Skip to main content

Menulis Biar Gaya


Sejak hilangnya blog-ku beberapa bulan lalu, aku kehilangan semangat menulis. Alasannya menjadi sederhana karena aku tidak bisa memposting tulisan itu ke dalam blogku. Ada semacam alasan yang tersembunyi, yang seharusnya aku tahu; bahwa salah satu alasanku menulis adalah agar tulisanku dibaca. Mungkin ada yang menulis dengan ikhlas, tanpa mengharapkan apa-apa entah dibaca orang atau tidak –dan aku sadar bahwa itu bukanlah aku.

Sesekali aku ingin menulis tentang hidupku, sesekali aku ingin menulis tentang kehidupan orang lain. Banyak tulisan yang mustinya aku buat karena setiap hari aku menghabiskan 24 jam untuk melakukan pekerjaan sebagaimana orang dewasa. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan dunia tulisan ini seharusnya membuatku semakin produktif menulis, bukannya malah mengatakan “aku setiap hari sudah menulis, tetapi menulis berita,”.

Banyak hal yang seharusnya kutulis, iya benar, banyak hal. Kadang aku bertemu dengan orang-orang yang menjengkelkan karena memiliki gaya bahasa yang tidak lazim, atau memiliki nara sumber yang arogan. Tetapi banyak narasumber yang memiliki kualitas percakapan yang bagus sehingga tidak perlu mengedit terlalu banyak untuk membuat sebuah tulisan berita.

Hari ini, kubertemu dengan dua orang yang bisa kita anggap sebagai veteran perang, meskipun tidak ada benar-benar perang di Papua. Itu adalah kata sumberku. Perang yang ada di Papua hanyalah perang ideologis, lebih tepatnya perang politis. Mereka tidak berperang secara fisik seperti orang jawa dengan mengangkat bambu runcing, namun lebih kelompok-kelompok kepentingan yang mendesak pemerintah asing (belanda) untuk meninggalkan Papua.

Menemukan mereka juga cukup sulit karena saya tidak ada kenalan sama sekali dengan para veteran. Dua orang ini akhirnya saya temukan setelah menemui beberapa teman, yang dari temannya teman, menemukan rumah seorang veteran yang sudah meninggal. Dari tetangga tetangganya, kemudian naiklah kami ke sebuah alamat di Hamadi, lalu berjumpa dua orang ini.

Selain banyak menulis yang berkaitan dengan pekerjaan saja, sebenarnya banyak juga yang dapat saya tulis dari sisi lainnya. Pekerjaaan menulis memang membutuhkan kreatifitas pemikiran, namun untuk pemula seperti saya, sebenarnya kreatifitas yang dibutuhkan untuk penulis tidak benar-benar dibutuhkan. Aduh, sebenarnya dibutuhkan, namun saya sengaja mementahkannya agar kebutuhan kreaitiftas itu tidak digunakan sebagai alasan sehingga tidak menulis sama sekali.

Jika alasan kita adalah karena mood untuk dapat menulis, maka sebaiknya itu diganti saja. Mood tetap dibutuhkan, namun jika ada dorongan eksternal yang membuat kita semangat menulis, maka mood itu akan tercipta dengan sendirinya. Dorongan itu bisa berupa blog, catatan facebook, atau akun online lainnya yang dari sana kita bisa pamer dan mendapatkan pujian dari beberapa orang –yang mungkin orang-orang itu kemudian jatuh cinta pada anda.

Dengan pamer seperti ini, kita akan memacu diri sendiri untuk bisa menulis. Buktinya, beberapa kali saya harus memamerkan diri saya dihadapan orang lain yang hanya bisa mendengar cerita saya keliling Indonesia mini. Jika mereka menginginkan saya cerita lebih banyak, maka akan saya sarankan untuk berkunjung ke blogku. Dari sana saya akan mendapatkan kepercayaan diri sebagai penulis lepas yang produktif –karena ingin mendapatkan pujian.

Anda pernah membayangkan akan menjadi terkenal dengan menulis? Mungkin mulai dari sekaranglah saatnya. Bayangkan bila anda berbicara kepada orang lain, lalu menawarkan mereka untuk meliaht blog anda. Ketika mereka melihat blog itu, dan kemudian mereka jatuh cinta, anda tinggal tersenyum saja gembira.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.