Skip to main content

50 Jam Kebosanan


Pisang epek di Vietnam seharga 20.000 Dong
Seseorang, bagaimanapun akan mengalami salah satu kebosanan yang paling akut dalam hidupnya. Bisa jadi, kebosanan tersebut adalah memiliki pasangan yang sejatinya tidak pernah kita ingini. Atau yang lebih mudah adalah bosan menunggu seseorang yang mengacaukan waktumu yang tertata. Karena kebosanan, sama dengan kesedihan atau kesenangan, pasti akan dirasakan oleh setiap orang.

Mengenai kebosanan yang akan saya ceritakan, adalah sungguh kebosanan yang memuakkan, menyakitkan, melelahkan, dan segala jenis ketidakenakan bisa dialamatkan pada 50 jam kebosanan ini. Dan untungnya, bila bisa dikatakan demikian, aku pernah terlatih dengan beberapa kali kebosanan yang hampir mendekatinya. Namun itu cerita lain lagi –diakhir cerita saja.

50 jam kebosanan ini berhubungan dengan perjalanan dan bus. Sudah mulai bisa membayangkannya? 50 jam di dalam sleeper bus yang –katanya- hanya membutuhkan waktu 36 saja. Ini adalah perjalanan dari Hano ke Ho Chi Min City yang kedua tersebut masih berada di negara Vietnam. Hanoy adalah ibu kotanya, dan Ho Chi Min City atau menurut penduduk lokal disebut Saigon, adalah kota terbesar di Vietnam.

Katanya di internet-internet, perjalanan Hanoi (Vietnam) – Vientiane (Laos) adalah perjalanan neraka. Namun rupanya, ada yang lebih neraka dari itu, yaitu 50 jam perjalanan ini. Seharusnya memang, menurut referensi, pengalaman, dan janji travel agen, perjalanan adalah 30-36 jam. Namun kenyataan menjadi 50 jam rupanya membawa dampak psikologis tersendiri bagi saya yang mengalaminya.

Jika kita menggunakan satu bus saja dari Hanoi ke Saigon, saya kira tidak menjadi masalah karena kita bisa menyiapkan diri untuk tidur sepanjang 2 hari 2 malam. Namun tidak disangka, rupanya kita masih harus turun beberapa kali, yang dua kalinya adalah berganti bus. Kernet dan supir busnya pun tidak bisa memberikan penjelasan yang bagus bahwa berapa kali harus berganti bus, dan di mana saja akan berhenti. Di sinilah bahasa universal menjadi sangat amat penting.

Saya sebagai penumpang menjadi tidak merasa nyaman. Setiap bus berhenti di rumah makan atau toilet umum, saya terbangun untuk mendengar setiap suara yang ada. Apakah ada suara dalam bahasa inggris pas-pasan yang memerintahkan penumpang harus turun? Atau tidak ada suara sama sekali sehingga saya bisa lanjut tidur.

Karena setelah sampai di Hue (salah satu daerah antara Hanoi dan Saigon), salah seorang kernet bicara keras-keras bahwa Who go to Ho Chi Min stay in the bus, Hue come down. Saya tetap stay cool di bus sambil merubah selimut untuk lanjut tidur. Beberapa detik kemudian, orang lain lagi teriak-teriak bahwa everyone must go down. Yaelah pak dhe, nggak konsisten banget sih.

Kita akhirnya harus turun dari bus pukul 08.00 saat mata baru buka lalu diharuskan menunggu bus selanjutnya selama lima jam tanpa naungan. Menunggu, lagi-lagi menunggu yang pasti diasosiasikan dengan kebosanan. Kebosanan semakin menjengkelkan. Setelah mendapatkan bus pada pukul 13.30 waktu setempat, busnya tidak memiliki kondisi normal sebagaimana bus yang awal. Kembali lagi, kisah menjengkelkan harus dilalu dengan bus ini. Perjalanan masih jauh.

Kebosanan ini untungnya berakhir di Saigon pukul 21.00. Kami semua turun di samping Taman Le Loi yang terletak di Distrik 1 Ho Chi Min City. Rupanya, seluruh tempat wisata berada di Distrik 1 sehingga ini memudahkan kami semua untuk mendapatkan penginapan. Saking lamanya di dalam bus, dalam tidur pun saya merasa sedang perjalanan.

di depan jam dunia yang ada di dalam kantor pos ho chi min city
Kepala bergoyang-goyang, badan berhantaman ke sana kemari, dan kegelisahan melanda hati. Setelah terjaga, berulah saya sadar bahwa telah berada di penginapan yang nyaman di sekitaran Taman Le Loi. Keesokan harinya, petualangan yang baru dimulai. Dari Gedung Tua, Gereja, hingga Saigon River.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.