Skip to main content

Marketing Politik


1. Prawacana Marketing Politik

Telah jamak kita ketahui bahwa marketing politik terdiri dari dua kata yang sepertinya bertentangan namun sesungguhnya merupakan kombinasi yang keren dari dua disiplin ilmu. Marketing yang seharusnya dilakukan di dunia ekonomi untuk meningkatkan/ memperkenalkan barang atau jasanya ke konsumen, kemudian di adopsi oleh ilmu politik untuk memperkenalkan pula barang-barang politiknya, seperti ; jargon, partai, kandidat, visi-misi, dll. Dalam dunia nyata memang marketing politik telah di lakukan oleh beberapa orang dan itu berhasil. Dunia politik sekarang tidak melulu mengandalkan kekuatan mistis yang ada pada dukun atau kiyai, karena, meski bagaimanapun kekuatan seorang dukun dan kiyai zaman sekarang tidak akan mampu mempengaruhi 250 juta penduduk Indonesia.

Inilah ilmu cara membohongi public yang paling mutakhir. Marketing politik, bahkan kemudian dikaji dan setidaknya menjadi sebuah ilmu pengetahuan baru yang di dukung oleh beberapa ahli dengan penelitian-penelitian mereka. Namun bagaimanapun kita harus mengikuti trend yang berkembang, karena barangsiapa yang tidak mengikuti trend dunia maka akan di cap sebagai kolot dan bahkan idiot. Kita kemudian di berikan berbagai macam contoh bagaimana peran marketing politik dalam menaikkan popularitas seseorang seperti Barrack Obama, Susilo Bambang Yudhoyono, dan yang terakhir marketing politik yang sajikan oleh Risma (walikota Surabaya).

Marketing politik seperti di elu-elukan diberbagai media massa, layaknya telah ditemukan ilmu pengetahuan baru yang bisa menolong masyarakat banyak. Padahal, ini hanyalah cara penguasa kembali memperoleh legitimasi untuk membohongi publik. Namun bagaimanapun kita harus memenuhi euphoria demokrasi di Indonesia yang tidak selesai-selesai ini. Kita kemudian harus ikut mengkaji untuk menunjukkan bahwa marketing politik itu penting, sepenting membangun kejujuran dalam pemilu, sepenting memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Kita bisa melihat sendiri bagaimana pembohongan besar-besaran dilakukan oleh parpol dan kandidat dalam menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat Indonesia. Sebagaimana tiba-tiba Megawati menyusup ke pasar-pasar ikan yang becek, kemudian Prabowo menaikkan celananya dan membantu petani di sawah yang penuh dengan lumpur, dan apalagi SBY yang terus saja memperlihatkan kegagahannya dan menyebutkan keberhasilan pemerintahannya selama ini.

Partai politik dan kandidat seharusnya benar-benar serius memperhatikan keadaan bangsa Indonesia yang memang telah tuntas kepercayaannya terhadap penguasa. Jangan sampai kemudian para kandidat merasa menemukan metode terbaru untuk mengacau di depan publik, memperlihatkan senyuman yang manis padahal serigala telah siap menerkam di balik tubuhnya. Marketing politik, jika kita perhatikan terus-menerus bukannya memperbaiki keadaan bangsa, namun sebaliknya malah merusak dan cenderung tidak adil bagi bangsa Indonesia.

Marketing politik (political marketing) diartikan sebagai serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada pemilih dengan tujuan membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi dan perilaku pemilih untuk secara umum mendukung, dan khususnya memilih partai kita. Banyak sekali sebenarnya pengertian marketing politik yang diutarakan para ahli politik di Indonesia, namun secara sederhana marketing politik berarti usaha untuk mencitrakan barang politik (kandidat, ide, visi-misi, partai dll). Jadi marketing politik berbeda dengan kampanye politik yang hanya bertujuan untuk pemenangan pemilu, dalam kampanye tidak ada logika citra dan stereotip sebagaimana dalam marketing, namun yang ada hanyalah bagaimana cara memenangkan pemilu yang akan berlangsung. Bahkan dengan menggunakan marketing politik, kandidat/calon dan partai politik bisa lebih efisien dan efektif dalam mengatur keuangan maupun membangun hubungan dua arah dengan masyarakat.

