Skip to main content

Menebar Terang di Makassar

(Usai Acara Say It With Books, @Fort Rotterdam - Makassar)

The purpose of life is not to be happy. It is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well.”Ralp Waldo Emerson
Hal paling indah ketika menikmati perjalanan adalah bisa bertemu dengan orang-orang yang peduli pada nasib bangsanya. Dan kepedulian itu teraplikasi dalam kegiatan sosial yang tidak mementingkan diri sendiri, penuh senyum, semangat, dan jalinan persaudaraan yang akut. Aku merasakan itu di Penyala Makassar, sebuah gerakan yang kukira, tidak pernah kutemui keluarbiasaannya selama 20 tahun aku hidup.

Di sinilah aku berada, ditanggal cantik 14 Februari, bersama beberapa orang yang agaknya sinting, berkoar-koar tentang penyelamatan generasi bangsa. Di depan sebuah benteng peninggalan belanda, yang namanya tidak pernah kusetujui karena itu simbol penjajahan, kami berdiri di panas matahari sambil tetap berusaha mengembangkan kebanggaan. Tanpa banyak bicara, tanpa berpanjang-panjang filosofi, kita bergerak dengan satu tujuan mulia : menyalakan indonesia melalui makassar. Maka jadilah, gerakan ini lebih baik dari pada gerakan lain yang pernah aku temui.

Aku datang dengan membawa banyak kerepotan, terutama kepada Mbak Ikes yang pagi-pagi sudah melakukan perjanjian denganku untuk bertemu di depan sebuah toko bernama Elizabeth. Secara ringkas, kami berhasil melakukannya, lalu tiba di Fort Rotterdam pukul 08.37 disambut oleh Dimas yang berjalan ke sana kemari padahal di sana ada Inar yang juga anggota Penyala Makassar –tapi mereka tidak saling sapa. Sungguh, hubungan yang buruk. Tapi itu bukan masalah, karena pada akhir acara, pada pukul 22.30 mereka berdua malah berboncengan diam-diam untuk pulang.  Meskipun sedih, aku masih bisa berpesan kepada Inar, “Hati-hati di bonceng sama Dimas, punggungnya suka nakal”.

Aku benar-benar banyak dikejutkan oleh pemuda-pemuda yang ada di Penyala Makassar. Mereka bukanlah tipe orang yang tidak ada pekerjaan sehingga mau bersusah-susah mengumpulkan buku untuk orang lain. Mereka semua bahkan sudah bekerja, dan masih menjadi mahasiswa, bukan pengangguran yang menggantungkan hidup dari gerakannya. Tapi mereka merelakan waktunya, tubuhnya, pikiran, tenaga, dan harta bendanya demi kepentingan sesuatu yang kita sebut : cita-cita luhur. Bukankah itu yang telah lama hilang dari negeri kita tercinta ini?

Aku sudah melalui banyak waktu untuk sekedar hidup, dari komunitas seni, gerakan perubahan, hingga panti asuhan dan pengembangan perpustakaan, namun tak semua bisa berjalan sesuai rencana karena terbentur dengan keterbatasan-keterbatasan sumber daya organisasi. Dan sekarang, aku melihat ada sesuatu yang berbeda di Penyala Makassar. Perbedaan itu membuatku membuka mata, menjungkirbalikkan pemikiranku sendiri.

Di Penyala makassar itu, tak kulihat satupun orang yang merasa bahwa dirinya bekerja melebihi teman-temannya yang lain; yang mana dalam banyak kasus, ini akan melemahkan kinerja orang tersebut, dan menyebabkan ke-iri-an itu menular dengan cepat. Akhirnya, tak satupun yang melakukan sesuatu secara sempurna. Padahal dalam bekerja, yang sangat penting adalah mengerjakan sesuatu dengan sempurna, maka kita akan menjadi yang terbaik dalam hal itu. And I found it here…!

