Skip to main content

Kereta Ekonomi Part 2




Naik kereta api memang tidak ada habisnya untuk diceritakan. Setelah kemarin ada cerita mengenai penjual nasi yang ketakutan karena pengawas gerbong datang, sekarang giliran seorang bayi yang selalu ketakutan melihat orang asing.

Lha di kereta api, semuanya kan orang asing. Jadi malam itu menjadi malam terheboh sepanjang sejarah perkeretaapian. Bayangkan saja, lagi enak-enakan diem, ayem, anak kecil itu meronta pengen keluar kereta. Karuan ibunya bingung minta ampun. Tapi terus terang saja saya tidak tahu ibunya yang mana. Di deretan kursi A11 B11 C11 itu ada empat biji manusia. 2 orang gadis (sepertinya gadis), satu bayi mungil usia 8bulan tapi gede banget, dan seorang ibu-ibu kurus. Kemungkinannya adalah (berdasarkan analisa saya sepanjang perjalanan), 1 gadis itu ibu dari si bayi (tipe ibu muda yang tidak mau menyusui anaknya), 1 gadis lagi temannya, dan ibu-ibu itu adalah nenek dari si bayi.

Mulai dari saya duduk di kursi 12E, bayi itu sudah ngempot susu botolan. Jadi setengah tertidur bayi itu. Suasana ramai sebagaimana kereta ekonomi pada umumnya. Tiba-tiba anak itu membuka matanya lebar sekali. Saya benar-benar tidak tahu, matanya bening lebar melirik ke kiri dan ke kanan. Bayi itu tenang sekali, melihat ke arahku dengan tatapan bulat. Aku merasa bahagia karena bayi itu tertarik padaku,  akupun tersenyum tanpa sepengetahuan ibunya. Lhadalah, tiba-tiba bayi itu menangis keras sekali. Kereta yang berjala cepat dengan suara pekak pun kalah keras dengan tangisannya.

Si Ibu (gadis muda tadi) segera memeriksa susu yang ada di dalam botol tersebut. Tinggal sedikit. Otomatis iapun membuka tas plastik hitam yang berisi susu bubuk khusus bayi dan dituangkan didalam botol tersebut. Kurang cekatan sih anak itu. Si bayi sudah meronta-ronta tidak karuan, ingin keluar, ingin jalan-jalan, ingin makan orang, atau ingin apa tidak ada yang tahu. Orang-orang disekitaran hanya tersenyum meski telinga seperti di surug sama tugu pahlawan. Kencang sekali suara bayi itu, sepertinya punya energi ekstra di pita suara lehernya.

Gadis cantik disebelahnya, yang saya tengarai sebagai teman perjalanan ibunya tersebut lalu mengulurkan tangan yang disambut gembira oleh si bayi. Tidak disangka. Susu bayi di ayunkan ke bibir bayi dan dilahap tanpa berkata-kata. Gadis tersebut kemudian menimbang-nimbang si bayi di gendongannya. Saya yakin kalau gadis mungil itu keberatan dengan bobot bayi yang –mungkin- mencapai 6kg. Ketika gadis itu hendak duduk, tiba-tiba si bayi merengek dan menangis kencang-kencang. Si nenek langsung meroyok bayinya dan menggendongnya dengan tetap mengarahkan botol susu di mulut bayi. Sejenak, suasana terkendali. Nenek itu menggendong bayinya sambil berdiri sambil meniup-niup udara seperti seruling –namun tidak ada suaranya.

Tiba-tiba dari arah belakang, ada tangan lelaki yang mengusap-usap kepala si bayi tanpa sepengetahuan ibu dan neneknya –tapi saya tahu. Kontan, bayi itu melek dan melihat lelaki itu terus menerus sebelum akhirnya nyanyiannya kencang membawai lagu penjual nasi-kopi-aqua-mizon-baju-ledre-wingko babat. Duh gusti, sampai kapan drama kecil ini akan berakhir? Sekarang jam 18.00, sedangkan kereta sampai di Jakarta pukul 05.00. Siksaan ini berasa satu bulan lamanya.

Bayi itu kemudian diambil sama ibunya “cup-cup-cup”, dia tidak tahu kalau si bayi menangis karena tangan lelaki yang menjamahnya. Itu tandanya si bayi tahu kalau lelaki yang menyentuhnya itu bukan muhrim, hehe…

Bayi itu tidak berhenti menangis dipelukan ibunya. Si nenek mengambil alih dan kembali meniup-niup angin yang tidak menimbulka bunyi merdu apapun. Si bayi tetap tidak terkendali. Akhirnya teman ibunya, di gadis mungil itu turut ambil bagian lagi. Tiba-tiba tangisan bayi terhenti total. Hening. Si Ibu dan nenek terasa plong, wajahnya menyiratkan sejuta kata lega. Jiah, drama ini tidak ada matinya.

Tidak bertahan lama, si nenek yang kasihan melihat sang gadis kecapekan menggendong cucunya itu mengambil alih gendongan. Pertama bayi diam saja, dia membuka matanya sambil mengedarkan pandangan ke sekitar, saya sudah curiga, pandangan seperti itu akan berakhir tangisan panjang. Neneknya tanpa curiga apa-apa tiba-tiba berkata “lihat masnya (menunjuk ke anak SMP yang duduk terbangun dari tidurnya) bangun gara-gara kamu, halo masnya, haloo…!” disambutlah sama s bayi dengan suara big sound. “Hwaaa!!!!!Hwaaaaa!!”.

“Kasih minyak telon perutnya, masuk angin itu…” kata seorang dari belakang kursi saya yang dari tadi memperhatikan.
“Lha bayinya juga pilek kok, meler terus itu, gak bawa obat anu ta?” tukas ibu-ibu dari seberang.
“Jangan dikasih susu terus-terusan, kembung…” kata seorang Bapak, lalu yang bicara itu tiba-tiba kentut keras-keras. “Lho, sing gedhe wae kembung, opo maneh sing bayek…” (Lho, yang besar saja kembung, apa lagi yang masih bayi…) komentar bapak itu.

Nenek dari bayi itupun langsung membawa bayinya jalan-jalan. Mendengar berbagai komentar yang seakan-akan menolong tersebut, si nenek tidak suka. Mungkin itu di dengar seperti pelecehan bahwa dia tidak mampu merawat atau bagaimana. Pokoknya wajahnya berubah lesu dan jengkel.

Beberapa menit bebas dari polusi udara, bayi itu datang lagi. Kali ini membawa kedamaian. Ia tidur dengan pulas di gendongan neneknya. Perempuan itu tetap saja berdiri sambil terus bergoyang berharap si bayi merasa nyaman. Lama kemudian, si ibu yang tidak tidak tega kepada ibunya (alias nenek dari si bayi) menyuruhnya untuk duduk. Ibunya dengan keras memprotes “Iki lho nangis terus, lungguh-lungguh…!” (Ini lho nangis terus, duduk-duduk…). Mendengar teriakan itu, si ibu langsung lemas dan s bayi kembali menggemparkan dunia perkeretaapian. Saat itu sudah pukul 23.46, orang-orang yang sudah tidur kembali membuka matanya dan bangun lagi memandang ke arah bayi dan keluarga pemain sinetron tersebut.

Aku sungguh kasihan, meskipun aku ikut terbangun, tapi aku tetap tersenyum memandang ke arah ibunya. Yah, perjalanan ini, akan terus seperti ini berulang-ulang. Dari tangis ketangis sampai ke terbawa mimpi.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.