Skip to main content

Aku

Pada akhirnya aku merasa tidak wajib memberikan ceramah-ceramah kuno kepadamu. Masa-masa itu telah berlalu dan sekarang akulah yang membutuhkan motivasi baru darimu. Mungkin aku pernah menjadi seorang yang kuat, percaya diri, pengejar mimpi, dan biasanya mampu mempengaruhi orang lain untuk percaya bahwa ada kehidupan yang lebih baik setelah ini. Tapi ternyata ujian terhadapku lebih hebat lagi.
Aku ternyata hanya bicara tanpa mampu menjadikan hidupku lebih baik. Aku mungkin terlalu optimis –jika bisa dikatakan begitu. Aku masih saja pergi ke sana kemari tanpa tujuan yang pasti, ini menjadi jelas jika aku menyelami lagi apa yag pernah kulakukan, berjalan-jalan dari kota-ke kota, begitu menyenangkannya, tapi apakah itu mempunyai arti penting yang sangat penting dalam kehidupanku? Kujawab “Iya” tapi sampai sekarang aku tidak melihat manfaat yang begitu besar dalam merubah diriku. Aku hanya seorang pelancong, tidak lebih dari itu.
Kau telah tumbuh menjadi sesuatu, kau lebih bermanfaat kepada orang-orang. Bahkan lebih dari apa yang pernah ku bayangkan, dan tentu saja lebih dari padaku yang sampai sekarang masih mengejar mimpi-mimpi. Mungkin Allah memiliki skenario yang berbeda antara aku dan kau, tapi aku hendak menyimpulkan sendiri saja untuk saat ini.
Ada orang-orang yang untuk mencapai tujuannya ia harus berusaha keras, memeras otak, menguatkan dirinya sendiri, terus fokus, tidak memaafkan dirinya jika menyerah, membuat langkah-langkah, hingga tidak lagi merasakan apa yang dikatakan hidup enak itu. Orang itu hanya tahu bahwa ia tengah berjuang untuk sesuatu yang dia katakan sebagai mimpi. Berkat orang lain, berkat buku-buku yang dibaca, ia yakin bahwa mimpinya akan terwujud dikemudian hari. Tapi bahkan hingga ia menulis diary tentang dirinya sendiri, ia ragu apakah sesungguhnya ia telah mencapai sesuatu? Dan itulah aku.
Ada orang-orang yang mendapatkan kasih sayang Allah yang besar. Ia memohon sesuatu yang baik tapi Allah memberikannya yang lebih baik lagi. Ia membayar semua keberhasilannya dengan kesabaran. Ia memiliki ujian yang benar-benar berbeda dariku sehingga aku mungkin bisa memberikan sedikit semangatku kepadanya untuk menahan ujian tersebut. Tapi ia telah jauh lebih kuat dari yang ku kira. Ia telah berlari lebih kencang untuk menjadi manusia yang benar-benar tahu apa yang harus dilakukan daripadaku. Dia adalah kau.
Kita menjadi orang yang berbeda, sejak awal hingga sekarang. Hanya saja pada awalnya aku masih tidak sadar siapa sesungguhnya dirimu. Mungkin sekarang saat yang tepat untuk menghentikan ceramah-ceramahku kepadamu. Dan inilah rupanya ketakutan terbesarku.
Apa yang telah kita mulai, mau tidak mau akan membekas di dalam hati kita. Aku tidak tahu apakah itu berharga ataupun tidak. Sekarang aku mulai takut kehilanganmu, sebagaimana ketakutan yang pernah kau ucapkan dahulu. Ini bukan tentang aku akan meninggalkanmu atau kau akan meninggalkanku. Tapi sebagaimana seorang guru yang mengantarkan siswanya menjadi Presiden, setelah itu sang gurupun akan mundur pelan dan kembali menekuni pekerjaannya membuat kandang kambing di desa. Aku bukan gurumu, tentu saja, itu hanya perumpamaan.
Mungkin ini hanya perasaanku saja. Kalau saja aku telah siap dari awal akan kejadian ini, kalau saja aku mempunyai keberanian yang berlebih, kalau saja kita ada waktu membicarakan segala sesuatu yang muncul dalam hati. Jika saja ada jalan agar aku tidak kehilanganmu.
Masih ingat dengan puisi ini?

Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Keteguhanku runtuh juga atas sebuah keyakinan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Menuntunku diujung kegelapan menuju tepi yang tanpa batas
yang ia yakini sebagai sebuah keyakinan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Mencoba menuntun kalbuku menuju dunia tanpa batas itu
Mencoba memahami relungku dalam sunyi dan sepi
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Membawaku kesebuah tepian dimana tak pernah kupijakkan langkahku
Bukan karena aku tak mau tapi karena aku terlalu kerdil
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Menawarkanku sejuk semilir angin yang tak pernah kurasa desirnya
Mengakrabkan aku dengan gemericik air
Membiarkanku menari dalam angan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Mengajakku tertawa lepas membahana bersama samanya
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Mengajarkanku menutup mata untuk menggapai semua angan
Meninggalkan semua ketakutan disudut keheningan sang malam
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Meninggalkan aku ditepian yang ku takuti
Membiarkanku merasakan sejumput senyuman untuk sebuah kebahagiaan

Semua itu bukan untuknya, tapi untukku
Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Mencoba membuatku berdiri diatas kerapuhanku, mempercayai keteguhanku
Lirihnya yang selalu ku ingat, kau pasti bisa

Seorang laki-laki datang padaku atas nama keyakinan
Memandangku dengan mata berbinar, bukan bibirnya yang menyentuh batinku
Tapi binar matanya yang menembus tiap sudut direlung kalbuku
Mencoba melepaskanku dai tabir-tabir ketidakberdayaan
Meyakinkan aku atas apa yang tidak ku yakini

Hei kau laki-laki
Mengapa kau begitu percaya pada perempuan  ini
Hei kau laki-laki
Mungkin masih tak dapat kupahami keyakinanmu
Tapi aku akan kembali di ujung purnama untuk menanyakan kembali keyakinanmu
Bukan karena kau, bukan juga karena aku
Tapi karena keyakinanku atas sederhanamu, tiap jengkal tuturmu atas kuha

Untuknya, laki-laki yang datang padaku atas nama keyakinan

Entah kau menuliskannya untuk siapa, tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menjadi laki-laki itu. Aku ingin sekali menjadi seperti itu. Tapi sekarang aku dalam kondisi terlemah dari seluruh kehidupanku. Aku ingin istirahat sejenak dari hidup ini. Aku ingin memutar memori yang telah sempat ku rekam. Dan saat seperti inilah aku sangat takut kehilanganmu.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.