Skip to main content

Skripsi


Gegara skripsi mahasiswa bisa ngambek dan bunuh diri, bisa juga berantem dengan pacarnya lalu menyumpahi dosennya dengan kutukan paling mematikan 'avra kadavra' milik 'you know who'. Tetapi di sinilah mahasiswa bisa serius, sekali saja dalam empat tahun kuliah, mahasiswa akhirnya serius.

Saya sering berfikir, atau sebetulnya bertanya-tanya, apa gunanya kuliah? Karena saya mendapat simpulan bahwa kuliah memang tidak berguna. Paling tidak, dari segi pencapaian ilmu pengetahuan, baik transfer knowledge dari dosen maupun dari usaha mandiri mahasiswa untuk belajar di rumah, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Semenjak semester satu hingga semester tujuh, sudah berapa mata kuliah yang ditempuh, berapa ribu pohon yang ditebang untuk kertas print tugas-tugas makalah yang tak berefek, atau berapa ratus jam dihabiskan yang seharusnya bisa digunakan main ML dan PUBG, tetapi tak satu materi pun  yang bertahan di kepala. Di lingkungan kampus manapun, itulah gambaran terburuknya.

Sejak zaman paleolitikum, ketika manusia setinggi pohon kelapa masih hidup, hingga sekarang robot buatan lebih canggih dari manusia yang menciptakan, mahasiswa selalu kebingungan ketika skripsi di mulai. Teori yang diajarkan sejak semester satu, metodologi yang diajarkan dalam banyak kesempatan, pun diskusi dan seminar, langsung hilang dari pikiran begitu skripsi tertulis di KRS.

Karena itu, skripsi menjadi suatu hal yang penting, bahkan lebih penting dari perkuliahan empat tahun. Ketika skripsi, mahasiswa mulai belajar dari nol, dimulai dari bagaimana menemukan, memilih teori dan metode yang sesuai, menganalisis, hingga membuat suatu simpulan. Di skripsi mereka tidak hanya menyantumkan teori, tetapi juga memahaminya untuk keperluan analisis. Termasuk mahasiswa akhirnya belajar menulis meski dengan terpaksa.

Karena baru saja belajar serius, maka mahasiswa pasti kesulitan bahkan untuk tahap paling awal; menemukan masalah dan merumuskannya menjadi judul. Ketika mahasiswa datang ke dosen, mereka berangan-angan bahwa persoalan yang dibawanya seakan sempurna. Dia juga telah menulisnya menjadi judul yang perfect. Tetapi ketika sudah berhadapan dengan dosen, pertanyaan 'kenapa mau neliti itu?' yang disampaikan biasa saja, menjadi palu godam yang tak terjawab.

Bagaimana menemukan masalah untuk diteliti? Sebenarnya sederhana, yaitu dengan menjawab apa itu masalah. Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, atau ketidaksesuaian antara teori dan kenyataan. Tetapi ingat, masalah ini harus baru, menyangkut orang banyak, penting dan berdampak. Ini yang dinamakan signifikansi; penting apa tidak masalah itu untuk diteliti. Kebanyakan mahasiswa kesulitan menemukan obyek penelitian karena tidak melihat sisi signifikansinya.

Dosen akan selalu melihat signifikansi ini terlebih dahulu. Intinya, kalau nggak penting, ngapain diteliti? Karena itu, setiap mahasiswa menemukan masalah, harus menyusun argumentasi pentingnya masalah tersebut sehingga pantas diteliti. Lihatlah dari segi dampak sosial, dampak ke personal, dampak terhadap teknologi, atau dampak terhadap perkembangan pengetahuan manusia.

Selain itu, mahasiswa bisa merencanakan pembuktian/perbandingan teori. Misalnya, teori strategi public relation, maka tinggal mencari lembaga/perusahaan atau badan usaha untuk dicari strategi public relationnya lalu dibandingkan dengan teori. Ini sangat sederhana. Perbandingan teori ini mungkin yang paling mudah dalam penelitian, tetapi bukan berarti buruk. Karena tidak ada penelitian yang buruk jika dikerjakan sesuai dengan metodenya.

Misalnya Teori Interaksionisme Simbolik, yang asumsi dasarnya adalah manusia dalam memaknai lingkungan ditentukan oleh diri sendiri dan orang lain. Maka mahasiswa bisa membuktikan teori itu dengan mewawancarai sejumlah informan dalam mempersepsikan dan menginterpretasikan Jokowi dan Prabowo, apakah betul-betul dari dirinya sendiri, orang lain, dan dengan cara apa pengaruh itu terjadi.

Contoh lain, teori gender yang mengasumsikan adanya ketidaksetaraan dalam hubungan lelaki dan perempuan. Maka mahasiswa bisa mencari ketidaksetaraan itu dalam film, hubungan suami-istri, iklan, hingga pekerja media massa. Tetapi ingat, mencari film, iklan, dan hubungan suami-istri ini tetap mempertimbangkan pentingnya obyek penelitian tersebut. Untuk lebih ringkas, pahami kondisi di bawah ini :

Pertama, jika ingin meneliti realitas sosial, maka carilah hal yang aneh, tabu, keren, atau luar biasa. Penelitian terhadap hubungan pacaran di kalangan remaja, bisa jadi biasa saja. Tetapi jika pacaran itu bertahan sejak SMP hingga kuliah, bisa menjadi penelitian yang signifikan.
Meneliti relasi antara dosen dan mahasiswa, itu biasa saja, tetapi jika terjadi bunuh diri ketika mahasiswa bimbingan, maka meneliti relasi dossn-mahasiswa itu menjadi penting.

