Skip to main content

Kau dan Kepergianku


“Aku baru ingat bahwa malam lalu aku memimpikanmu. Disana aku berdiri sendiri memandang sesuatu yang jauh, tiba-tiba kau ada disampingku dan melingkarkan tanganmu tepat dipundakku. Saat ku menoleh, kau hanya tersenyum kemudian berlalu. Kau pergi begitu saja setelah senyum itu. Apakah kau akan benar-benar pergi meninggalkanku?”
As, 03.09.2012
10:21 AM

Jika kau menanyakan apakah aku akan pergi meningalkanmu, aku akan memikirkannya masak-masak lalu menuliskan kalimat-kalimat yang mungkin akan kau maknai dengan sesuatu. Tapi kalimat-kalimat tersebut sebenarnya tidak menjawab pertanyaanmu. Kalimat tersebut hanya menenggelamkan semua tanyamu dan kau memang tidak lagi khawatir tentang sebuah kepergian. Mengapa aku menggunakan kalimat-kalimat seperti itu? Bukan menjawabnya dengan gamblang lalu menyelesaikan semua kekhawatiranmu?

Pergi memiliki arti yang dalam. Disana ada sebuah keputusan yang hampir sama maknanya dengan cinta itu sendiri. Antara mencintai atau pergi sama-sama memiliki konsekuensi yang harus kita pegang seumur hidup. Itu adalah sebuah dualisme abadi, datang dan pergi. Dua kata tersebut biasanya memiliki arti yang sama sekali berbeda, yaitu datang untuk mencintai/memiliki, dan pergi untuk meninggalkan cinta tersebut. Namun dalam kasus kita, jikapun kepergian yang aku pilih, itu akan bermakna sama :cinta.

Bagaimana jika saya ucapkan bahwa aku mencintamu? Saya tidak ingin membuat ini semakin rumit, namun juga, saya tidak ingin membatasi kata “cinta” menjadi sedemikian rendah dari yang seharusnya bisa dilakukan. Andaikan kita bisa memaknai kata “cinta” sebagai sesuatu yang lebih besar lagi. Lingkungan sosial kita mengajarkan –meskipun tidak secara langsung- bahwa ucapan “cinta” hanya digunakan oleh satu orang ke orang lain yang akan dia jadikan sebagai “pacar atau istri”. Dan menggunakan kata “suka” kepada satu orang ke orang lain ketika posisinya sebagai “teman”.

Apakah ketika saya bilang aku mencintaimu, maka saya berharap bahwa kau akan menjadi permaisuriku? Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, karena betapa banyak pertemanan yang akhirnya jebol kerena salah seorang mengucapkan cinta. Dan saya tidak akan membiarkan itu terjadi, maka dari itu, maknailah kata cinta menjadi sesuatu yang lebih besar lagi. Maknailah, bahwa dengan cinta ini kita tidak akan saling meninggalkan dengan kebencian.

Dibelahan dunia lain, seorang tuan mengatakan kepada anjingnya “I love you so much”. Seorang teman kepada temannya yang lain, “I love you so much”. Seorang kakak kepada adiknya, “I love you so much”, orang tua kepada anak-anaknya, “I love you so much”. Dan seseorang kepada orang yang akan diajaknya menikah, “I love you so much”. Maka saya ucapkan kata cinta kepadamu, dalam arti yang lebih dalam dari yang pernah orang lain tahu.

Jika jawaban-jawabanku tersebut tidak membuatmu faham, itu semua karena kesalahanku. Bahwa aku memang tidak bisa menjawabnya dengan kata yang lebih sederhana seperti : Ya, atau Tidak. Jadi, saya membuat dua kemungkinan untuk menjawab ini dengan paragraf yang lebih sederhana dari sekedar filosofi pengelakan seperti yang sering kulakukan.

Pertama, saya tidak akan pergi. Saya akan tetap tinggal untuk menjadi seseorang yang paling mengerti dirimu. Entah sebagai teman yang membantumu bangkit dari ketakutan, ataupun sebagai kakek dari cucu-cucumu, atau pula sebagai kakak yang menguatkan adiknya saat terluka. Hal-hal seperti ini mungkin tampak lebih sederhana dari yang akan terjadi. Disamping karena takdir yang terjadi kadang tidak seperti yang kita usahakan, kita juga sulit untuk saling menjaga silaturrahim melalui sebuah pertemuan. Jika kita mampu berkomitmen, meski terjadi apapun, jika kita masih memegang kata “cinta”, maka kita akan saling bertemu untuk saling menjaga.

Kedua, saya akan pergi. Kemungkinan yang satu ini akan sangat tergantung dari persepsimu mengenai arti sebuah hubungan. Lebih-lebih ini terjadi ketika suatu saat suddenly kau dipanggil ke rumah dan seorang lelaki yang sempurna menunggu untuk mengucapkan kalimat maha dahsyat “qobiltu nikahaha…”. Lalu kau mengartikan ini sebagai pemutusan hubungan dari kanangan masa lalu. Saya akan bisa menerimanya sebagai sebuah keyakinan bahwa “aku ikut mengantarmu menuju sebuah titik dimana kau akan memiliki kehidupan yang lebih aman sehingga tidak perlu ada aku”. Kalimat ini bukanlah kalimat majnun yang ditinggalkan laila-nya, lalu berusaha sok ikhlas dengan mengucapkan kalimat tersebut atau kalimat yang serupa seperti “aku rela kau bersamanya asal kau bahagia”. Bukan, ini bukan hal seperti itu, kita mengenal dengan sangat baik, kan?

Bahkan, ini menjadi lebih rumit dari yang seharusnya. ^_^ dan urusan kita sudah selesai dengan jawabanmu yang meredam dadaku.

Qorib, Qorib, Qorib.., semoga itu menjawab semuanya!
As, 03.09.2012
11:47

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.