Kemudian aku merasakan sesuatu yang lain, yang biasanya aku tidak mempercainya karena itu bullshit dan mustahil. Di sini tidak ada pembicaraan bernuansa ideologis yang kerap kita temui pada organisasi-organisasi kemahasiswaan. Jadi tidak ada filosofi apapun yang dibahas berlarut-larut hingga menumpulkan kerja keras fisik. Semuanya dilakukan berdasarkan kontrol kesadaran penuh, dengan visi jelas, dan misi yang sudah dirumuskan sesederhana mungkin. Sebelumnya aku masih percaya pada pembicaraan-pembicaraan mengenai keadaan bangsa yang bobrok, keadaan mahasiswa (apalagi di Makassar) yang hanya bisa demo, ataupun apatisme yang menghantui kota besar, akan membawa pada semangat juang yang tinggi. Namun di sini, pada situasi penyala makassar, aku salah. Dari awal aku masuk, hingga terakhir berkumpul bersama mereka, tidak ada pembicaraan hal-hal macam begitu.

Aku merenung, ini tentu saja bukan kemunduran. Bahwa pada hakikatnya, gerakan pencerdasan atau penyadaran dibentuk untuk meraih keberhasilan secara nyata yang sebesar-besarnya. Aku pernah mengikuti gerakan nasional untuk menyadarkan pemuda bangsa agar sadar budaya. Kami banyak diskusi, menemukan banyak hal baik secara psikologis, komunikatif, hingga gempuran konspirasi media massa tingkat internasional. Namun tak satupun berhasil membawa perubahan yang sebanding dengan yang kami diskusikan. Aku masih mereka-reka kesimpulan ini, namun yang jelas, Penyala Makassar, telah memberikan gambaran-gambaran baru tentang menjadi manusia.

Semoga aku tidak terlalu mendramatisir kehidupanku sendiri. Jadi beginilah akhirnya, aku bangga bisa mengenal gerakan Penyala Makassar. Bahwa kita dilahirkan untuk tidak egois, itu benar sekali. Penyala Makassar telah menumbuhkan harapan yang mungkin tinggal seperti lilin di gemerlap lampu perkotaan. Betapa banyak orang yang kehilangan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Aku menjadi teringat sebuah kalimat,

“The best way to not feel hopeless is to get up and do something. Don’t wait for good things to happen to you. If you go out and make some good things happen, you will fill the world with hope, you will fill yourself with hope.”Barrack Obama.

Makassar, 15 Februari 2013

Comments

  1. Senang bisa bersilaturahim di acara teman2 Penyala Makassar.
    Keep up your good works! Salaam ^_^

    ReplyDelete
  2. Mbak Bunga, jangan menangis ya... :)

    Kang Darman, oke bro...

    Mbak Rasyita, Salam balik, ^^ makasih kedatangannya. hadir di Rotterdam kemarinkah?

    ReplyDelete
  3. Saya cuma sempat hadir di acara Say It With Books di Rotterdam 14 Feb kmrn, mas Fathul. Tgl 18 Feb ada acara apakah sama tmn2 Penyala Mks?
    Anyway, salam buat semuanya, keep up your good works ^_^

    ReplyDelete
  4. Kak Rasyita, ikut saja di grup facebook Penyala Makassar. ^^ hari Minggu ada sosialisasi Kelas Inspirasi di Anjungan.... kucari faceboknya dengan nama Rashita Arisya Sjarief kok nggak ada. jadi kami tunggu di grup facebook ya. :D

    ReplyDelete
  5. Hehehe punten respondnya lamaa. Gak ada notifikasinya soalnya. Jadi gak ngeh klo ada respond baru. Nanti stlh blogwalking kesini lg baru liat eh ternyata ada respond baru :D
    Sy dah ikut grup fbnya sejak bbrp bln yg lalu.
    Btw, fathul gak dpt fbku krn tadinya utk profilku sy setting privacynya, hanya sampai friends of friends aja yg bisa dpt profile fbku. Trus klo search di google jg gak bakalan nemu krn aku limit. Tp kmrn saya dah ubah privacy settingnya. Jadi biar bukan friends, atau friends of friends udah bisa nemu profil fbku baik melalui fb search atau search engine lainnya seperti google, etc :)

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.