Skip to main content

Kuliah Itu Gak Penting


Kuliah itu gak penting. Kesimpulan ini paling banyak disukai karena rata-rata kita malas kuliah, malas disuruh baca buku, malas mengerjakan tugas, malas bikin skripsi dan macam-macam kerjaan yang diberi dosen. Untuk mendukung asumsi kuliah tidak penting ini, disajikanlah data orang terkaya di dunia yang tidak makan bangku sekolah; terutama yang sering disebut adalah Bill Gates, dan tentu Susi Pudjiastuti.

Bahkan ada ilustrasi yang menggemaskan, bahwa suatu hari hidup seorang terpelajar, sarjana ekonomi. Dia membawa seluruh teori pemasaran yang jempolan, kemudian melamar pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Ketika ia telah bekerja, bosnya ternyata adalah temannya yang tidak kuliah. Kata si bos, ketika si pekerja susah payah mencari teori pemasaran, ia langsung bekerja dan belajar hingga punya usaha besar. Uang kuliahnya dipakai modal wirausaha hingga sekarang dapat mempekerjakan sarjana.

Sampai di titik ini kita harus paham bahwa kuliah memang tidak sepenting itu. Siapa sih yang masih mengingat materi kuliah ketika seorang mahasiswa sudah semester delapan? Hampir tidak ada bahkan untuk yang IPK 4.00. Teori yang diajarkan di kelas-kelas ibaratnya dongeng orang tua tentang masa depan yang sulit dibuktikan. Teori itu seperti saran-saran orang miskin kepada orang kaya tentang tips dan trik menghasilkan miliaran rupiah dengan ikut MLM.

Apa lagi kebobrokan perkuliahan? Banyak. Mahasiswa tidak diberi kesempatan yang luas untuk berkreasi, kreatifitas dikekang, kebebasan berfikir dilarang, bahkan sikap kritis mahasiswa selalu berakhir dengan ancaman nilai dan pemutusan beasiswa. Kondisi-kondisi semacam ini, jika terjadi di kampus kalian, maka harus menggerakkan massa mahasiswa guna berunjuk rasa menggaungkan keadilan berpendidikan. Karena pendidikan harusnya membebaskan bukan malah mengekang.

Jika masih belum cukup, akan saya sebutkan lagi. Bahwa perkuliahan tidak mengajari mahasiswa untuk secara mandiri hidup dengan kemampuannya sendiri. Berdasarkan pengalaman, sarjana melamar ke 10 perusahaan dan hanya 1 yang dipanggil atau tidak mendapatkan panggilan sama sekali. Perkuliahan tidak mengajari mahasiswa menjadi kaya, menjadi orang hebat seperti Mark Zuckerberg atau Sukarno, juga tidak mengajari mahasiswa hidup penuh karya semacam Pramoedya Ananta Toer dan Anggun C Sasmi.

Kualitas kampus kita di Indonesia berkali-kali disorot karena tidak ada perkembangan yang berarti. Kehidupan kampus ibarat aliran sungai yang mau tidak mau, daun-daun kering yang jatuh harus mengikuti arusnya sampai ke muara. Melihat kondisi ini, kita ingin melimpahkan kesalahan pada orang lain; rektor, dosen, sistem pendidikan Indonesia, gaji dosen yang kecil, mahasiswa yang pemalas, sarana kurang, hingga kesempatan berpendidikan yang tidak ada ruang.

Kehidupan Kampus

Jadi apa yang penting dari perkuliahan sesungguhnya? Jawabannya jelas; ruang-ruang publik yang diciptakan oleh kampus membuat mahasiswa menjadi intelektual yang mumpuni dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Klise, tetapi inilah yang terjadi. Perkuliahan membuat banyak hal yang tadinya tertutup, sekarang menjadi terbuka. Kuliah membuat mahasiswa yang tadinya abai terhadap lingkungan sekitarnya, menjadi peduli.

Yang mahal dalam perkuliahan adalah aktivitas di luar perkuliahan itu sendiri. Ketika anda di kelas ngantuk, maka bisa jadi ketika demo di balai kota mata melotot tanpa kantuk demi membela korban kekerasan. Ketika teori susah dipahami di kelas, maka kajian yang dilakukan mahasiswa terhadap hoax dan fake news akan menjadi ajang terbukanya pemahaman yang jauh lebih berguna dari sekadar teoritis.

Dengan mendaftarkan diri sebagai mahasiswa, mereka akhirnya bisa gabung menjadi aktivis HMI, PMII, GMNI, PMKRI, dan sebagainya, lalu melupakan kuliah (ups), dan bersikap kritis terhadap sivitas akademik juga kampus sebagai institusi. Dengan menyandang gelar mahasiswa, kalian akhirnya bersikap lebih dewasa dan bisa menjadi contoh penting bagi adik-adik di kampung. Kehidupan di kampus membuat mahasiswa memiliki banyak relasi, berkompetisi, hingga berprestasi di bidang lain yang sebelumnya tak mungkin dijamah.

Kampus dan perkuliahan merupakan bagian paling kecil dari kehidupan. Sehingga mahasiswa yang gupuh gara-gara nilainya mendapat C, B, dan B+ dan ingin berlomba-lomba mendapatkan A, sejatinya telah melupakan esensi perkuliahan dan terjebak dalam rutinitas kesialan seumur hidup. Mahasiswa harus berdiri melebihi khawatirnya terhadap UAS dan absensi yang kelewat merah, karena kehidupan kampus akan membentuk masa depan kalian; sadar ataupun tidak.

