Skip to main content

Keteguhan Pram



Pram, adalah gelombang yang membawa sisa-sisa keberanian bangsa Indonesia ke dalam konflik batin-fisik yang lebih melelahkan. Membela kemerdekaan indonesia, jelaslah siapa musuh dan kawan. Tetapi membela ideologi kebebasan menulis dan berpendapat di negara yang sudah merdeka, alangkah repot dan menyedihkannya. Pram hidup dalam bayangan ketakutan, tetapi ketakutan itu diubah menjadi keberanian menentang setiap rongrongan dari kekuatan resmi: negara.

Banyak yang menyetujui bahwa jalan hidup Pram disebut Pramis: sebuah gaya, pikiran, dan tindakan yang dilakukan selama dia masih hidup. Karena kehidupan Pram sendiri adalah sebuah elegi, roman, ditambah kisah suram, terkait berkawan dan berkhianat, tentang keteguhan dan ketersungkuran. Sehingga buku-buku yang ia karang tampaknya tidak jauh menggambarkan kehidupannya sendiri. Lagi pula ukuran ideologi Pramis tidak saja di buku-buku ciptaannya, tetapi terlebih pada bagaimana ia hidup. Seumpama nabi, Pram memiliki kualitas untuk diikuti setiap ucapan, tingkah laku, hingga ketetapan-ketetapannya.

Apakah Pram orang suci? Tentu tidak. Pujian terhadap Pram sepanjang waktu bukanlah karena Pram manusia suci yang diutus oleh tuhan, mendapat wahyu, atau dijaminkan surga kepadanya. Tetapi karena ia manusia biasalah, maka keteguhan pram mendapat banyak pujian. Di zaman apapun, teramat sulit mencari kualitas diri seperti Pram yang bisa tegak di tengah kecamuk kegilaan. Jika tidak ada Pram di Indonesia, kepada siapa lagi akan disangkutpautkan sosok penulis yang siap babak belur demi mempertahankan kebenaran yang telah dipegangnya?

Untuk menggambarkan keteguhan Pram, dalam riwayat-riwayat kematiannya, diibaratkan ia tengah menantang tuhan. Bahkan kepada tuhan sekalipun, Pram tidak meminta bantuan apa-apa. Di sini Pram menampakkan kediriannya sebagai seorang eksistensialis. Selain itu bisa dikata Pram seorang individualis sejati. Orang-orang seperti ini sudah memiliki kesenangan yang bisa mengalahkan nikmatnya berkumpul-kumpul dalam warung kopi. Lebih murah dan membahagiakan membaca buku, atau Pram biasanya mengkliping koran, sembari membayangkan Indonesia bakal maju puluhan tahun mendatang.

Dalam kepengarangan dan hidup Pram, terdapat tiga hal utama sebagaimana yang dikutip Muhidin M Dahlan dalam bukunya ‘Ideologi Saya Adalah Pramis’ dari Taufik Rahzen, yakni kebenaran, keadilan, dan keindahan. Kebenaran adalah jalan utama menuju hidup yang terang meskipun bakal dihalau segala kondisi yang menyakitkan. Dan jalan kebenaran Pram memang bukan jalan yang mudah, ia harus dihadang oleh berbagai macam tantangan. Kebenaran dan keadilan yang bergolak ini harus tahan uji di struktural maupun kultural. Hingga kemudian, muncullah keindahan dari kehidupan dan karya-karya Pram.

Hal yang paling menarik dari tiga jalan kepengarangan Pram adalah konsep tentang keindahan. Ia mempersepsikan keindahan bukan hanya sebagai sesuatu yang mempesona, mengkilap, dan murni. Tetapi keindahan ini harus diejawantahkan dalam memperjuangkan kemanusiaan. Keindahan bagi banyak penulis –terutama penyair- adalah kemampuannya dalam menyajikan bahasa yang indah: bak rima dalam puisi. Dan Pram mengonsep keindahan sebagai gerakan, daya juang, dan semangat pantang menyerah untuk membela kaum tertindas. Sehingga keindahan dalam karya Pram adalah kemampuannya menyajikan realitas yang tidak menguntungkan kaum lemah sebagaimana adanya.

