Skip to main content

Keluargaku yang Bahagia


(tulisan ini mengandung narsisme dan pemujaan berlebihan terhadap diri sendiri. waspadalah!)

Sebenarnya mau membuat sebuah tulisan tentang Kartini, tapi versi istriku. Judulnya bisa jadi 'Kartiniku di Rumah' atau semacam 'Kartini di Hatiku'. Tetapi agak sulit membayangkan bahwa Kartini akan mengerti menjadi istri dari lelaki biasa yang memiliki cita-cita luar biasa, tetapi cita-cita itu terpendam bersama kenyataan dan keikhlasan haha.

Jadilah aku membuat tulisan tentang istriku, yang juga perempuan biasa tetapi karena kami berdua mencoba hidup bahagia, lalu saling mencocokkan seluruh persamaan dan perbedaan, saling mengerti dan menerima apa yang terbaik dan memperbaiki apa yang buruk, jadilah ia istri terbaik yang bisa aku temukan saat ini.

Setelah menulis agak panjang, ternyata harus kuubah lagi fokusnya. Bukan menjelaskan tentang istri, karena menulis sesuatu seperti itu, di blog yang dibaca umum, rasanya menjadi agak kurang etis, kalau tidak dibilang memalukan. Karena itu kuputuskan untuk menulis tentang pengalaman berumah tangga yang harus selalu sesuai moto : membahagiakan. Karena rumah tangga bahagia itu bukan mitos.

Sejak tiga tahun kenal sebelum menikah, lalu sekarang memiliki anak berusia 5 bulan, kami sekalipun tidak pernah bertengkar. Kadang kami saling merasa beruntung ketika membandingkan dengan angan-angan di masa remaja akan jodoh yang akan kita masing-masing nikahi. Agak sembrono memang, membandingkan dengan sesuatu yang tidak riil. Tapi itu adalah salah satu cara mensyukuri hidup, bukan?

Kami hidup seperti manusia pada umumnya. Dia ibu rumah tangga yang sehari-hari di rumah, dan aku bekerja sejak pukul 08.00 - 15.00 WIB. Setelah aku berangkat kerja, istri tidak selalu menghubungiku untuk mengingatkan makan atau persoalan remeh lainnya. Itu membantuku fokus di tempat kerja. Tetapi sebisa mungkin aku mencoba wa istri karena di rumah saja tentu membosankan sehingga perlu diajak ngobrol -meskipun kadang aku balasnya lama karena sambil mengerjakan sesuatu.

Salah satu hal yang membuat kami bahagia adalah keterbukaan dan kepercayaan ke masing-masing pasangan. Sebagai lelaki, mungkin saya biasa saja dengan kondisi itu, ditambah istri tidak memiliki aktivitas di luar rumah. Tapi dia sebagai perempuan harus mendapat nilai plus karena saya lelaki yang menyukai aktivitas di luar rumah (bukan outdoor). Dia sering bilang "mas, aku cemburu kalau begini dan begitu", lalu aku jawab "oke, mas tidak akan begini dan begitu".

Ada beberapa kondisi yang kami tidak suka dilakukan oleh masing-masing pasangan. Tapi kami sampaikan juga. Dari sini kita belajar bahwa sesuatu yang terlihat keliru, tidak selamanya keliru, kadang ada pemahaman yang salah sehingga harus dikonfirmasi. Mirip-mirip sama kerjaan wartawan yang suka mengonfirmasikan berita hoax begitu. Nyatanya, banyak hal yang tadinya sepertinya salah, ternyata tidak sesalah itu jika dikomunikasikan.

Rumus sederhana dari dua orang yang menikah adalah cinta. Ingin muntah? Haha. Meskipun ini klise tetapi tetap kusampaikan karena ini membahas sesuatu yang serius. Bagi kalian yang sudah pernah mencintai orang lain, maka kebahagiaan orang lain itulah bahagiamu. Sama dengan, jika seorang anak sukses, yang paling bahagia bukan anak itu, tapi orang tuanya. Ketika saling cinta, maka kebahagiaan istri adalah bahagianya suami, dan kebahagiaan suami adalah bahagianya istri.

Bagi lelaki yang sudah berumah tangga 5 tahun, 10 tahun, dan seterusnya, memahami kondisi di atas tentu luas biasa berat. Atau bahkan saya akan ditertawakan. Karena selama ini, pernikahan yang sudah bertahun-tahun tidak lagi dibangun di atas pondasi cinta, tapi sudah terlanjur. Mereka berdua bertahan karena anak, karena keluarga besar, padahal sudah tidak ada lagi pembicaraan yang manis, tidak ada lagi gandeng tangan romantis.

