Skip to main content

Membangun Sustainable Tourism di Malang Raya


Masyarakat modern tidak lagi menganggap wisata sebagai kebutuhan tersier yang hanya dilakukan satu tahun sekali ketika musim liburan. Wisata saat ini merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh –terutama- generasi milleneal dan seluruh anggota keluarganya. Moment wisata bersama keluarga sudah menjadi agenda rutin yang akan terus-menerus menghidupkan potensi ekonomi penduduk yang tinggal di kawasan wisata. Tinggal bagaimana konsep wisata ini dikemas sehingga menyedot perhatian publik di seluruh Indonesia.

Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang, misalnya telah sukses menjadi tempat penyelenggaraan Advocacy Horizontal Learning (AHL) pada Agustus 2019 lalu. Seluruh anggota Aliansi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) terpesona dengan cara Pujon Kidul menyulap area persawahan menjadi ikon wisata di Malang Raya. Tentu saja konsep itu tidak sehari jadi, tetapi membutuhan waktu bertahun-tahun dengan konsistensi memegang visi desa. Bahkan di tahun 2017, Desa Pujon Kidul memperoleh dua award, Desa Wisata Agro Terbaik Nasional dari Kemendesa PDTT, dan Pokdarwis Mandiri dari Menteri Pariwisata.

Di Malang Raya sendiri kita tentu tidak asing dengan istilah ‘desa wisata’ dan ‘kampung wisata’ yang digagas pemerintah daerah. Selain Pujon Kidul, ada juga Kampung Jodipan yang tidak kalah aktraktif mendandani rumah, jalan, lorong, dan jembatan dengan warna-warna cerah dan ceria. Kemudian di Kota Batu, ada Kampung Wisata Kungkuk yang juga menyediakan wisata ala kampung yang adem dan penuh ketenangan. Semuanya membangun konsep sendiri-sendiri sesuai dengan potensi desa tersebut sehingga tidak akan bersaing dengan potensi dari desa lain yang juga mengembangkan pariwisata.

Pariwisata sebenarnya menjadi pondasi perekonomian di Indonesia sejak lama. Tetapi perkembangan teknologi digital saat ini membuat pariwisata tumbuh kembali menjadi sumber perekonomian baru yang lebih menjanjikan. Media online yang tumbuh menyebar ke seluruh perangkat elektronik masyarakat menyediakan akses informasi yang massif dan menggiurkan. Hadirnya media sosial seperti Facebook dan Instagram juga membawa budaya baru konsumsi pariwisata; yang dulu sekadar melepas penat dari pekerjaan harian, sekarang menjadi ajang eksistensi diri dan narsistik di Generasi Y dan Z.

Karena itu pembangunan pariwisata saat ini menemukan momentnya yang luar biasa. Sebagaimana prinsip ekonomi; industri pariwisata juga meminimalisasi pengeluaran tetapi tetap bisa meraup keuntungan yang besar. Tinggal melakukan polesan di berbagai tempat yang instagramable maka pengunjung akan berdatangan dengan sendirinya. Mereka yang datang ini pun akan sekaligus menjadi duta wisata melalui berbagai postingan media sosialnya. Tetapi bagaimanapun mudahnya pemasaran wisata saat ini, prinsip pembangunan kawasan pariwisata tidak bisa parsial dan setengah-setengah.

Pemerintah dan pemangku kebijakan harus memperhatikan beberapa hal yang merupakan prinsip pembangunan industri pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). United Nation World Tourism Organization (UNWTO) menggarisbawahi beberapa cara membangun industri ini agar bisa bersinergi dengan warga; pertama, memanfaatkan sumber daya lingkungan secara optimal. Lingkungan tempat tinggal manusia merupakan salah satu realitas yang akan bertahan lama hingga ratusan tahun. Karena itu memanfaatkan apapun yang ada di lingkungan sekitarnya bisa menjadi sumber obyek wisata yang tidak ada habisnya, sekaligus menguatkan masyarakat yang tinggal di sana.

Desa Jaddih di Kabupaten Bangkalan memanfaatkan bongkahan-bongkahan batu pegunungan yang selesai ditambang hingga menjadi wisata paling banyak dikunjungi di sana. Desa Pujon Kidul juga secara percaya diri memanfaatkan persawahan yang dimilikinya hingga membuat wisatawan terkesan. Mungkin desa-desa wisata seperti di Dieng Kulon, Banjarnegara, beruntung karena berada di atas awan sehingga secara alami menarik. Tetapi apa yang dimanfaatkan oleh Desa Jaddih bisa menjadi contoh kegigihan warga setempat untuk tetap mencari potensi dari desanya; apalagi di sana udara panas, berdebu, dan pintu masuknya jauh dari jalan raya.

Kedua, menghormati keaslian warisan sosial-budaya masyarakat setempat. Pariwisata memang terkesan dengan hura-hura dan menghabiskan uang sehingga tempat yang cocok adalah wisata-wisata buatan seperti Dufan atau Marina Bay Sands. Tetapi siapa nyana wisata petik apel di Kota Batu juga menarik ribuan wisatawan untuk mencoba menjadi seorang petani. Wisatawan tertarik untuk memetik Apel Malang yang terkenal, apalagi diiming-imingi dengan makan sepuasnya di dalam kebun. Tradisi warga setempat akan selalu menarik perhatian wisatawan karena mereka ingin mencoba hal baru.

Karena itu konsep pariwisata yang berkelanjutan ini jangan malah memangkas aktivitas warga desa setempat. Jika memungkinkan wisatawan bisa diajak bersosialisasi secara natural oleh warga untuk menanam padi sebagaimana di Pujon Kidul dan Wisata Kampung Tani. Wisatawan juga bisa diajak tinggal bersama, memasak dan makan makanan khas warga yang tidak mungkin ada di tempat lain. Pengalaman ini akan sangat berkesan bagi wisatawan karena mereka tidak bisa menemukan hal yang sama di daerah asalnya. Dalam konteks ke-Indonesia-an, wisata semacam ini bisa memperkuat nilai kebhinekaan warga sehingga nasionalisme Indonesia tetap terjaga.

Ketiga, memastikan perekonomian jangka panjang yang layak dan stabil. Kemajuan pariwisata yang pesat harus berdampak langsung ke warga sekitar dengan peningkatan kehidupan yang layak secara ekonomi. Hal ini penting karena warga yang mendapatkan manfaat secara langsung dari industri pariwisata di desanya akan memiliki sense of belonging tinggi sehingga turut menjaga keutuhan pariwisatanya. Konsep kepastian memperoleh pendapatan dari hasil wisata ini harus diatur secara ketat dan berkeadilan sehingga semua warga mendapatkan hak yang sama dengan kontribusi yang sama besar.

Beberapa pemanfaatan pariwisata di bidang ekonomi misalnya dengan membuat buah tangan khas dari desa tersebut. Selain itu area industri pariwisata secara otomatis harus menyediakan berbagai akomodasi; rumah makan, toko snack dan minuman, penginapan, hingga sarana transportasi. Dengan penataan yang cermat dan dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan maka perekonomian warga akan terdongkrak dengan sendirinya. Jika semua saling menjaga karena seluruh warga dapat merasakan manfaatnya, maka datangnya wisatawan secara terus-menerus akan membuat perekonomian warga ikut stabil.

Sustainable tourism ini cocok diterapkan di Malang Raya yang sejak lama mengembangkan desa-desa wisata. Dengan sedikit sentuhan yang disesuaikan dengan masing-masing potensi desa, maka simsalabim, seluruh desa akan berdaya dan mampu menghidupi warganya sendiri.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.