Di era multipartai seperti sekarang ini, marketing politik menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Tentu bukan hanya partai baru dan relatif kecil pendukungnya yang memerlukan marketing politik guna menaikkan citra dan popularitasnya agar mendapatkan suara yang banyak, namun juga tak lepas dari partai besar yang telah eksis dan mapan pun tidak bisa meremehkan kehadiran instrumen yang satu ini. Ini kalau mereka tidak ingin suaranya tergerus atau melorot posisinya pada pemilu mendatang.

Diindonesia marketing politik dikenal sejak 1990-an, namun baru popular di tahun 2004 dan kelihatan gaungnya pada pemilu 2009. Indonesia benar-benar mengikuti jejak Amerika Serikat sebagaimana dalam berdemokrasi, sekarang Indonesia juga mengikut jejak untuk menggunakan marketing politik yang telah ada di AS sejak 1926 ketika pesan politik dilakukan melalui media cetak seperti poster, pamflet, koran dan majalah. Dan sekarang, dimana-mana orang ramai membicarakan pencitraan dan manufer-manufer politik yang dilakukan oleh parpol dan kandidat. Sepertinya seluruh lapisan masyarakat tahu, sesungguhnya apa yang dilakukan oleh mereka, para petinggi partai, hanyalah memproduksi citra sebanyak-banyaknya untuk membunuh rakyat Indonesia. Tapi apa yang bisa dilakukan rakyat kecil dan miskin?

Sebagai contoh, ada elit parpol atau caleg yang mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat atau dengan membuat spanduk propaganda (kategori pure publicity). Lalu ada yang tampil sebagai pembicara di sebuah forum yang diselenggarakan pihak lain atau turut berpartisipasi dalam pertandingan olahraga (free ride publicity). Juga ada aktivis parpol yang berpartisipasi pada kegiatan bakti sosial pasca peristiwa luar biasa seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor hingga tsunami (tie-in publicity). Begitu pula ada tokoh parpol yang mempopulerkan dirinya melalui iklan di televisi maupun radio atau membeli rubrik atau program di media massa tertentu (paid publicity).

Jika disimpulkan setidaknya ada lima faktor kenapa pemasaran politik cepat berkembang di Indonesia? Pertama, sistem multi partai yang memungkinkan siapa saja boleh mendirikan partai politik dan konsekuensinya menyebabkan persaingan tajam antar partai politik. Kedua, pemilih telah lebih bebas menentukan pilihannya dibandingkan pemilu sebelumnya sehingga syarat bagi penerapan pemasaran politik terpenuhi. Ketiga, partai-partai lebih bebas menentukan platform dan identitas organisasinya. Keempat, pemilu merupakan momentum sejarah yang penting dalam perjalanan bangsa sehingga pihak-pihak berkepentingan terutama para elit politik akan berusaha keras untuk ambil bagian. Kelima, sistem pemilihan anggota DPR, DPD dan presiden secara langsung serta pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur, bupati, dan walikota.

Terdapat banyak manfaat yang bakal didapat dari penggunaan marketing politik tersebut. Pertama, membantu parpol untuk mengenal masyarakat atau konstituen dengan lebih baik. Kedua, dapat mengembangkan program kerja atau isu politik yang sesuai dengan aspirasi masyarakat/konstituen. Ketiga, mampu berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat/konstituen melalui berbagai media sebagai salurannya. Memang, dengan menerapkan marketing politik maka ongkos politik (political cost) yang harus dikeluarkan oleh sebuah parpol atau calon anggota legislatif menjadi sangat tinggi. Sebagai ilustrasi, menurut Hotline Advertising, pada Pemilu 2004 lalu saja biaya iklan kampanye setiap pasangan capres-cawapres mencapai Rp 60-100 miliar. Lalu iklan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir (SB) “Hidup adalah Perbuatan” di televisi maupun koran, menurut sebuah sumber diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 153,7 miliar. Bahkan kabarnya, biaya kampanye Barack Obama, Capres AS dari Partai Demokrat, menembus angka Rp 2,2 triliun.

