisi dirasa mampu mewakili kesedihan dan rasa kehilangan yang demikian besar dari seluruh budayawan yang pernah terlibat sejarah dengan Murtidjono. Kumpulan puisi ini kemudian diberi judul “Requiem Bagi Rocker”.

Disepakati ataupun tidak, puisi memang menjadi salah satu karya besar yang mampu dihasilkan oleh peradaban. Dengan tiga lima bait kalimat ganjil, seluruh tangisan yang pernah dikenal manusia bisa terwakili. Di buku kumpulan puisi “Requiem Bagi Rocker” inilah tangisan diolah, kesedihan dididihkan, serta kenangan gamang didedahkan. Bukan untuk menjadi raungan tanpa akhir, tidak pula untuk mengerang kesakitan serta ketidakterimaan, tapi ini adalah sebuah proses kontemplasi dari perjalanan seseorang yang mengabdikan kehidupannya demi memperjuangkan kehidupan seni dan budaya. Disinilah juga akhirnya timbul bahwa seniman besar selalu berdarah-darah, dalam bahasa yang lain, berbunuh-bunuhan dengan dirinya sendiri.

Murtidjono memang bukan sosok yang bisa disamakan dengan penyair-penyair tua sekelasnya. Dia bukan penulis puisi intens, dia juga bukan penyair masyhur, namun kehadirannya mampu menghidupi nafas kesusastraan Indonesia. Terhitung dalam kumpulan puisi ini ada sekitar 120 penyair yang ikut meramaikan kenangan dalam bentuk puisi dan dua esai yang diletakkan diakhir buku. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa 120 orang tersebut, meskipun ada beberapa yang tidak pernah bersinggungan sama sekali, sedikit banyak ikut terbuka perjalanannya karena hadirnya Murtidjono.

Ini tidak lain karena keahlian Murtidjono dalam memimpin sebuah sistem kekuasaan. Sementara orang-orang berteriak bahwa seniman dan budayawan harus keluar dari kekuasaan dan menjauhi pemegang modal, Murtidjono dengan luar biasa malah memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di Jawa tengah, yaitu sebagai Ketua Taman Budaya Jawa Tengah. Beliau menjadikan kekuasaan dan sistem sebagai alat. Ideologinya tetap mengarah dalam penjagaan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan meruwat desa (sawah, kerbau, bajak, petani, gunung, air, gunung, dan tanah) dalam setiap puisi-puisinya.

Dari sini kemudian, dengan sangat bijaksana, Leak membuat posisi Murtidjono sebagai milik publik. Dapat dipahami bahwa seseorang yang telah membesarkan orang-orang dengan semangat keikhlasan, suatu saat akan menjadi orang-orang yang tidak punya rumah kembali. Dalam arti tempat kembali yang lebih luas, bukan hanya rumah dimana keluarga sedang menangis sesenggukan. Akhirnya, Murtidjono telah diterima oleh seluruh perwakilan penyair yang ada di Indonesia ini pada 21 April 2012 serta menjadikan rumah indonesia sebagai rumah kembali beliau.

Meskipun acara ini dikerubuti oleh seniman-seniman kawakan, jangan sampai acara ini diklaim oleh kelompok atau perorangan sebagai temu sastrawan. Ini murni pertemuan untuk sebuah kenangan yang terlampau indah untuk dilupakan, dan terlalu sakit untuk diingat dari sosok Murtidjono. Namun tetap saja pertemuan ini perlu mendapat tempat. Ini adalah moment mengenang pencapaian Solo sebagai ikon kerja kebudayaan. Kehadiran Murtidjono di kota ini merupakan berkah sejarah yang tidak pernah tergantikan oleh apapun dan siapapun, sehingga kedepannya acara peringatan Murtidjono perlu digelar lagi dan lagi. Disamping sebagai perenungan, acara seperti ini diharapkan mampu dicontoh bagi penyair-penyair yang sampai sekarang masih bergelut dengan dunia kebudayaan agar tetap ikhlas menjadikan indonesia sebagai rumah pertama dalam berkarya. Baik itu karya kepenulisan, maupun karya dalam bentuk kerja kebudayaan.

Solo, 2012




Biodata Penulis
Fathul Qorib, lahir di Lamongan pada 20 Januari 1989. Menulis esai, cerpen, puisi, dan beberapa naskah pementasan. Ketua Forum Lingkar Pena Bangkalan 2011-2012, Ketua Studi Bahasa dan Sastra Univ Trunojoyo Madura 2010. Email : qorib.indonesia@gmail.com

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.