Skip to main content

Dilan


Dalam dua malam, aku sudah menyelesaikan dua novel terbaik milik Pidi Baiq, Dilan 1990 dan Dilan 1991. Selesai membaca Dilan 1990, hatiku berbunga-bunga, ikut senang, bangga, dan menatap masa depan cerah. Dan selesai membaca Dilan 1991, hatiku terluka, sakit, batuk, flu, mimisan, gigi berlubang, panas dalam, disebabkan dua tokoh utama putus.

Begitulah, seringnya novel begitu mudah masuk dalam emosi pembacanya. Karena dengan membaca, seluruh imajinasi kita akan bermain. Bahkan bisa jadi, imajinasi kita lebih bagus dari pada apa yang tertulis dalam novel itu. Meskipun, bisa jadi sebaliknya. Dengan begitu, saya harus percaya bahwa dengan membaca novel Dilan 1990, mood dapat meningkat, dan kebahagiaan juga akan meningkat.

Sementara ketika membaca Dilan 1991, kita akan terpuruk dan mungkin saja mempengaruhi ketidakbahagiaan di dunia ini. Memang awalnya aku akan menyangka bahwa dua tokoh ini akan putus. Karena di awal novel, sudah diketahui bila kisah yang diceritakan hanyalah masa lalu. Dilan adalah masa lalu bagi Milea. Dan Milea menulis novel diary ini dalam posisi sudah menikah dan tinggal di Jakarta, yang katanya sudah mandi.

Satu hal yang harus kubenci adalah, kenapa Dilan harus keren, dan Milea harus cantik. Karena dua hal ini sangat sulit ditemukan di dunia ini. Di akhir cerita, memang Milea mengakui bahwa kisah mereka adalah kisah yang terlalu hebat untuk menjadi kenyataan. Memang begitulah adanya. Seperti sinetron, lelaki sebagai tokoh utama adalah sosok keren yang menjadi rebutan pembaca, lalu tokoh utama perempuan adalah sosok cantik kece yang menjadi rebutan lelaki dalam novel.

Bagiku, Pidi Baiq terlalu mainstream dalam menggambarkan tokohnya. Meskipun tetap saja, kisahnya asyik dan berbeda dengan novel pada umumnya. Dilan yang konyol, cerdas, dang geng motor. Lalu Milea yang sangat cantik, biasa saja, dan anak rumahan. Bisa membayangkan bukan bagaimana kisah mereka? Sangat 1990-an. Dilan disulap oleh Pidi menjadi sosok yang tak pernah menjemukan bagi Milea.

Bayangkan, bagaimana Dilan pertama kali menemukan Milea yang cantik, harus meminta doa ke Bundanya supaya berhasil. Kemudian menyapa Milea yang tengah berjalan menuju sekolah: “Milea ya? Boleh aku meramalmu? kita akan bertemu di kantin sekolah siang nanti”. Setelah gagal, Dilan mengirim surat lagi “Maaf ramalanku gagal, tapi aku akan meramal lagi, besok kita akan ketemu,”. Dan besok di dalam surat itu, adalah Hari Minggu.

Kisah lainnya, di Hari Minggu itu, Dilan mengirim surat undang kepada Milea. Tulisannya, mengundang si cantik untuk sekolah pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu, dengan tanda tangan pengundang adalah Kepala Sekolah. Belum lagi ketika Dilan mengirimkan surat cinta tapi dialamatkan kepada Ibu RT tempat tinggalnya Milea. Mengirimkan coklat lewat loper koran dan petugas PLN, serta mengirimi hadiah ulang tahun berupa TTS yang sudah diisi semua oleh Dilan.

Saya yakin, sebagaimana yang dirasakan Milea, seluruh perempuan di dunia ini akan terkesima, tersipu, dan merasa paling istimewa jika diperlakukan seperti itu. Dilan betul-betul menjadi panglima perang bagi Milea. Ia menjadi pelindung paling istimewa baginya. Dilan berkata: jika ada yang mengganggumu, nanti besok dia akan hilang. Atau kata Dilan : bila aku tidak menghubungimu, ketahuilah bahwa aku memperhatikan sekelilingmu untuk keselamatanmu.

Bagi Milea, Dilan adalah segalanya. Dalam Dilan 1990, hal ini sangat kerasa. Mungkin yang tidak disadari oleh Pidi, Dilan adalah representasi dari Pidi sendiri. Atau bukan sekedar Dilan itu, tetapi sifat mengejutkan dan menyenangkan dari Dilan, adalah representasi dari penulis. Kalau kita teliti, sifat Dilan bukan hanya ia miliki sendiri, tapi juga dimiliki oleh mamanya, dan adiknya yang bernama Disa.

Tentunya kita masih ingat saat Milea bertanya nama lengkap adiknya Dilan ini. Disa menjawab, Disaaa, dan nama lebih panjangnya adalah Disaaaaaaaa!. Demikian pula saat beberapa kali percakapan dilakukan antara Milea dan ibunya Dilan. Misalnya, Ibu DIlan saat marah harus meminta waktu kepada Dilan. Kalau sudah sama-sama siap, barulah ibunya bisa marah. Atau kisah lain yang saya lupa.

Namun marilah meninggalkan itu semua. Kembali kepada Milea dan Dilan yang memiliki hubungan yang romantis, manis, dan berubah miris sejak 1991. Sebagai seorang pacar, Milea menjadi perempuan pada umumnya. Meskipun mengerti apa yang dilakukannya, Milea tetap seorang perempuan. Ia menjadi pengatur, pencegah, pemarah, merajuk, dan sekian sikap wanita yang menjengkelkan hanya karena merasa memiliki.

Keretakan hubungan mereka bermula dari keinginan Milea mencegah Dilan yang hendak berperang dengan geng motornya ini. Berulang kali Milea menyegahnya meskipun awalnya Dilan menurut. Di sinilah letak kelemahan seorang lelaki. Saat membaca, saya menjadi sangat faham kegelisahan yang dirasakan Dilan. Saat ia sebagai panglima tempur bagi berandalannya, harus takluk dengan rengekan perempuan, meskipun si perempuan itu adalah pacarnya.

Dan memang akhirnya, tujuan pacaran adalah untuk putus. Bisa karena menikah, bisa karena berpisah. Begitulah kata Pidi yang diungkapkan lewat Dilan. Akhirnya mereka putus. Milea sedih, Dilan susah, dan pembaca kehilangan kebahagiaan.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.