Skip to main content

Pengalaman


budha laser, mencari pengalaman hingga keliling Asean
Ada dua macam pengalaman yang dikatakan seorang sastrawan saat memulai workshopnya. Dua pengalaman tersebut adalah pengalaman kognitif dan pengalaman empirik. Pengalaman kognnitif bermain dalam pikiran, pengandaian, dan ide-ide yang bersifat buatan di alam pikiran. Lalu pengalaman empirik adalah pengalaman yang terjadi pada diri seseorang secara nyata dan disadari.

Hebatnya dari pengalaman inilah kita mempersepsi sesuatu. Seseorang memiliki nilai standar, nilai moral, apa yang jahat dan apa yang baik, mana yang benar dan mana yang salah, segala sesuatu, didasarkan pada pengalaman. Maka dari itu, pengalaman menjadi penting bagi seseorang untuk memandang sesuatu sesuai dengan nilai yang dianutnya.

Membaca buku, baik buku fiksi atau nonfiksi adalah termasuk bagian dari mencari pengalaman itu sendiri. Pengalaman dari membaca buku ini akan menjadi dasar-dasar nilai yang akan kita anut, sehingga membaca buku termasuk dalam pengalaman empirik. Ia dengan sadar kita baca dan kita amini bila sejalan, atau kita tolak bila tak setujuan. Bahkan dari penolakan alamiah ini kita akan menemukan pengalaman yang akan kita gunakan dalam menilai.

Pengalaman sendiri berasal dari kata alam, sehingga peng-alam-an berarti alam yang sudah menjadi milik kita, atau kita menyerupai sosok alam itu sendiri. Ketika indera kita bersentuhan dengan alam, maka terjadilah pengalaman itu. Ketika pengalaman itu memberi kita sesuatu yang baru, maka terjadilah “tahu” atau akumulasinya disebut pengetahuan. Seseorang yang mengetahui suatu hal dengan porsi tertentu, maka akan disebut ahli.

Jadi tampaknya dasar segala sesuatu adalah pengalaman. Maka dari itu tidak heran jika salah satu dosen di Universitas Dr. Sutomo, Drs. Hartopo Eko Putro yang lebih akrab dipanggil “Papi” mengatakan “jangan pernah menolak pengalaman”. Dalam kuliahnya selama lima jam tersebut, dua jam pertama dihabiskan untuk merumuskan sebuah dasar dari pengetahuan manusia. Ia mengupas persoalan pengalaman yang rupanya, menjadi akar dari seluruh mata kuliah kehidupan manusia.

Pengalaman memiliki dua wilayah, frame dan field. Jika di-Indonesiakan, frame berarti kerangka, dan field berarti mendalam. Maka frame of experience adalah kerangka pengalaman yang dimiliki manusia dalam kesehariannya. Frame ini menjadi dasar pertama kali bagi seseorang untuk menangkap sesuatu, lalu menjadi persepsi. Persepsi yang paling awal ini, tidak lebih dari sekedar hipotesis (dugaan sementara) yang bisa saja 50 persen benar, dan 50 persen salah.

Misalnya kita melihat sosok lelaki berkulit gelap, tinggi besar, gondrong, lalu dari ujung bahu kaosnya terlihat sebuah tato berwarna biru melingkar-lingkar. Berdasarkan frame of experience, maka kita akan melihat sosok yang cocok berperan jadi penjahat. Mengapa kita melihat hal demikian? Karena citra tersebut menunjukkan sosok penjahat. Dari mana citra ini muncul? Ada dua jalur, pertama dari kenyataan di kampung-kampung, dan kedua dipatenkan dalam sinetron abal-abal made in Indonesia.

Inilah adalah frame yang kita bawa ke mana-mana. Pemikiran dan pengalaman yang cekak, ecek-ecek, cethek, membentuk sebuah persepsi yang bahkan bisa menjadi 90 persen salah. Paling tidak itulah pengalaman Papi dalam menghadapi seorang penumpang bus yang seperti sosok di atas. Ketika diajak ngobrol, bisa jadi dia usai mengantarkan gadis kecilnya mondok di Gontor, atau ia adalah penjual sayur keliling yang menghidupi puluhan anak yatim di panti asuhan, dan bisa jadi ia adalah sesuatu yang menakjubkan.

Ketika kita menggali apa yang ada dari frame of experience inilah, maka pengalaman akan menjadi mendalam lalu kita sebut field of experience. Jika hanya berhenti pada frame, maka kita menjadi kolot. Maka dari itu, menjadi manusia belum sempurna jika tidak sampai mendalami pengalaman guna memastikan bahwa persepsi kita tidak salah. Paling tidak, jika kita semakin banyak memiliki pengalaman mendalam, maka keterbukaan pikiran dan hati dalam memandang segala peristiwa menjadi jernih.

Maka dari itu betul, jangan pernah mencoba menolak pengalaman. Sebaliknya, jika ada kesempatan berpengalaman, maka ambillah sebanyak-banyaknya. Bisa jadi, mencoba pengalaman ini akan berakhir buruk. Tapi bisa jadi keberhasilan dalam genggaman. Memang begitulah kehidupan, simalakama, tidak selamanya orang baik menang. Hanya di cerita Nabi saja, kebaikan menang.

Dalam kenyataan sehari-hari, jangan heran kita banyak mendapati kisah sejati seorang miskin yang sudah bekerja keras namun tidak juga berhasil. Atau seorang mahasiswa yang tiap malam merangkum materi namun IPK tetap setengah mati. Keberhasilan yang dialami sepatu butut macam Dahlan Islan, atau pemakan singkong macam Chairul Tanjung, dan santri kecil macam A Fuadi, adalah tiga keberhasilan dari ribuan kegagalan orang lain –tumbal.

Namun, sebagaimana banyak orang katakan; hasil itu tidak penting, yang penting adalah prosesnya. Boleh percaya atau tidak, saya merasakan proses yang mengerikan juga termasuk menyakitkan. Alangkah senangnya bila kita hidup berproses mudah, lalu menghasilkan karya gemilang. Karena itu, yang dinamakan doa sapu jagat adalah : Tuhan, berikan saya hidup di dunia yang baik, di akhirat yang baik, dan jauhkanlah kami dari api neraka.

Pengalaman, sebaik apapun akan menjadi masa lalu, seburuk apapun juga merupakan masa lalu. Tapi dari pengalaman baik buruk ini, pengalaman yang mendalam ini, yang akan menjadikan kita manusia yang bertuhan, manusia yang tahu terimakasih, dan manusia yang tanpa penyesalan. Mari mencoba pengalaman baru.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.