2. Telaah Marketing Politik Obama

Sebelum melihat secara langsung gaya kampanye Obama dalam rangkaian marketing politiknya, sebaiknya kita mengenal lebih dahulu lebih dekat. Barack Hussein Obama II ; lahir di Honolulu, Hawaii, 4 Agustus 1961; umur 49 tahun, adalah Presiden Amerika Serikat yang sekarang menjabat dan merupakan Presiden Amerika Serikat yang ke-44. Barack menjabat sejak 20 Januari 2009 menggantikan George Walker Bush. Sebelumnya ia merupakan Senator Junior dari Illinois dan kemudian menang dalam Pemilu Presiden 2008 pada 4 November 2008. Pada tahun 2009, Obama diumumkan sebagai pemenang anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel karena mempromosikan diplomasi internasional untuk memecahkan masalah-masalah internasional.

Obama adalah keturunan Afrika-Amerika pertama yang menjabat Presiden Amerika Serikat setelah sebelumnya merupakan keturunan Afrika-Amerika pertama yang dicalonkan oleh sebuah partai politik besar Amerika untuk menjadi presiden. Lulusan Universitas Columbia dan Sekolah Hukum Universitas Harvard; di sana ia menjabat sebagai presiden Harvard Law Review, Obama bekerja sebagai koordinator masyarakat dan menjabat sebagai pengacara hak sipil sebelum menjadi Senat Illinois selama tiga kali mulai 1997 hingga 2004. Ia mengajar hukum konstitusional di Sekolah Hukum Universitas Chicago sejak 1992 hingga 2004. Setelah kegagalan meraih kursi di Dewan Perwakilan AS tahun 2000, ia mengumumkan kampanyenya untuk Senat AS bulan Januari 2003. Setelah kemenangan Maret 2004, Obama menyampaikan key notenya pada Konvensi Nasional Demokrat Juli 2004. Ia terpilih sebagai Senat pada November 2004 dengan 70 persen suara.

Sebagai anggota minoritas Demokrat di Kongres ke-109, ia membantu membuat undang-undang yang mengatur senjata konvensional dan mempromosikan akuntabilitas publik dalam penggunaan dana federal. Ia juga melakukan perjalanan resmi ke Eropa Timur, Timur Tengah, dan Afrika. Selama Kongres ke-110, ia membantu membuat UU mengenai lobi dan kecurangan pemilihan, perubahan iklim, terorisme nuklir, dan perawatan bagi personil militer AS yang pulang. Obama mengumumkan kampanye presidennya pada Februari 2007, dan dicalonkan pada Konvensi Nasional Demokrat 2008 dengan senator Delaware, Joe Biden sebagai pasangan kampanye. Dan Pada tanggal 4 November 2008 Barack Obama sukses mengalahkan rivalnya senator John Mccain dari partai republik dan menjadi presiden amerika ke 44 dan orang kulit hitam pertama sebagai presiden Amerika serikat.

Seperti keajaiban, kita pantas bersorak Horee…!!!.

A. Be Cool, Be Social, Be the Change
Setelah saya membaca Barrack, Inc., saya menjadi tahu bahwa kesuksesan Barrack Obama di pemilu Amerika Serikat 2008 lalu menjadi bahan kajian sendiri di dunia bisnis. Di dunia tempat asal marketing yang sesungguhnya itu, marketing politik yang di gunakan Obama menjadi sorotan sehingga menciptakan tiga slogan, atau lebih tepatnya tiga langkah marketing yang harus dilakukan agar sukses, dan tentunya kesuksesan itu sebagaimana sukses Obama.
Melalui Barrack, Inc., ini, Barry Libert dan Rick Faulk memaparkan berbagai pelajaran berharga yang bisa dipetik dari strategi Obama, sekaligus menyarankan agar perusahaan-perusahaan menggunakan pendekatan yang sama padamarketing plan mereka. Setidaknya, itulah yang ingin dikatakan Barry Libert dan Rick Faulk, chairman dan CEO Mzingga, penyedia perangkat lunak solusi jejaring sosial bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk menciptakan komunitas online yang berfungsi sebagai kegiatan pemasaran, customer support, dan edukasi pasar.