Meneliti komunitas LGBT tampak selalu penting dan menarik. Tapi biasanya mahasiswa akan kesulitan mencari masalah penelitiannya. Sebagai mahasiswa komunikasi, selalu ingat interpersonal communication (hubungan antar dua orang LGBT), atau mediated communication (komunikasi termediasi - LGBT yang berhubungan dengan aplikasi media sosial tertentu), juga psikologi komunikasinya (konsep diri seorang LGBT).

Kedua, jika ingin meneliti film (iklan, video klip, dll) lihatlah apakah media audiovisual itu baru. Mendapatkan suatu nominasi dalam festival film dalam negeri dan luar negeri? Karena film itu subyektif sehingga harus bisa meyakinkan dosen bahwa film itu penting untuk diteliti. Jika itu film lama, maka harus memunculkan konteks masa kini, artinya film itu sedang hangat dibahas. Jangan pernah mengajukan film yang jelek, tidak terkenal, tidak memenangkan apapun, dan tidak dibicarakan sama sekali oleh publik.

Iklan dan video klip yang ada di televisi juga menarik diteliti dalam skripsi komunikasi. Di sana ada pesan yang disampaikan menggunakan media kepada khalayak sehingga patut diteliti. Selalu ingat apakah iklannya punya sisi khas, unik, aneh, menyangkut realitas eksternal yang bisa dianalisis menggunakan teori tertentu, dan lain sebagainya. Ingat selalu mencari sisi penting dari iklan itu dengan matang.

Ketiga, jika ingin meneliti budaya maka pikirkanlah kemampuan kalian untuk mengeksplorasinya, mengikuti setiap ritualnya, dan berkesempatan indept interview dengan pemangku adat. Setiap budaya daerah penting diteliti, tinggal bagaimana mahasiswa menemukan konteks teori/metodenya, apakah komunikasi ritual, etnografi, atau makna dalam tanda budaya.

Keempat, penelitian terhadap personal, relasi antarpersonel, suatu kelompok atau komunitas, juga organisasi, semuanya bisa dianalisis menggunakan teori komunikasi. Seorang figur bisa dianalisis persepsinya terhadap suatu realitas, konsep dirinya, personal branding, juga manajemen kesan. Suatu kelompok atau organisasi bisa dianalisis dari identitas kelompoknya, manajemen keorganisasian, juga tanggapan kelompok terkait kondisi sosial.

Semua tema di atas menimbulkan penggunaan teori yang berbeda-beda. Termasuk mahasiswa harus mengumpulkan alasan yang kuat di setiap tema yang diperlukan. Seringkali mahasiswa sudah tepat meneliti suatu kelompok, tapi ragu menjelaskan pentingnya kelompok itu diteliti. Sehingga penelitiannya pun harus berganti judul.

Kelima, media massa dan media sosial juga menjadi bahan kajian yang tak ada habisnya dewasa ini. Jika ingin meneliti media massa, biasakan untuk mempelajari analisis isi, analisis wacana dan framing, bisa juga analisis keorganisasian media massa, persepsi wartawan, termasuk penerapan kode etik. Beberapa tema di atas memiliki kekhasan tersendiri sehingga dibutuhkan ketekunan.

Media sosial juga bisa menjaga salah satu obyek penelitian. Saat ini media sosial menjadi basis data yang besar, tempat bergantung manusia, serta terjadi transaksi pesan yang luar biasa setiap detiknya. Maka mahasiswa bisa meneliti opini di media sosial, atau peran medsos dalam difusi informasi, dan penelitian media sosial yang digunakan oleh masyarakat untuk berjualan (pemasaran) hingga ujaran kebencian, hoax, dan post truth.

Keenam, penelitian politik juga menarik perhatian karena banyak kejadian ganjil di peta perpolitikan Indonesia. Penelitian politik bisa di media sosial, misalnya peran medsos dalam memenangkan kandidat, juga bisa di media massa; misalnya analisis framing pemberitahaan politik di beberapa media massa. Peneliti juga bisa ke eksplorasi ke ranah pribadi politisi, strategi kampanye politik, hingga propaganda, persepsi masyarakat terhadap politisi, dan lain-lain.

Setelah menemukan masalah yang keren, dia harus berhadapan dengan penyusunan kata agar menjadi satu kesatuan judul yang bisa diterima dosen. Ini tantangan yang tak kalah berkeringat juga. Bagi mahasiswa, bagaimanapun mereka menyusun kalimat yang sempurna, selalu keliru dan harus rombak total. Maka tantangan berikutnya adalah menaklukkan rasa was-was ketika mau bimbingan dengan dosen.

Comments

  1. Terimakasih pak. Setelah membaca tulisan bapak otak saya mulai sedikit menangkap beberapa objek nyata yang patut untuk di kaji maupun diteliti, sehingga bisa menjadikan sebuah judul nantinya. Yhaaa meskipun saat ini saya masih smt 4, setidaknya merencanakan sejak dini tidak ada salahnya kan ya pak? hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat selalu Sifa haha...bagus kalau tulisan ala kadarnya ini membantumu. Aku sebenarnya tdk ada niat bantu, cuma olok2 aja kok wkeke

      Delete
  2. Alhamdulillah dapat pencerahan pak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, jaman kegelapan sudah berlalu...

      Delete
  3. Terimakasih bpk. Dengan hadirnya kata² ini, ku jadikan motivasi dalam bribadi agar bisa gapai apa yg menjadi 7-an sy di Kota Malang terlebih khusus nya UNITRI🙏

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.