Skip to main content

Raja dan Biksu di Thailand


for monk only
Setiap pukul 06.00 dan 08.00 waktu setempat di Thailand, akan ada moment saat semua orang berhenti beraktifitas. Yang lari di taman berhenti. Yang menyajikan makanan berhenti. Yang sedang ke kamar mandi juga berhenti. Hening.

Biasanya, di setiap daerah (atau negara) akan kita temui orang yang sangat dihormati. Dan di thailand, sosok yang sangat di hormati adalah keluarga kerajaan thailand. Mulai dari rajanya, permaisuri, dan anak-anaknya. Sehingga sangat mudah kita temui di sudut negara thailand, akan banyak bertebaran foto keluarga kerajaan yang didekorasi sedemikan rupa.

Meskipun hanya beberapa hari di thailand, bisa kusimpulkan bahwa penghormatan kepada raja thailand adalah mutlak. Katanya, setiap nonton bioskop di Thailand, menit pertama kita akan diajak untuk berdiri karena diputarnya lagu untuk kemuliaan raja. Keluarga kerajaan ini, mungkin dianggap sebagai penyelamat bangsa atau lebih lagi, simbol tertinggi agama setempat. Sehingga penghormatan kepadanya seringkali –bagiku- berlebihan.

Mendapati pemandangan seperti itu, kita akan kikuk karena apa yang mereka sangat hormati itu, tidak pernah kita hormati juga. Jadilah aku menghormati orang yang sedang berdiri menghormati sang raja. Ini semacam toleransi dalam kehidupan sosial. Karena ketika semua orang sedang berdiri, lalu aku sendirian duduk, betapa tidak bersosialnya diriku.

Dan semasa di thailand ini, aku sangat menunggu saat di mana aku bisa mengambil foto yang menunjukkan mereka berdiri secara keseluruhan. Ketika di Taman Lumpini (Lumphini Park), ratusan orang yang sedang berlari sore, dan ratusan lainnya sedang senam di taman dalam beberapa kelompok, serentak berhenti tenang.

Begitu pula ketika berada di Terminal 2 Phuket, orang-orang berhenti bertransaksi ketika pukul 06.00 sore dan diputar sebuah lagu yang tidak kutahu artinya. Baik di lumpini maupun di terminalphuket ini, ketika kuambil foto, tidak tampak bahwa mereka sedang melakukan penghormatan khusus tersebut.

Dengan kekecewaan, aku selalu berharap menemukan moment tersebut. Hingga kemudian, saat berada di terminal terbesar di Bangkok, yaitu Terminal Mo Chit (1 km dari Chatutak Market), aku menemukan moment itu. Ketika ribuan orang duduk di terminal menunggu kedatangan dan keberangkatan bus, tiba-tiba terdengar aba-aba sebuah lagu kebangsaan dari speaker.

Sotomatis mereka berdiri dan aku bersama beberapa teman gelagapan. Antara berdiri dan tidak, akhirnya aku berdiri dengan cepat-cepat mengambil kamera. Beberapa jepretan secara ngawur tidak bagus, namun setelah dibandingkan dengan foto setelah mereka duduk, hasil yang memuaskan pun tampak. Lumayan lah. Ini akan menjadi moment yang luar biasa bila orang luar seperti kita, mendapatkan moment tersebut.

Selain penghormatan kepada Raja Thailand, penghormatan lainnya juga tampak pada para biksu budha. Di beberapa terminal dan stasiun kereta api, ada tempat duduk khusus untuk para biksu. Jadi ketika orang keroyokan duduk di terminal atau stasiun, para biksu masih akan selalu punya tempat duduk untuk menunggu kedatangan kereta atau bus.

Biksu di Thailand, ternyata juga melakukan perjalanan ke mana-mana sebagaimana manusia lainnya. Selama ini, kukira bahwa seorang biksu hanya melakukan peribadatan di kuil-kuil dan candi-candi. Mereka hanya melayani masyarakat untuk menyalurkan doa kepada sang budha. Namun hal itu salah karena di mana-mana, kita bisa melihat biksu berjalan ke mall, ke tempat wisata, dan di berbagai kendaraan umum.

Salah satu biksu yang kutemui di kendaraan umum pernah mengajakku mengobrol. Aku selalu bilang bahwa aku tidak bisa bahasa thailand karena aku orang Indonesia. Setelah lima belas menit ngomong kemudian, dia baru bilang : o, indonesia. Ya ya, terimakasih!. Lalu kami tertawa. Ia memberiku kue yang dibelinya di pasar, kue yang kalau di jawa di sebut apem. Dan kami melanjutkan perjalanan dari Ayyuthaya ke Bangkok tanpa sepatah katapun.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.