Skip to main content

Overview Communnication Madurese Fest 2015


penampilan rasyvan aoki pada commad fest 2015
Menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi, adalah sebuah keberuntungan. Dalam program studi ini kita bisa mendapatkan kemampuan paling keren yang ada di dunia: cinematografi, journalistik, fotografi, public relation, dan desain komunikasi visual.

Saya gagal faham akan pendapat bahwa kemampuan seorang mahasiswa ditentukan oleh kebesaran nama kampusnya. Secara statistik mungkin belum ada penelitian semacam itu, namun keyakinan-keyakinan yang tarik ulur terkait korelasi antara kebesaran nama kampus dan kemampuan mahasiswa terus terjadi.

Mengesampingkan hal itu, saya sempat dibuat takjub dengan kegiatan Communication Madurese Festifal 2015. Ini jelas menunjukkan peningkatan segala-galanya dibandingkan angkatan saya lima tahun sebelumnya. Sekaligus menyingkirkan anggapan bahwa kampus pinggiran semacam Trunojoyo tidak mampu membuat kegiatan yang heboh. Karena menyelenggarakan acara semacam festival komunikasi tentu lebih greget bila lokasinya di Surabaya.

Sebagai alumni, bukan omong kosong yang hendak saya bangun. Meskipun mengikuti kegiatan ini setengah-setengah, namun saya jelas mendengar beberapa undangan dari luar Trunojoyo yang memuji bahwa : ternyata Ilmu Komunikasi Trunojoyo mampu membuat kegiatan seperti itu. Dan dalam alam bawah sadarnya, mereka akan mengerti bahwa di Madura, ada kampus bernama Trunojoyo, yang mahasiswa Ilmu Komunikasinya keren-keren.

Ramon Y Tungka

Kegiatan yang besar biasanya ikut dibesarkan oleh sosok yang diundangnya. Siapakah undangan terbesar di Coomad Fest 2015 ini? Tentu saja Ramon Y Tungka. Karena fotonya dipampang besar-besar dalam backdrop kegiatan tersebut. Di sini tampak bahwa mahasiswa komunikasi serius untuk membuat efek lebih luas, bukan hanya mendapatkan nilai A dalam mata kuliah, tapi juga untuk menarik masyarakat luar Trunojoyo –termasuk media massa.

Sosok Ramon sebagai host acara 100 Hari Keliling Indonesia yang digagas oleh Kompas TV memang keren. Dia tidak sebagaimana artis lainnya yang berkutat dengan kegiatan syuting film kejar deadline yang membosankan. Ramon memiliki kharisma tersendiri untuk menggugah minat mahasiswa komunikasi –dan orang lain- untuk hidup lebih dari sekedar hidup.

Dalam sampul buku 100 Hari Keliling Indonesia itu, jika tidak salah menghafalkan, Ramon menulis : tidak cukup hidup sekali untuk mengelilingi Indonesia. Dia bisa membuat kesimpulan seperti itu karena dia pernah melakukan perjalanan keliling indonesia dalam waktu 3 bulan lebih. Tentu saja dengan deadline dan kesulitan yang khas. Meskipun bersponsor, melakukan perjalanan keliling indonesia tetap menarik dan menantang; dan bukan berarti bersenang-senang sepanjang jalan.

Hal-hal seperti ini yang seharusnya Ramon harus tularkan kepada mahasiswa ilmu komunikasi Trunojoyo. Atau sebaliknya, hal-hal seperti itu yang seharusnya ditimba oleh mahasiswa dari sosok Ramon. Istilahnya, mumpung ada Ramon, mbok ya digali seluas-luasnya sebagai wawasan bagaimana cara keliling Indonesia. Kalau saya menyarankan oportunis, maka Ramon pasti punya banyak channel yang bisa digaet untuk meng-goal-kan tujuan Ilmu Komunikasi.

Namun saya yang mengikuti kegiatan ini akan sedikit tersentak karena kita tidak mampu membawa pengalaman Ramon sebagai oleh-oleh yang berharga. Sebabnya, salah konsep acara. Dalam hal menyalahkan seperti ini, memang sesuatu yang mudah, dan mungkin sudah dirasakan oleh Ketua Prodi Surochiem Abdus Salam. Karena pertanyaan cerdas akhirnya keluar dari beliau kepada Ramon, yang memang tidak berkesempatan menjawabnya di hadapan umum. Padahal jawaban dari pertanyaan pak Surochiem-lah yang (saya) kita tunggu-tunggu.

Konsep Acara dan Publikasi


Sebelumnya saya menyangka bahwa kegiatan ini gagal menunjukkan kebolehan mahasiswa komunikasi. Kenapa? Karena tak satupun dalam kegiatan itu yang memamerkan karya mahasiswa komunikasi Trunojoyo. Biasanya, dalam kegiatan seperti ini, paling tidak akan ada pameran fotografi, pemutaran film, desain komunikasi visual, ataupun parade lainnya yang kesemuanya adalah hasil dari kreatifitas mahasiswa.

Setelah bertemu dengan dosen muda berbakat seperti Mas Teguh, saya diberikan pemahaman bahwa mata kuliah MICE (saya masih belum bisa menghafalkan kepanjangannya) dibuat untuk menjadikan kumpulan mahasiswa ini bukan sekedar Event Organizer. Oh, jadi memang mata kuliah ini ada hubungannya menjadi EO (meskipun tidak sekedar EO). Maka saya kemudian menganggukkan kepala dan memberikan standing applouse.

Namun bagaimanapun, saya kira layak bila dalam kegiatan yang dulu kita sebut sebagai Expo Komunikasi ini menampilkan beberapa karya anak komunikasi. Cara menyikapinya yaitu dengan melibatkan mahasiswa semester 6 yang sudah pernah berkarya. Tinggal print foto, bingkai, atau menampilkan beberapa film untuk dinikmati dalam ruangan Cak Durasim yang gelap dingin. Bukankah sudah mirip dengan XXI?

Ke depan, saya kira kita bisa lebih bermain dalam hal publikasi. Saya betul-betul tidak habis pikir, kegiatan sebagus ini tidak ada hingar bingar publikasinya. Ini bukan soal media massa kelas Jawa Pos atau Kompas, atau Surya untuk meliput dan menampilkan di korannya, bukan, tapi lebih kepada peran individu komunikasi dalam menyebarkan kegiatannya.

Hal yang paling sederhana untuk menarik massa yang besar di surabaya adalah dengan memanfaatkan facebook. Kita bicarakan facebook saja. Dengan mengganti 100 foto sampul facebook anak komunikasi, betapa gegap gempitanya kegiatan ini. Karena saya yakin mahasiswa komunikasi memiliki teman facebook bukan hanya di Madura, dan berada disekitaran 1000 jalinan pertemanan.

Ramon Y Tungka, Communication Festival, Entreprenur Festtival, dan tampilan band band dari ITS Jazz, Rasyvan Aoki, the Classhat, ataupun Lukman Lutfi sang Komikus, pasti bisa menarik empat kali lipat orang yang telah hadir kemarin. Namun bagaimanapun, saya tetap bangga, dan berharap bisa berkontribusi terhadap almamater yang mau tidak mau, telah membesarkan hati saya juga.

Comments

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.