Skip to main content

Bus Anti Peluru Hingga Truk Bermuatan 310 Ton


Agustus 2014


 
Haull Truck yang mampumemuat 310 ton batu tambang
Berwisata adalah hal biasa bagi setiap orang di indonesia. Tetapi wisata tambang, mungkin adalah hal baru yang dikenalkan oleh Freeport Indonesia. Raksasa tambang asal negeri Paman Sam ini mengajak beberapa jurnalis untuk melihat langsung operasional pertambangan mereka dari dekat. Bagaimana kisahnya?

Tepat ketika cuaca sedang panas-panasnya di Timika, wartawan Cenderawasih Pos mendarat dengan selamat di bandara Mozes Kilangin. Cuaca panas bukan hanya karena matahari, tetapi juga karena sedang terjadi konflik sosial yang sempat menghilangkan beberapa nyawa dan membuat belasan warga lain terluka.

Setelah menunggu setengah jam di bandara, seorang staf Corporate Communication (Corcom) PT Freeport Indonesia datang sambil bertanya dengan sopan, dia adalah Kare Tulungan yang nantinya akan menjadi seamcam tour guide bagi wartawan. Setelah berbasa-basi sejenak, kami langsung berangkat menuju Kota Tembagapura, sebuah kota yang bisa dikatakan sentral pemukiman karyawan perusahaan PT Freeport Indonesia.

Untuk masuk ke Kota Tembagapura, kami harus didaftarkan terlebih dahulu guna mendapatkan kartu universal yang berfungsi sebagai alat transaksi, id pengenal, juga kartu untuk mendapatkan segala jaminan sebagaimana karyawan PT Freeport Indonesia. Berbekal kartu itulah, kami memasuki sebuah kendaraan yang mirip dengan bus kota, namun kepala bus lebih mirip dengan truk sehingga di kalangan wartawan menyebutnya sebagai bustruk.

Di dalamnya bustruk tersebut persis sama dengan bus pada umumnya di Pulau Jawa. Yang kelihatan aneh dan membuat penasaran adalah di dalam bus itu dikelilingi oleh semacam lempeng besi berwarna hitam yang berfungsi untuk anti peluru. Kata Karel, guide kami, itu bukanlah lempengan besi namun serat kayu dengan kerapatan tingkat tinggi sehingga memiliki bobot ringan namun mampu menjadi pelapis anti peluru.

Penggunaan bustruk anti peluru tersebut dapat difahami karena beberapa waktu silam, kendaraan milik Freeport tersebut sempat diserang oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan korban. Penembakan yang terjadi di wilayah pegunungan juga terjadi di jalanan menuju PT Freeport Indonesia itu. Tak pelak, perusahaan yang menginginkan seluruh karyawan dan siapapun yang hendak menuju Freeport aman, membuat lapisan anti peluru dan anti panah di dalamnya.

Saking amannya perjalanan tersebut, beberapa karyawan yang kebetulan satu bustruk sama Cenderawasih Pos, pulas tidur mendengkur. Karel kemudian banyak bercerita mengenai PT Freeport Indonesia hingga kelelahan menyerang kami semua dan tertidur sebagaimana karyawan PT Freeport yang lain.

Perjalanan yang lebih dari tiga jam ke Tembagapura tersebut diiringi oleh rintik hujan yang semakin lama semakin deras. Pukul 15.30 WIT kita sampai di Tembagapura dengan ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara kabut sudah memenuhi kota, gerimis terus mengguyur, dan angin menjadi semakin dingin. Jaket yang tebal sangat berguna di Tembagapura, terutama jika dilengkapi dengan jas anti hujan.

Ternyata hujan tersebut tidak juga bergenti hingga tengah malam, begitupula cuaca yang sembab dan dingin. Baru dua tiga jam berhenti, gerimis atau hujan lebat akan datang lagi sehingga membuat suasana kota menjadi seperti terus menerus tertidur. Padahal sebagaimana diketahui, perusahaan yang baru saja menandatangani kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia ini memiliki ribuan karyawan yang bekerja 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan shift yang terjadwal secara teratur.

Hal itu terbukti dari banyaknya karyawan yang tiba di apartemennya pada pukul 23.00 WIT sementara karyawan lainnya baru berangkat bekerja. Banyak pula yang baru pulang pada pagi dini hari, sedangkan karyawan yang lain juga berangkat pagi-pagi. Menurut Karel, setiap shiftnya,karyawan akan bekerja selama 8 jam saja lalu pulang untuk istirahat dan diganti dengan karyawan yang lain. Ini membuat efektivitas pekerjaan di PT Freeport Indonesia terjaga sehingga produksi akan tetap berjalan kontinyu.

Setelah beristirahat, malam sekitar pukul 20.00 WIT kami makan bersama dengan karyawan PT. Freeport Indonesia di suatu tempat luas yang disebut Karel sebagai Messhall. Untuk masuk ke dalamnya, kami cukup menscan id card bertuliskan Visitor ke scanner lalu bisa makan sepuasnya dengan berbagai macam pilihan menu. Yang unik, selesai makan, kami harus membawa piring dan gelas masing-masing menuju tempat pencucian, membuang sisa makanan dan minuman ke tempat sampah, baru memberikan piring dan gelasnya ke petugas kebersihan.

Meskipun hujan masih terus turun hingga kami kembali ke apartemen, untungnya, pagi-pagi saat kami siap untuk bertualang ke Grasberg, hujan benar-benar berhenti. Pegunungan yang ada di Tembagapura tampak indah dan menawan, terutama puluhan sumber mata air yang muncul begitu saja dari bebatuan gunung di tempat yang tinggi sehingga membentuk air mancur.

Perjalanan menuju Grasberg ini menggunakan kendaraan yang sama dengan bustruk model pertama (anti peluru), namun tanpa serat kayu anti peluru yang menghalangi pandangan. Ada dua jenis kendaraan yang digunakan untuk operasional sehari-hari di Tembagapura, yaitu bustruk dan sebuah mobil biasa bermuatan lima orang. Dengan bustruk itulah kami memuncak ke Mile 74 yang berketinggian 2.800mdpl dan memang hanya bisa sampai di sana.

Usai naik bustruk model kedua, kami kemudian memasuki sebuah kamar yang dikelilingi oleh kaca tembus pandang. Beberapa saat, ruangan tersebut bergoyang ke kanan dan kekiri, lalu pelan-pelan meluncur menunggu ketinggian 3.500mdpl. Dari sana, bustruk kami diganti lagi dengan bustruk yang lebih berwarna putih susu. Bustruk inilah yang akan membawa kami menuju Grasberg Mince yang berada di ketinggian 4.265mdpl.

Dalam perjalanan menuju ke tempat tertinggi yang dioperasikan oleh PT. Freeport Indonesia inilah kami disuguhi oleh operasional kendaraan super raksasa yang bahkan bisa menampung bebatuan hingga berat total 310 ton. Kendaraan truk ini bergerak lincah seperti robot-robot luar angkasa dalam film Transformer yang dikendalikan oleh seorang supir yang dididik di Institut Pertambangan Menangkawi.
Tepat pukul 09.00 WIT kami sudah sampai di Grasberg Open Mine, atau Tambang Terbuka Grasberg yang telah dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia sejak akhir 1989 dan akan ditutup pada akhir 2016, dua tahun lagi.


Comments

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.