Maka tidak heran jika lawan kepenulisan Pram yang juga tokoh sastra terhormat Mochtar Lubis, menyebutkan bahwa Bumi Manusia adalah novel yang datar dan tidak menarik. Membaca karya Pram memang tidak langsung melonjak ke konflik. Jika seseorang hanya membaca lima halaman pertama kemudian berhenti, maka ia tidak akan mendapatkan sesuatupun. Pram merupakan generasi tua yang tidak mempelajari secara sungguh-sungguh bagaimana membuat pembukaan paragraf yang menggoda atau mendobrak. Ia menulis novelnya dengan kekhusyukan terhadap seluruh kisah sejarah yang telah hadir dalam kehidupan orang Indonesia. Dan ia merasa bebas harus mulai dari mana, bagaimana cara pengkisahannya, dan bagaimana ending yang akan ia tuju.

Selain itu, membaca karya Pram kita akan melihat suatu kesopanan yang terjaga. Tidak ada adegan percintaan yang vulgar sebagaimana kebanyakan kisah percintaan Hollywood. Dan inilah keindahannya, keindahan masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh kesusilaan. Sebagaimana kisah Musashi, legenda samurai Jepang, kisah cintanya dengan Otsu tak sekalipun menampakkan adegan yang tidak pantas. Kebudayaan timur ini memang mendarah daging dalam tubuh Pram. Ia punya karakter yang boleh jadi, lebih kuat dibandingkan dengan penulis besar yang hidup sezamannya.

Meskipun Pram adalah penulis besar, namun dia masihlah orang yang selalu tidak punya uang. Waktu itu, sebagai pengarang, Pram termasuk di gerombolan penulis miskin. Ia selalu menerima setiap suguhan istrinya dan tidak pernah mengeluh soal makanan. Bahkan untuk menikah dengan istrinya Maemunah, Pram dipinjami mas kawin oleh Ramadhan KH. Dengan kondisi seperti ini, sangat aneh jika Pram berani konfrontasi dengan Hamka, HB Jassin, Taufik Ismail, dan beberapa tahun lalu dengan Hasta Mitra hingga Goenawan Mohammad. Ini menunjukkan bahwa Pram tetap tegak menantang segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinannya –dengan tanpa kompromi dan sehormat-hormatnya.

Keteguhan Pram ini sebenarnya bisa ditelisik dari kecintaannya pada tanah air. Ia semacam jatuh cinta dan memiliki semangat patriotisme yang lebih tinggi dari siapapun, bahkan aparat negara atau pun presiden sezamannya. Kecintaannya ini membuat Pram kalut jika Indonesia tidak maju. Ia ikut bergolak, mendobrak, dan berhadap-hadapan dengan bermacam kelompok atau perorangan. Pram berpendapat bahwa sastra seharusnya tidak meninggalkan kaum miskin kota atau ketertindasan petani desa. Hal ini tentu berbeda dengan musuh politik sastranya yang lebih suka menjadikan sastra sebagai sastra, sastra untuk sastra, sehingga seakan tidak ikut bertanggung jawab akan lingkungannya.

Salah satu wujud kecintaan Pram terhadap nusantara ini adalah kegigihannya untuk membuat semacam ensiklopedi Indonesia. Ia rela menghabiskan 23 tahun hanya untuk mengkliping koran, demi mendapatkan gambaran lengkap tentang Indonesia. Yang ia kliping bukanlah persoalan politik, tetapi daerah-daerah yang ada di seantero Indonesia. Jika orang lain melihat Indonesia dari provinsi ke kabupaten ke kecamatan dan baru ke desa, maka Pram membaliknya. Ia catat seluruh nama desa yang ada di Indonesia, kemudian ia mendaftarnya sesuai urutan huruf.

Pram percaya, bahwa kerja-kerja kepengarangannya tidak hanya berbatas pada menulis, tetapi pada seluruh aktivitas untuk membesarkan nama Indonesia. Seperti kita tahu, Pram tidak hanya menulis pada awalnya, tetapi juga ikut dalam berbagai organisasi hingga ia dituduh komunis, ia aktif dalam gerakan sastra, dan termasuk ia mendirikan penerbitan sendiri guna mendukung langkah-langkahnya. Menurut Pram, inilah konsekuensi dari kecintaannya terhadap Indonesia. Ia pernah mengeluh bahwa kerjanya tidak banyak yang mengapresiasi, tetapi ia tidak pernah berhenti untuk menyelesaikan setiap perjuangan yang telah ia mulai. Dilihat atau pun tidak, kita sekarang lah yang memberikan penilaian.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.