Skip to main content

Ideologi Akuarium


Aku melihat berbagai wajah dalam memandang kehidupan. Berkeliling sebentar mengunjungi beberapa orang malah membuat wajah-wajah ini menjadi jelas. Orang-orang bertumpukan tidak lagi menjadi manusia, semata-mata massa yang berkerumun. Tidak seperti lebah, semut, ataupun gerombolan ikan dan burung yang sangat berarti, namun orang-orang ini tidak hendak menjadi sesuatu. Marilah menyebutnya orang-orang akuarium.

Orang-orang dalam sejarahku termasuk dibutakan oleh segala hal. Tidak lagi harta, tahta, wanita, namun lebih kompleks lagi. Kekuasaan sekarang tidak lagi berbentuk fisik seperti presiden ataupun raja, tapi lebih kepada kekuasaan mental seperti yang telah dilakukan media massa jauh-jauh hari. Hal ini pada selanjutnya membuat kaum skinhead semakin meraja lela, sedangkan kaum beragama mulai terbagi-bagi. Cita-cita sebagian besar pemuda juga pada akhirnya berubah drastis, dari optimis positif menjadi optimis relatif.

Beberapa telivisi yang sekarang telah beranak pinak menjadi lebih dari 10 channel menyajikan berbagai macam peristiwa. Disana ada realitas yang hendak dibangun. Dengan segala niat, baik itu murni kapitalisme atau untuk merubah ideologi suatu bangsa, media massa telah sukses menjadikan kebodohan massal sebagai ideologi baru. Sebutlah acara-acara musik yang menghadirkan orang secara membeludak dari seluruh penjuru Indonesia, dahsyat, hip-hip hura, inbox, ringtone, dan lain sebagainya. Mereka menyedot perhatian banyak pemuda (terutama pelajar) untuk berpartisipasi dalam acara mereka.

Mereka digerakkan oleh keinginan yang tidak bisa mereka deteksi. Keinginan ini seperti sebuah inspirasi yang hadir secara tiba-tiba tanpa bisa diminta, dikendalikan, ataupun di tolak. Hal ini benar-benar menjadikan diri mereka menjadi robot yang dikendalikan oleh sesuatu (bisa media massa, bisa identitas komunal, bahkan bayangan-bayangan tanpa bentuk). Mungkin mereka ketika ditanya mengenai tujuan menghadiri/mengikuti apa yang mereka suka, mereka hanya menjawab bahwa mereka “suka”. Hanya itu saja. Bahkan jawaban-jawaban yang terlontar cenderung tanpa kontrol yang jelas, tanpa arti dan penjelasan. Di sinilah kita berdiri sekarang, dengan ikhlas.

Menolak Unconsiusness
Kita mesti menolak ideologi-ideologi yang menggerakkan ini, dalam arti bahwa kita mesti selalu memperbarui pengetahuan yang global. Jika kita hendak membuat sebuah website lalu menulis dengan penuh semangat, tanyakan kepada diri anda “apa yang sebenarnya anda inginkan?” bahka jika jawabannya sangat manusiawi, seperti untuk eksistensi diri, agar di puji orang lain, agar menjadi hebat, agar dilirik penerbit mainstream, itu tidak menjadi masalah. Jika di jawab seperti itu, paling tidak kita akan selalu menjaga kesadaran bahwa kita memiliki tujuan-tujuan –kemudian barulah kita tinjau tujuan kita dari ideologi masing-masing, sudah benarkah?

Kita harus membongkar ideologi akuarium, maksud saya suatu keadaan yang kita tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan secara sadar, sehingga masuk kepada ketidaksadaran dan kita menganggapnya biasa saja. Kita sadar ataupun tidak, tidak ada bedanya. Sebagaimana ikan-ikan di akuarium yang kesulitan menyadari bahwa ia sedang dalam pengawasan, sedang tidak bisa kemana-mana.  Di dunia ini, kita mesti selalu bertanya kepada diri, apa yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Bahkan sebuah rutinitas.

Dan rutinitas ini, dalam pandangan saya menjadi momok menakutkan bagi alam bawah sadar pelaku. Bagaimana tidak, kita melakukan hal yang sama setiap hari, dijam yang sama, tenpat yang sama, juga perasaan yang sama (nyaris tanpa perasaan). Ini seperti yang disebut alienasi, sebuah kejadian pengasingan diri sendiri terhadap perilakunya sehari-hari. Bayangkan, mengerikan bukan?

Maka, memutuskan gelombang ketidaksadaran massal adalah tugas berat yang menanti pemuda-pemuda indonesia, terutama mahasiswanya. Sebagai pemegang kendali ideologi, kita harus sama-sama memikirkan bahwa ideologi akuarium ini tengah membentuk akrakter bangsa Indonesia ke depan. Selanjutnya, kita akan bisa mengetahui keadaan Negara Indonesia 10-100 tahun ke depan. Semoga kita akan segera sadar.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.