Kampanye Barack Obama dalam pemilu 2008 lalu memang merupakan keberhasilan yang fantastis dan patut untuk dirayakan. Obama dengan begitu elegan mengundang semua orang untuk yakin akan perubahan yang di bawanya. Kepeloporan sikap obama tersebut dianggap oleh Barrack Inc., sebagai inspirasi baru bagi dunia bisnis. Langsung saja kita akan mempelajari apa yang dikatakan oleh Barry Libert dan Rick Faulk ini sebagai standar baru yang lebih cerdas bagi kalangan bisnis yang ingin berhasil.

Be Cool
Be cool adalah ungkapan paling cocok untuk menilai karakter Obama. Tenang, fokus, cerdas, dan tangguh. Ia adalah sosok teladan pemimpin sejati. Be Cool adalah kemampuan untuk menjaga ekuilibrium, tetap fokus pada pokok masalah, dan membuka pikiran hingga sampai pada keputusan akhir. Sebagaimana kita tahu bahwa dunia politik menyediakan berbagai macam cara agar kita bersikap di luar kendali. Berbagai hal yang seharusnya tidak mungkin bisa saja terjadi dengan tiba-tiba, terutama berita-berita di media massa terkait dengan black or negative compaign yang dihadirkan oleh lawan politik. Disinilah kandidat membutuhkan sikap tenang dan terus focus pada tujuan utama.

Bukan Barack Obama namanya, kalau tidak bisa menembus tembok-tembok penghalang menuju Gedung Putih. Salah satu kualitas (alat) untuk menghancurkan tembok-tembok itu, sebagaimana disampaikan Majalah Newsweek, Obama merupakan sosok yang tenang. Ia sudah menunjukkan bahwa ia bisa ditinju orang dan tetap tenang. Berbagai fitnah dari rivalnya, ia tanggapi dengan tenang. Obama juga bukan tipe politisi yang 'bermulut besar'. Ia sulit berbohong atau memanipulasi informasi demi kepentingannya. Para pemilih menyadari hal ini. Jadi meskipun para pendukungnya berpikir ia terlalu banyak bicara, setidaknya Obama tidak berbohong kepada mereka. Bagi politisi, hal ini menjadi kekuatan.

Ketahanan mental ini harus ditonjolkan, apalagi di Indonesia, mengingat rakyat saat ini sudah putus asa dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahan terhadap wong cilik. Pemimpin yang tidak bisa menguasai dirinya sendiri tentu saja tidak akan dapat menguasai keadaan. Apalagi persoalan Negara bukan sekedar memberi makan minum, sandang, dan papan sebagaimana kita menafkahi keluarga.

Be Social
Be social merupakan strategi manis lainnya yang di kerjakan oleh Obama dan timnya yang tangguh. Ini secara jelas bisa kita lihat kampanye politiknya di situs jejaring social online untuk mendapatkan, menginformasikan, dan memotivasi target pasar. Bahkan menurut kabar, Obama akhirnya kemudian menggunakan media video game juga untuk menjangkau pasar yang hampir saja hilang. Obama dan timnya sadar bahwa tidak semua orang bisa ditemuinya dengan tatap mata. Bahkan lebih banyak lagi manusia-manusia yang sebenarnya ada di kehidupan nyata namun lebih memilih untuk hidup berlama-lama di dunia maya. Inilah yang dipelajari obama dan menjadikannya terkenal bak artis dan barang dagangan yang masuk dalam daftar terlaris.
Realitas di indonesiapun tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat dalam hal hobi facebook-an. “Indonesia saat ini telah menjadi “the Republic of the Facebook” (Putra, 2009). Itulah headlines yang ditulis oleh Budi Putra mantan editor Harian Tempo yang dirilis oleh CNET Asia portal IT terkemuka di Asia pada awal bulan Januari 2009 lalu (Linkedin.com; 2009). Ungkapan ini terinspirasi oleh perkembangan penggunaan Facebook oleh masyarakat Indonesia yang mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. “Prestasi” ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia (Sahana, 2008).

