Skip to main content

Sayonara; Pangdam Cenderawasih yang Dibenci dan Dihormati


Menuliskan kesan terhadap seorang tokoh publik bisa menjadikan kita seperti memakan buah simalakama; serba salah. Namun ketika diminta untuk menuliskan kesan kepada sosok Jenderal Bintang Dua ini, tampaknya saya tidak perlu merasakan itu karena pada setiap kalimat yang dilontarkan olehnya tercermin pertemanan, kebapakan, juga ketegasan.
Maka dari itulah saya asal saja bicara bahwa Mayjend TNI Drs. Christian Zebua,MM adalah seorang 'tokoh Papua' yang dihormati sekaligus dibenci. Ada banyak orang yang membencinya, namun lebih banyak lagi yang menghormatinya. Dalam beberapa wawancara kepada narasumber, saya melihat ada dua hal ini yang terpatri di hati orang Papua.
Pangdam Dibenci
Saya menyadari bahwa saya tidak lama mengenal Mayjend TNI Christian Zebua, sehingga tidak terlalu dalam juga menyelaminya. Namun kesan paling mendalam yang saya rasakan adalah sikapnya yang tegas terhadap anggota kelompok Organisasi Papua Merdeka atau biasa disebut pihak kepolisian sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata.
Sikap yang tegas itu sering kali memunculkan kata-kata yang keras guna mengungkapkan bahwasanya tidak sekalipun dirinya -sebagai Pangdam, membiarkan suatu kelompok merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata seperti “tumpas” dan “kutuk” terhadap kelompok yang menakut-nakuti masyarakat dengan senjata mematikan itu.
Maka dari itulah, beberapa narasumber yang pro terhadap kemerdekaan Papua akan membenci bahkan memaki Panglima asli Nias ini. Pangdam -bersama dengan pihak kepolisian, sering dianggap sebagai orang yang memasung hak berdemokrasi rakyat Papua saat ingin menyuarakan kemerdekaan.
Pangdam juga dianggap orang yang terlalu keras terhadap orang Papua, dan bisa menjadi bumerang bagi Panglima sendiri. pernyataan-pernyataannya mengenai penumpasan terhadap kelompok OPM membuat gerah sebagian orang yang pro terhadap kemerdekaan, dan antipati terhadap pembangunan di Tanah Papua dengan damai.
Namun bagaimanapun Pangdam menyuarakan ketegasannya terhadap kelompok bersenjata itu, niatnya jelas, yaitu ingin melindungi masyarakat. Hingga pada gedung dimana Pangdam berkantor, tulisan besar terpampang gagah: Ksatria Pelindung Rakyat. Dapat difahami, bahwa tujuan kerasnya pernyataan Pangdam adalah dalam rangka melindungi rakyat, sehingga bagi kelompok OPM jangan pernah macam-macam dengan rakyat yang ingin hidup damai.
Pangdam Dihormati
Orang pertama yang menghormati Pangdam, tentu saja adalah saya sebagai penulis kesan ini. Dan saat mengenang Pangdam yang sudah menjabat sebagai Staf Ahli KSAD ini, saya juga terkeanng pada dua nama besar, pertama adalah Laksanaman Madya TNI (Purn) Fredy Numberi, dan kedua adalah Pdt. Izaak Samuel Kijne.
Ketika Pangdam mengadakan acara tatap muka dengan para wartawan sebagai salam perpisahan, Pangdam menyebutkan akan melounching bukunya yang berkisah tentang penanganan kasus-kasus di Papua. Buku ini, akan bisa menjadi panduan sempurna bagi panglima berikutnya yang akan memegang tampuk kepemimpinan Kodam XVII/Cenderawasih. Dengan menulis buku itu, Mayjend TNI Drs. Christian Zebua dengan pasti telah meletakkan dasar sejarah tentang pencapaiannya yang abadi. Karena seperti pepatah Yunani, scripta manen verba volant (yang ditulis akan abadi, yang diucapkan akan terbang dibawa angin).
Hal itulah yang saya tahu dari Fredy Numberi, penulis buku setebal 636 halaman berjudul Quo Vadis Papua dengan sambul berupa lelehan darah merah ke Pulau Papua. Pangdam, sebagaimana Fredy Numberi, adalah sama-sama seorang abdi negara yang berusaha keras untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Dan Pangdam, sebagaimana Fredy Numberi, telah mengabadikan pengabdiannya di dalam bukunya yang akan dibaca, dipelajari, dan dicontoh, oleh penerus-penerus bangsa.
Lalu bagaimana saya bisa mengingat seorang pendeta ketika mengenang Pangdam murah senyum ini? Jelas sekali, bahwa Mayjend TNI Christian Zebua terlampau sering mengutip perkataan dari Pendeta Izaak Samuel Kijne, sang pelopor pendidikan di Tanah Papua. Bagi orang yang sudah mengenai dengan baik, pasti akan mengingat perkataan di bawah ini :
Barang siapa bekerja di Tanah ini (Papua) dengan tekun dan giat serta jujur dan setia, maka ia akan berjalan dalam tanda heran yang satu ke tanda heran yang lainnya. Tetapi barang siapa yang bekerja di tanah ini dengan khianat dan tanpa kesetiaan, maka dia akan memperoleh kutuk, kutuk, kutuk, dan terkutuk.
Itu adalah pernyataan dari Pendeta Izaak Samuel Kijne yang sering dikutip dalam buku apapun yang ditulis oleh orang Papua kemudian hari. Kemudian, Pangdam pertama dair Nias ini, mungkin karena kesan yang ditimbulkan oleh kalimat itu, menggunakannya dalam berbagai kesempatan guna mengetuk, kalau bisa mendobrak, hati masyarakat Papua.
Dengan kalimat ampuh itu, “khotbah-khotbah” yang disampaikan oleh Pangdam mengalir deras seperti oase ditengah gurun pasir. Pendengar dari berbagai kalangan, akan bisa melihat ketegasan yang disertai konsep keagamaan, yang disampaikan oleh Pangdam, lalu mengamininya bersama-sama. Dari sinilah, seluruh orang menghormati, mengapresiasi, dan menjunjung tinggi, apa yang telah dilakukan oleh Christian Zebua.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.