Sehingga ketika kuliah, mahasiswa harus berorganisasi secara serius untuk mendapatkan pengalaman kolaboratif, kompetitif, kerja sama, kompromi, manajemen emosi dan kesan, hingga belajar kepemimpinan. Untuk bisa bekerja sama dengan orang lain, mahasiswa tidak cukup dengan mengikuti materi di kelas. Bahkan hal sepele seperti menulis surat pun tidak diajari di kelas -kecuali kalian jurusan kantor pos. Jalin komunikasi dengan banyak orang, belajar dari mereka, dan dewasalah.

Jadi apa yang harus diperbaiki?

Saya akan menyajikan kenyataan pahit di dunia perkuliahan. Rata-rata mahasiswa jika diberi kesempatan ghibah dosennya, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang bobrok adalah salah dosen. Mahasiswa dalam rasan-rasanya di warung kopi sering mencemooh dosen, menertawai gaya jalan dosen, bahkan menirukan gaya bicara dosen lalu terbahak-bahak sampai kentut. Dosen dianggap tidak punya kompetensi untuk mengajar sehingga menyebabkan mahasiswa pasif dan gagal.

Di sisi lain, dosen-dosen yang berkumpul di ruang makan mewah dengan uang kampus -uang mahasiswa juga- tidak membahas teori terbaru atau praktikum apa yang menarik buat mahasiswa. Mereka membicarakan mahasiswa yang manja ketika diberi tugas, mahasiswa yang sok pintar di kelas lalu sok membuat pertanyaan yang menyulitkan dosen, juga meledek mahasiswa yang tidak pernah masuk kelas tapi minta nilai bagus.

Mahasiswa mengejek dosen, dosen mendikte mahasiswa, karyawan menyumpahi bos, dan bos selalu tidak puas dengan kinerja pegawainya; adalah realita kehidupan yang sedang kita jalani. Jangan heran banyak mahasiswa sok cerdas dan kritis di warung kopi tapi gagap ketika berhadapan dengan dosen, dan jangan heran juga dosen yang menjadi raja kecil di ruang kelas yang titahnya tidak boleh ditolak karena bisa menyebabkan angka merah di raport mahasiswa.

Catatan Penting: jika ingin berhasil selama menempuh pendidikan tinggi, jangan banyak alasan. Melimpahkan kesalahan pada dosen dan sistem pendidikan, menuding fasilitas dan pelayanan kampus, tidak akan membuat mahasiswa sukses. Mahasiswa harus berusaha mati-matian untuk membaca banyak buku, mahasiswa juga musti bergerak, berfikir, berorganisasi, bentrok dengan pemikiran orang lain, sehingga kepalanya tidak berisi debu peradaban.

Mahasiswa yang sudah banyak membaca, bisa menulis dengan baik, bergeraklah dalam dunia tulisan dan sebarkan pikiran kritis melalui berbagai media. Jika kalian jurusan komunikasi, maka lulus lah ketika sudah bisa menulis berita yang baik, luluslah ketika sudah bisa berbicara di depan publik yang jago, atau bisa bikin film meskipun sendirian. Kebanyakan kita tidak dapat mencapai target dari perkuliahan, tapi sudah berani lulus dan mengecam kampus yang tidak memberinya apa-apa.

Yang dapat saya temui saat ini, hanya 3-5 orang di kelas yang bisa diandalkan. Selebihnya adalah pasir di lautan, buih yang terombang-ambing di gelombang. Mereka hanya datang ke kampus untuk kuliah, ke kantin, ngopi, shopping, main game, pulang ke kos wifian youtub-an, lalu setiap akhir pesan bersama pacar ke car free day dan pantai. Bagaimana mungkin mereka akan lulus dengan kualitas seperti yang tertera dalam visi prodi?

Jadi inti yang paling inti dari suksesnya pendidikan adalah pada mahasiswanya sendiri. Dosen, sebagai entitas suci di dalam kelas memang susah-susah gampang dijinakkan. Kepada mereka cukup lah kalian berhormat karena mereka adalah orang yang berilmu. Berbicara yang santun dengan tata krama sebagaimana murid kepada guru. Dosen tidak meminta mahasiswa harus menyembahnya. Jika ada dosen yang keliru maka dia adalah manusia biasa yang dapat diingatkan dengan cara yang baik.

Comments

  1. Di arsitektur lanskap mhs diberi kebebasan berkreasi pak, lebih cenderung otak kanan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha...bagus pak, otak kanan kiri bagus. Tapi mhsswa seharusnya tdk hanya belajar di ruang kelas, tapi juga berjuang utk masyarakatnya.

      Selamat mengajar pak, tetap semangat :D

      Delete
  2. Bagus pak.
    Mahasiswa harus berjaung untuk dirinya sendri dimna harus bertekat mengapai cita citanya.

    ReplyDelete
  3. Artikel yang bagus dibaca oleh siswa akhir sekolah seperti saya, menarik untuk di jadikan subuah acuan dalam merubah pola pikir

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.