Dalam hal ini, pebisnis Indonesia hendaknya juga menciptakan komunitas dan menggunakan teknologi jejaring sosial adalah sarana yang paling efektif untuk melakukannya. Setidaknya begitulah yang di anjurkan oleh Barrack.Inc.,

Be the Change
Dengan Be the Change, seluruh langkah bisnis kita harus merefleksikan perubahan. Bagian yang paling menginspirasi adalah respons Barack Obama menanggapi ’kotbah memojokkan’ yang dilakukan Pendeta Jeremiah Wright, Jr. Buku ini mengupas secara mendetail sikap Obama terhadap kotbah itu dan mengatakan bahwa kita sedang terjebak pada status quo ’rasialisme’ dan harus segera melakukan perubahan demi kehidupan yang lebih baik (hal 107-111). Di era teknologi online yang bisa mengancam model bisnis konservatif dan tekanan finansial yang sangat berat dewasa ini, para pebisnis harus segera melakukan perubahan.

Secara umum, Barack, Inc. bermanfaat bagi para praktisi PR, marketing, CMO, pebisnis, dan fans berat Obama yang ingin menerapkan sarana Web 2.0 secara efektif.

B. Puss, Pass, Pull Marketing Obama

Tidak ada ungkapan lagi yang ingin saya katakana katakana, kecuali bahwa Obama telah menggunakan hampir semua aspek yang ada dalam marketing politik, mulai dari market research, segmentasi pasar, targeting, branding, positioning hingga branding dan kampanye politik yang baik.

Jadi kemudian, secara lebih sederhana marketing politik yang dilakukan oleh Obama selain be cool, be social, dan be the change, adalah sebagai berikut :

Push Marketing

Dimana kandidat atau partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan secara langsung kepada pemilih.

Dalam hal Push Marketing, kesuksesan Obama dalam kampanye di Iowa pada 3 Januari 2008 merupakan bukti nyata bagaimana Obama berani untuk menyelesaikan kampanye di akar rumput sebelum Hillary melakukan hal yang sama di daerah itu. Hal ini berarti bahwa Obama lebih cepat bergerak untuk mengerahkan pemasaran politik ke kelompok bawah secara langsung. Pernyataan dukungan 97.000 warga Iowa adalah preseden terbaik bagi Obama. Dalam hal kampanyenya ketika berhadapan dengan McCain, Obama memiliki 6.500 relawan yang bergabung dengan 89 kantor tim kampanye di Ohio. Partai Demokrat memang serius menggarap wilayah ini, yang pada pemilu empat tahun lalu dikuasai pendukung Bush. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah, Partai Demokrat membuat kantor kampanye di setiap kabupaten di Negara Bagian Ohio. Relawan Obama di Ohio pun terkenal pantang menyerah untuk menelepon dan datang ke rumah penduduk. Selama Oktober ini, hampir 1,1 juta rumah mereka datangi dan 580.000 warga mereka telepon. Mereka berhasil membuat setiap kampanye Obama disesaki puluhan ribu warga. Berdasarkan data dari kantor berita AFP, kampanye Obama sepanjang pekan lalu di berbagai negara bagian disesaki 400.000 pendukung. (Gatra.com, 2008).

Pass Marketing

Dimana pemasaran produk politik melalui orang atau kelompok berpengaruh yang mampu mempengaruhi opini pemilih.