Di keluarga kami, sentuhan, ucapan, dan perilaku sehari-hari sebisa mungkin ditunjukkan untuk mengungkapkan cinta. Tanpa ada acara tertentu, kami biasa berpelukan atau mengucapkan kata cinta yang manis ke telinga masing-masing. Perlu dicatat, lelaki biasanya tidak peka terhadap kondisi ini. Bagi lelaki, mengucap cinta ke istri itu menggelikan, bahkan cenderung menjijikkan. Padahal ini adalah pondasi yang kuat untuk meletakkan rasa bahagia di rumah.

Istri pernah mengucapkan kalimat yang bersungguh-sungguh dari hatinya. Bahwa pencapaian terbesarnya selama hidup, adalah menikah denganku. Lucu tapi ia serius mengucapkannya. Entah dengan alasan apapun, ucapan itu akan membekas di hatiku. Karena laki-laki suka dihargai menjadi pahlawan terbaik;semacam itu. Termasuk perlu ditulis adalah istri tidak pernah menuntut di luar batas kemampuan suami, ini yang keren dan tiada duanya.

Pernah suatu kali aku sakit selama satu minggu. Ia berangkat sendiri mengurus perpanjangan SIM di Polres Batu padahal dia baru dua bulan di sini. Dia tidak hafal tempat dan hanya mengandalkan google maps hingga tersesat. Membayangkan betapa mandirinya dia, sebagai lelaki, tentu aku terharu. Karena itu sebisa mungkin, akhirnya, aku harus selalu mengantarnya. Bahkan untuk perbuatan sepele seperti beli sayur dan lauk di setiap pagi.

Pun aku akhirnya harus mengimbangi dengan menjadi lelaki yang tangguh dan harapan terbaik bagi sang istri. Hampir jarang aku melarang atau menolak ketika istri mau belanja, betapapun belanjaannya nggak penting. Aku selalu bilang iya. Di hari-hari tertentu, secara acak, aku membelikan bunga mawar kesukaannya, sesekali coklat silverqueen meski mahal. Kutaruh bunga mawar di meja, kadang di atas bantal, sepulangku kerja. Begitu dia tahu ada bunga, dia akan berteriak, otomatis peluk, dan mengucapkan terimakasih.

Beberapa kali aku rela bolos kerja demi menyempatkan waktu untuk membawa istri keluar rumah. Kami makan di luar, sepeda motoran keliling kota, berakhir di taman dengan foto-foto untuk di upload ketika liburan. Istriku juga terus mempelajari masak-masakan yang enak. Salah satu hal yang menyenangkan adalah menemaninya masak, dia pegang wajan dan panci, aku memegang Gie.

Hubungan semacam ini tentu saja manis dan patut untuk dilanggengkan. Sayangnya, banyak sekali rumah tangga yang pupus di tengah jalan akhir-akhir ini. Sering aku mendengar lelaki yang sepulang kerja langsung sibuk dengan gadgetnya, menyapa anak ala kadarnya, dan langsung tidur. Banyak juga lelaki yang gengsi untuk menyapu rumah, mencuci piring kotor, atau berterimakasih kepada istri karena telah menjadi ibu rumah tangga yg luar biasa.

Aku dan istri memiliki banyak sekali perbedaan. Bisa dikatakan, persamaan kami hanya ada di satu atau dua hal saja. Misalnya kami sama-sama suka mie ayam. Selain itu semuanya berbeda. Tapi perbedaan ini tidak terlalu kami persoalkan karena tidak prinsipil. Kami banyak mengeksplorasi hal-hal yang mainstream, seperti jalan-jalan, makan-makan, dan menghabiskan waktu bercengkerama di beranda kontrakan.

Hidup sekali kuupayakan untuk tidak menyesal dari setiap pilihan hidup.
Mungkin istri pernah ragu menikah denganku dan akupun suatu waktu di masa lalu berharap lebih dari istriku. Tetapi itu tidak ada gunanya. Kami bahagia dengan pasangan pilihan tuhan, dengan cara yang kami upayakan dengan sungguh-sungguh. Setiap hari kami berbalas cinta dan tak satupun kondisi itu membosankan. Bahagia adalah pilihan berdua, bukan upaya dari satu orang.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.