Skip to main content

Ketidaksempurnaan Kesempurnaan



segala sesuatu yang kita anggap sempurna mengandung ketidaksempurnaan.

Manusia selalu memandang rumput tetangga lebih hijau. Bukanlah suatu hal yang aneh jika ada orang lain yang mengagumi kehidupan manusia lainnya, memuji, dan ingin sekali hidup seperti orang lain. Beberapa lainnya menyadari bahwa pikiran seperti itu hanyalah ilusi, tetapi kesadaran ini tidak bertahan lama. Suatu saat ketika ia tertimpa kesusahan, pikirannya akan langsung melihat kehidupan orang lain dan merasa ingin menggantikannya. Bahkan, kita sering pula merasa putus asa, menganggap tuhan tidak adil, dan merasa menjadi manusia paling tidak beruntung di dunia ini.

Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, tetapi kita sering memandang ada orang lain yang memiliki kehidupan sempurna. Banyak cara kita untuk menuding orang sempurna, mulai dari kekayaan yang tak terhitung, kepandaian yang tak terukur, kreatifitas dalam seni dan budaya yang tidak ada batasnya, hingga gelar dan jabatan yang kepalang tinggi sampai kita tak akan pernah menggapainya. Ternyata mereka tidak sempurna, sungguh. Kita hanya tertipu oleh bayangan-bayangan kesuksesan tanpa bisa melihat segala kondisi dengan lebih gamblang.

Ketidaksempurnaan adalah salah satu ciri dari makhluk, sebagai lawan kata tuhan yang maha kesempurnaan. Tuhan adalah entitas yang kesempurnaannya melampaui segala konsep tentang kesempurnaan. Kesempurnaan tuhan mutlak, dan kesempurnaan manusia adalah relatif. Relatif karena berhubungan dengan sebutan manusia lainnya yang bergantung pada konsep, latar belakang, dan tujuan-tujuan tertentu. Karena itu, bagaimanapun kita iri dengan kehidupan orang lain, kita harus paham bahwa manusia pada dasarnya adalah tidak sempurna meski terlihat sempurna.

Ada kesempurnaan yang berkelindan dengan ketidaksempurnaan dan hidup dalam tubuh orang. Kita bisa melihat sosoknya di John Nash, Allan Turing, Steve Jobs, Stephen Hawking, S Ramanujan, atau penulis kawakan Thomas Wolfe. Mereka semua adalah tokoh andalan dunia yang menciptakan beragam penemuan. Semuanya hebat, semuanya memiliki nasib lebih baik dibanding kebanyakan orang. Tapi bersamaan dengan itu, mereka juga punya kehidupan susah yang lebih buruk dibanding manusia pada umumnya.

John Nash adalah penerima Nobel Prize di bidang Ekonomi karena menemukan Teori Permainan saat ia minum bir bersama teman-temannya. Penyakit yang menggerogoti akal warasnya itu bahkan menjebloskannya ke rumah sakit jiwa. Ia yang awalnya nyentrik, jenius, ambisius, harus terpapar oleh orang-orang khayalan yang hidup bersama dirinya. Kehidupan Nash penuh dengan lika-liku yang mengurai air mata. Kehidupannya cemerlang, berubah menjadi memprihatinkan. Untungnya, di akhir masa hidupnya ia mampu melakukan ‘diet pikiran’ dengan mengeliminir setiap orang sebagai ‘manusia ilusi’. Karena itu, buku dan film yang mengisahkan hidup Nash diberi judul A Beautiful Mind.

Tokoh monumental lain yang dianggap sebagai bapak Ilmu Komputer, Alan Turing, mendapatkan autismenya di saat masa kejayaannya. Jika Nash punya imajinasi kronis tekait keterlibatannya dengan militer untuk melawan Nazi, maka Turing betul-betul berjuang di tengah militer. Ia adalah salah satu tim ahli pemecah kode enigma bersama beberapa rekannya. Sayangnya, autisme yang dimiliki Turing membuatnya menjadi individualis. Atau paling tepat adalah : dia tidak dapat bersosialisasi dengan manusia lainnya sehingga disebut sebagai individualis.

