Skip to main content

Breaking Bad

Poster Serial TV Terbaik : Breaking Bad

Seseorang bisa berbalik menuju versi yang sangat bertolak belakang jika menghadapi kondisi yang sangat mendesak. Bayangkan, seorang guru kimia SMA, yang seharusnya mendidik dan mengajari kebaikan-kebaikan, lalu memutuskan menggunakan keahlian kimianya untuk membuat satu jenis narkoba 'methamphetamine', didistribusikan, dijual, dan memiliki keuntungan yang besar. Terlihat seperti film yang keren bukan? 

Kenyataannya, ketika Vince Gilligan, penulis dan produser Breaking Bad, menawarkan ide film itu ke studio Sony America, ia malah mendapat penolakan. Kata sang CEO, ide film ini adalah yang terburuk dari seluruh ide serial tv yang pernah ia dengar. Tapi toh ide ini tetap diakomodir meski tidak dengan keyakinan penuh. Lalu tiba-tiba 'Boom!!!', Breaking Bad menjadi serial TV terbaik sepanjang masa, mendapatkan 26 nominasi internasional, dan serial tv dengan rating tertinggi dari Guinnes World Records.

Galligan sebenarnya mendapatkan inspirasi menulis naskah film ini dari kejadian nyata adanya laboratorium sabu di Brooklyn. Dari ceplosan santai bersama rekannya, jadilah Breaking Bad. Bagi Galligan yang bukan seorang kimiawan, tantangan berikutnya adalah bagaimana agar benda-benda di dalam film ini -yant berhubungan dengan kimia- tetap masuk akal. Ia kemudian menjalin kerjasama dengan salah seorang doktor kimia dari universitas untuk membantunya merumuskan bahan kimia yang tepat di film tersebut.

Tapi serius, film ini memang keren, karena film semacam ini hanyalah sebuah angan-angan bodoh dari setiap siswa yang membayangkan garam (NaCl) menjadi sebuah bom. Yang keren dari film ini bukan hanya preview seorang guru yang menjadi produsen narkoba, tapi juga proses dan perjalanannya yang gagap menuju tempat yang sangat berbeda; bandar methamphetamine (meth) bernama Heisenberg.

Plot yang terjalin dalam film ini mirip seperti Game of Throne, yang hampir terjebak dalam kebingungan mengakhiri sekuelnya. Untungnya Breaking Bad segera berakhir sehingga tepuk tangan masih meriah. Ibarat Curt Cobain yang mati ketika Nirvana sedang jaya-jayanya di tahun 1990-an. Menurut pengakuan penulisnya, karakter dan bangunan ceritanya sering ada yang disesuaikan dengan improvisasi di lapangan, baik oleh pemain maupun sutradara. Barangkali ini yang membuat suatu cerita akhirnya tidak akan berakhir mengenaskan.

Di awal season, saya merasa keren ketika mengetahui bahwa ilmu kimia yang membosankan akhirnya bisa dibikin film yang keren. Di film ini, selain kimia bisa digunakan untuk membuat meth (sejenis sabu-sabu), juga dibuat untuk membentuk suatu bom berkekuatan tinggi untuk mengintimidasi bandar narkoba. Lalu juga, kimia digunakan oleh tokoh utama, Walter White (Bryan Carnston) untuk menghancurkan tubuh manusia yang dibunuhnya.

Film ini berjalan semi lambat tapi kadang cepat, khas serial tv yang bakal menghabiskan waktu yang panjang. Walter digambarkan sebagai sosok guru protagonis yang naif, baik hati untuk menyebarkan ilmu, bekerja serabutan sebagai pencuci mobil karena istrinya berhenti bekerja karena hamil besar. Anak satu-satunya cacat dan Walter merasa bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya. Tipikal pemain utama dalam sinetron Indonesia; baik hati, banyak tanggungan, lalu dijahati orang. Persis, ia dikerjai oleh siswa berandalan yang kaya, ketika ia mencucikan mobilnya ke Walter.