Dari sudut pandang pendekatan Pass Marketing, Obama didukung oleh sejumlah tokoh politik Amerika dan selebritis seperti George Clooney, Bruce Springsteen, Billy Joel, Oprah Winfrey, Ludacris, Steven Spielberg, Jeffrey Katzenberg, dan David Geffen (pemilik perusahaan raksasa SKG) dan juga George Soros. Keluarga Kennedy, mantan penulis pidato JFK yang sesepuh Demokrat, Theodore Sorensen, juga mendukung Obama. Begitupula mantan wakil Presiden AS AlGore dan Mantan Menteri Luar Negeri AS Colin Powell, yang secara luas menyatakan dukungannya terhadap Obama. Dan juga, yang tidak kalah pentingnya adalah Obama berhasil menjadikan Hilary Clinton sebagai salah satu tim kampanyenya, yang pada akhirnya mengarahkan suara pendukung Hilary kepada Obama, setelah sebelumnya sempat diperebutkan oleh Obama dan McCain. Peranan Joe Bidan juga tidak kalah pentingnya. Biden merupakan salah satu pejabat tinggi AS yang paling ahli di bidang kebijakan luar negeri, hukum, kriminal, kebebasan sipil, dan lainnya, sehingga sudah sangat dikenal dikalangan rakyat AS. Joe Biden juga memberikan kontribusi suara dari golongan kerah putih dan politisi kulit putih.

Pull Marketing

Dimana pemasaran produk politik melalui media massa yang menitikberatkan pada image atau citra produk politik tersebut.

Dari sudut pandang pull Marketing, Obama menggunakan media cetak dan televisi sebagai alat kampanye. Barrack Obama menggunakan iklan di media cetak dan elektronik tiga kali lebih besar dari pada yang digunakan oleh lawannya, McCain. Salah satu rahasia kemenangan Obama terletak pada pemanfaatan teknologi internet dalam menjaring dukungan dan dana. Menurut situs majalah Wired edisi 29 Oktober 2008, Obama adalah contoh sukses pertama kali teknologi diintegrasikan dengan model perubahan organisasi politik yang menekankan partisipasi sukarelawan dan umpan balik dalam skala yang luas, meningkat dengan cepat, dan menyebabkan antusiasme yang tak pernah terjadi sebelumnya pada hari-hari terakhir menjelang hari pemilu.

Konsep jejaring sosial yang dilakukan di internet seperti “Facebook” dan “MySpace” dikombinasikan dengan database yang akurat dan selalu diperbarui akhirnya berhasil menggerakan para sukarelawan pendukung Obama untuk bergerak di lapangan dengan efektif. Bahkan kubu Obama berani menolak jatah dana kampanye dari pemerintah sebesar US$85 juta karena percaya diri mampu meraup dana secara swadaya, salah satunya melalui teknologi internet dalam menggalang dana, menjual pernak-pernik, kaus, topi, dan lain-lain. Hasilnya tak percuma, kubu Obama sanggup meraup dana kampanye lebih dari US$ 650 juta. Sebaliknya, kubu McCain masih melakukan pendekatan konvensional dengan mengambil jatah dana US$ 85 juta dengan risiko tidak boleh mencari dana lagi. Akhirnya mereka kelabakan karena dana yang sudah tipis pada hari-hari akhir kampanye, sementara Obama di saat yang sama masih bisa menghabiskan puluhan juta dolar untuk menayangkan iklan kampanye berdurasi 30 menit di semua jaringan televisi nasional.

Dengan bantuan pendiri Facebook, Chris Hughes, Obama merancang sistem penggalangan dana yang inovatif di internet. Kampanye Obama di internet itu mampu menarik lebih dari tiga juta donatur. Mereka menyumbangkan sekitar 650 juta dolar AS. Kampanye penggalangan dana melalui internet memberikan bekal kuat bagi Obama. Iklan di televisi adalah darah segar bagi kampanye pemilihan presiden dan Obama dengan mudah dapat menggunakan jalan ini.


Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.