Turing mengabiskan masa kehebatannya di kamp militer. Ia menyembunyikan dirinya dari orang-orang karena memiliki selera seksual berbeda: homo –yang pada waktu itu dianggap sebagai sebuah penyimpangan sehingga harus diobati. Di masa tuanya, Turing memang menjalani suntik hormon untuk mematikan selera seksualnya tersebut. Otaknya yang cerdas dan hampir sempurna membuat Turing bisa membuat cikal bakal komputer seperti yang sekarang ini. Tetapi hidupnya tidak sesempurna kelihatannya, ia kalah dengan masyarakat sosialnya.

Kesempurnaan-kesempurnaan semu ini dialami juga oleh Steve Jobs. Siapa yang tidak mengenal orang ini? Meskipun tidak ada suara jelas apakah Jobs punya kelainan dalam sosialnya, namun kenyataan membuktikan bahwa Jobs hampir mirip dengan Turing. Jobs seringkali bentrok dengan para teman dan pegawainya gara-gara persoalan sepele; katakanlah demikian. Ia mudah sekali menyinggung orang lain sehingga secara pertemanan tidak ada yang menyukainya. Tetapi dia orang yang berintegritas, kreatif, dan mampu membangun masa depan. Jobs tidaklah sesempurna itu, ia juga pernah kalah dengan tidak menjadi siapapun di Apple yang diciptakannya.

Masih banyak lagi orang-orang yang tampaknya beruntung dengan suatu kesempurnaan, tetapi memiliki banyak kisah tidak menyenangkan. Contoh saja, Vincent Van Gogh, yang terkenal dengan lukisan-lukisan impressionismenya berharga ratusan hingga miliaran rupiah. Sayang sekali karena ia terkenal justru setelah meninggal bunuh diri dengan cara memotong daun telinganya. Gogh bisa jadi sempurna dalam hal melukis, namun di kehidupannya yang sederhana ini, ia menjadi orang yang tersingkir. Demikian juga S Ramanujan, matematikawan India yang disebandingkan dengan Euler, Gauss, dan Euclid. Lebih banyak lagi bacalah biografi komposer hebat Beethoven dan Mozart, atau jenius Stephen Hawking, dan penulis semacam Thomas Wolfe -yang mendapat julukan penulis jenius, juga memiliki ketidaksempurnaan yang akut.

Kesempurnaan tidak akan bisa dicapai oleh manusia, siapapun juga. Bahkan Nabi Muhammad yang kita ikuti setiap sunnahnya, tidak diperbolehkan mengaku sebagai orang yang sempurna. Ia adalah nabi, nabi adalah orang ma’shum, berarti dijaga dari dosa: bukan orang yang tidak memiliki dosa. Jika membaca sejarah penurunan wahyu, kita akan tahu bahwa tuhan pernah memperingatkan nabi dengan tidak menghubunginya selama berbulan-bulan. Lalu muncullah titah tuhan untuk mengucapkan ‘Insyallah’ jika manusia berjanji, sekelas nabi sekalipun.

Jadi ada paradox dengan kata kesempurnaan yang setiap hari kita gunakan. Orang di sekeliling kita, akan lebih banyak yang mengeluhkan pekerjaan, jodoh, makanan, penginapan, perkuliahan, dan lain sebagainya, karena mereka tidak sempurna. Tentunya kita akan kaget ketika ada seorang cewek cantik, cerdas, anak orang kaya, tetapi malah jadi perempuan panggilan: atau maksimal dia bunuh diri karena putus cinta. Tidak habis pikir, tetapi demikian hidup. Tidak ada yang sempurna. Paling tidak, dengan memahami bahwa ada ketidaksempurnaan di setiap kesempurnaan, kita bisa lebih bersyukur dan menikmati hidup.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.