Sebagai sosok yang baik dan lemah, Walter tidak cocok menjadi penjahat. Ia lebih pantas berubah dari guru menjadi seorang pastor atau pendeta. Tetapi nasib berkata lain, ia didiagnosa menderita kanker yang akan membunuhnya dalam beberapa minggu ke depan. Walter ketakutan, bukan takut mati, tapi takut ketika keluarga ditinggalkannya dalam kemiskinan dan hutang. Melalui plot yang aneh dan kebetulan konyol, dia bertemu dengan mantan murid SMA-nya yang jago membuat meth dengan ciri khas 'chili powder'.

Ia kemudian bekerja sama dengannya, Jessie Pinkman (diperankan oleh Aaron Paul) untuk membuat meth. Jangan dibayangkan bahwa ajakan kerja sama itu berjalan lancar, tentu dengan tawar menawar alot, dialog dan aksi, saling ancam dan sebagainya. Hasil akhirnya, mereka membeli satu mobil box besar untuk dijadikan dapur membuat meth. Mobil itu dibawa ke padang sabana yang kering di Meksiko, lalu mereka mulai memasak meth. 

Sebagai ahli bahan kimia, Walter sangat percaya diri. Ketika kristal-kristal meth sudah jadi, Jessie yang juga seorang pemadat berpengalaman, terkagum-kagum dengan meth buatan Walter. Ia melihat bahwa meth buatan Walter sangat murni, berbeda dengan meth yang sekarang beredar di pasaran. Dari sana, Jessie dan Walter berpetualang untuk menjadi pengedar (diwarnai kematian Intel polisi), pemasok (bom canggih yang diciptakan Walter dan memporak-porandakan markas Tuco sang bos narkoba), hingga akhirnya Film ini sangat sibuk merangkai seluruh kisah agar tetap masuk akal dan menarik.

Satu hal lagi yang patut dicatat dalam film ini adalah alurnya yang tidak mudah ditebak. Sebagai tokoh sentral, seharusnya Walter menjadi sosok yang superpower, tidak mudah dikalahkan, juga penuh keberuntungan. Tetapi berkali-kali malah Walter terjebak dengan kehidupan complicated, hampir tertangkap kakak iparnya sendiri yang seorang anggota DEA (semacam polisi narkoba), bercerai, juga berurusan dengan pengacara maniak, dan persoalan lain yang tidak berhubungan dengan narkoba.

Kisah tentang bagaimana pergolakan pengedar hingga bandar narkoba di sini lebih realistis dan terang benderang. Menjadi bandar narkoba tidak semudah di film-film kriminal lainnya. Pembunuhan memang pasti akan mewarnai, bakal ada bom yang meledak, adegan tembak-tembakan, dan darah kemana-mana. Di breaking bad memang ada moment itu tapi tidak difilm kan secara lebai dan penuh drama. Bandar narkoba Tuco Salamanca, misalnya, pernah tembak-tembakan dengan Hank, ipar Walter yang juga anggota DEA (polisi narkoba) secara wajar, penuh emosi, dan Tuco tertembak. Masuk akal dan bagus.

Film dengan genre semi kriminal semi drama harus memiliki kekuatan di realitas ceritanya. Sekali ia terjebak dalam aksi superhero, maka ia akan sulit keluar dari kenyataan yang sesungguhnya. Persoalan moral juga menjadi penting dalam film ini, bahkan terjadi pertarungan yang kuat, antara kebaikan Walter sebagai guru dan keinginannya untuk menjadi bandar narkoba. Sepanjang film, sering saya merasa tidak tega akan nasib Walter, ingin menyudahi menonton ketika Walter mendapat kesempatan menjadi orang yang bahagia.

Tetapi kemudian saya berhenti khawatir, saya persilakan kepada Gilligan untuk mengatur film ini sedemikian rupa, dan saya tidak akan menuntut banyak hal tentang bagaimana penulis akan mengakhiri nasib Walter dan Jessie. Selamat menonton!.

Comments

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.