Skip to main content

Di Makassar 2


Gunung tegak berdiri. Ia tidak landai, ia seperti karang yang berdiri sombong diterba dedaunan yang jatuh menuju lembah. Hijau, bersanding burung-burung yang beterbangan membawa sisa-sisa pagi yang masih terasa di puncak gunung. Embunnya menetes seperti keran air yang lupa ditutup, betapa dinginnya, betapa sejuknya, siang yang masih juga dingin, apakah disini pernah mengenal matahari?

Aku menyusuri jalannya yang berkelok, persis menapaki jalan naga yang curam –antara jatuh ke jurang atau tertabrak tebing, tidak ada pilihan yang lebih baik kecuali hati-hati. Mobil yang kunaiki merayap dengan lihai, kawanku ini memang sudah ahli menapaki jalanan seram di sini.

Ini adalah perjalananku yang beruntung. Makassar, akhirnya aku sampai di Makassar dengan kondisi yang luar biasa. Aku tidak mengenal seorangpun kecuali perempuan yang pernah ketemu di pare, Kediri. Ia tinggal di Makassar dan berjanji untuk menjemputku. Selebihnya aku mengandalkan insting backpackerku untuk survive di negeri orang.

Selanjutnya, secara tidak sengaja aku memiliki kenalan yang lain, seorang lelaki yang pernah bertemu denganku di Surabaya ketika mengikuti seleksi Indonesia Mengajar di Unair. Kami berdua gagal untuk seleksi berikutnya, dia bekerja (hampir) menjadi pegawai negeri, sedangkan aku melalang buana. Hingga aku bertemu disini suatu malam, dan demi melihat kondisiku (yang sepertinya kelaparan), ia mengajakku mendatangi salah satu undangan pernikahan adik tingkatnya di Program Studi Kehutanan Unhas. Undangan itu ada di gedung Fajar –koran lokal (sepertinya perusahaan group dari JawaPos Surabaya), dan aku terpukau melihat kemewahan acrara pernikahan yang sedemikian.

Pintu Masuk Ke Taman Wisata Bantimurung
Akhirnya aku berkenalan dengan beberapa anak Kehutanan di sana, dan beruntung, Ketua Panitia Outbound kehutanan Unhas yang hari Minggu ini mengadakan acara di Hutan Pendidikan Unhas bengo-Bengo Kabupaten Maros berada disana. Ia menawariku untuk join kegiatannya. Demikianlah akhirnya aku sampai di punggung bukit yang berkelok-kelok. Sempat melewati salah satu tempat wisata paling recommended yang ada di Bumi Sulawesi Selatan –Taman Wisata Bantimurung, yang terkenal dengan air terjun dan kupu-kupu.
Papan Nama Dilihat dari Jalanan
Banyak yang tidak tahu siapa penemu kawasan yang kemudian di juluki “surga kupu-kupu” ini. Pengen tahu? Atau pengen tahu banget? *kena sindrom iklan deh. Kayaknya baru kali ini aku menulis lebai.

Pada sekitar tahun 1856-1857 Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian hidupnya di sini untuk meneliti berbagai jenis kupu-kupu. Dialah yang mengenalkan kepada publik internasional mengenai keberadaan Bantimurung yang sebenarnya ia sebut sebagai “the kingdom of butterfly”. Baca bukunya ya, judulnya adalah “The Malay Archipelago”. Berdasarkan pengamatannya ada sekitar 300 spesies kupu-kupu di bantimurung dan 3 diantaranya hanya terdapat di Sulawesi Selatan ini. Dan yang paling terkenal tentu saja, kupu-kupu berjambul, atau bahasa kerennya papilio andrecles.


Itulah sekilas bantimurung, karena saya hanya melewatinya saja tidak masuk ke tempat wisatanya. Tujuan saya kali ini hanya ke hutan pendidikan unhas “bengo-bengo” seluas 1.300Ha. Di sanalah aku menghabiskan hari Sabtu-Minggu bersama anak-anak Bidik Misi Unhas angkatan 2010 sampai 2012 untuk di Outbound.

Di tempat ini juga, aku mendaki sebuah bukit yang lumayan rendah. Hanya dibutuhkan waktu setengah jam dari villa tempatku menginap untuk mencapai puncaknya. Di puncaknya ada kantor tower telkom Indonesia, dan beberpa anak yang sedang mengadakan kemah. Aku bergabung bersama mereka menikmati pagi. Sayang sekali karena sunrise tidak bisa dinikmati disini. Kebetulan juga, bukit itu tidak memiliki nama, akhirnya aku beri nama puncak bukit itu dengan “puncak bukit fathul qorib”. Selesai sudah petualangan yang tidak terlalu menyedihkan ini.







Ini gambar persis seperti yang saya dapati disana, entah saya mencuri dari mana gambar-gambar ini karena kebetulan yang menjengkelkan, saya tidak membawa kamera yang baik di sana.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.