Skip to main content

Muhammad Sang Nabi


 Jika saya percaya bahwa Muhammad adalah manusia biasa yang menggunakan akal dan budinya sebagaimana manusia biasa, dan melakukan segala sesuatu sebagaimana manusia biasa, apakah saya akan dicap murtad? Karena sesungguhnya dengan mengetahui bahwa Muhammad adalah manusia biasa, saya merasa lebih percaya, lebih beriman bahwa dia memang benar diterangi oleh nur Allah, dan dia adalah Rasulallah. 

Ketika membaca buku berjudul Muhammad Sang Nabi yang ditulis oleh Karena Armstrong, saya menjadi tahu bahwa ada banyak hal yang tidak kita ketahui tentang nabi kita sendiri. Dan anehnya Armstrong bukanlah seorang muslim, maka saya menjadi terheran-heran bagaimana ia menyajikan sosok Muhammad menjadi seseorang yang mengagumkan; dia bersifat cuek sekaligus memahami bahwa Muhammad adalah istimewa.

Kepiawaian kisah ini adalah karena Armstrong menuliskan kehidupan Sang Nabi berdasarkan sejarah bangsa Arab, dan menjelaskan islam awal mula dengan perbandingan dua agama Samawi (turun dari langit) yaitu Kristen dan Yahudi. Praktis, metode seperti ini tidak akan pernah kita dapatkan, bahkan dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sejak sekolah dasar hingga menengah atas.

Selama ini, Muhammad yang kita –sebagai orang islam- terima dalam adalah yang berdimensi pada teologis. Artinya, segala hal yang ada di kisah itu difungsikan untuk membangkitkan keimanan. Misalnya mu’jizat nabi yang bisa membelah bulan, atau Nabi Muhammad ketika dibelah dadanya oleh Jibril dan Mikail saat menggembala kambing. Itu adalah dua hal yang tidak dimungkin diungkap historisnya dalam sejarah ilmu modern.

Mu’jizat-mu’jizat seperti ini hanya ditujukan untuk menguatkan dimensi teologis kita tentang Muhammad yang luar biasa, sehingga tidak dibenarkan untuk ditelusuri dalam sejarah karena tidak mungkin akan didapatkan sejarah “kebenaran” mu’jizat semacam itu. Lebih menusuk lagi, pendapat Munim Sirry bahwa sirah nabi yang ditulis nabi muhammad lebih kepada refleksi sebuah imajinasi kaum muslim tentang sosok ideal yang sang Nabi.

Diluar itu, memahami Muhammad sebagai manusia biasa adalah penting. Memahami bahwa Muhammad melakukan segala sesuatunya sendiri sebagaimana manusia lainnya, maka kita akan tahu kualitas macam apa yang dimiliki oleh manusia Muhammad. Hal ini cukup jelas dan masuk akal ketika Armstrong mengulasnya dalam buku itu, bahwa Nabi Muhammad merubah suku Arab yang barbar menjadi ummat yang penuh kasih sayang.

Dan yang mengejutkan, bahwa sumber-sumber penulisan Armstrong sendiri bukanlah dari Alquran atau sirah nabawiyah yang ditulis oleh umat muslim melainkan oleh W Mongomery Watt dalam Muhammad at Macca dan Muhammad at Madina, serta Martin Lings dalam Muhammad : His Life Based on the Earliest Studies, lalu beberapa hal baru didapatkan dari Muhammad bin Ishaq yang wafatnya 150 tahun sesudah sang Nabi, dan atau 

Dalam perkiraan saya, rata-rata sejarah Nabi Muhammad yang ditulis oleh umat muslim masih mengandalkan sesuatu diluar nalar yang malah tidak dapat difahami oleh orang lain. Hal-hal yang bersifat mistis masih ditulis dengan begitu gamblangnya, misalnya dipeluk malaikat Jibril di gua Hira; ketika menerima wahyu yang pertama, dibelah dadanya oleh dua orang malaikat untuk disucikan, malaikat yang ikut berperang di Perang Badar, debu yang diserupakan kuasa Allah dalam perang khandak, ataupun perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi sendiri.

Maka dari itulah sumber-sumber islam kemudian dibatasi demi kepentingan penulisan sejarah Nabi Muhammad yang lebih ilmiah –untuk tidak menuliskan ‘masuk akal’. Karena ketika orang meminta penjelasan secara nalar dan akal, kita malah dianggap melenceng dari agama Allah, dan beralasan : kau hanya perlu beriman sebagaimana kau percaya adanya angin tapi tidak pernah kau lihat wujudnya. Kadang kiyaiku juga menjawab seperti itu, menjengkelkan.

Kebaruan

Apa sih yang kita cari dari sebuah buku yang tema intinya telah ratusan kali kita baca? Tentu saja kebaruan. Dan saya terpuaskan dengan kebaruan yang ada dalam buku Muhammad karya Armstrong ini. Seperti alasan Armstrong membuat buku ini adalah ingin menjembatani antara kaum Muslim dan kaum Kristen Barat yang selalu tidak sependapat, dan menganggap bahwa keduanya adalah rival yang paling mengerikan.

Hal pertama yang diungkap oleh Armstrong adalah tentang kebingungan orang Kristen Barat yang tidak memahami kemurkaan kaum muslim ketika terbitnya Novel Ayar-Ayat Setan (The Satanic Verses) karya Salman Rushdie. Umat islam mencemooh, menggugat, dan membakar buku ini. Menurut orang Kristen Barat, orang islam tidak memberi kebebasan terhadap perkembangan seni sastra.

Bahkan dalam karya seorang sastrawan yang dihormati seperti Dante, The Divine Commedy, terdapat polemik yang memperburuk posisi Sang Nabi. Kata Armstrong, Dante masih tidak dapat menggambarkan Muhammad sebagai bisi religius yang mandiri. Kekeliruan-kekeliruan pemahaman orang Barat terhadap islam menjadi-jadi, hingga banyak yang memandang Islam sebagai segala sesuatu yang tidak dapat dicerna.

Dan peran Armstrong di sini menjadi penting sebagai jembatan pemahaman. Ketika di Inggris orang Islam membakari novel ini, Armstrong mengingatkan orang Kristen Barat bahwa selama berabad-abad  juga membakari buku-buku yang bertentangan dengan Eropa yang beragama Kristen, bahkan diorganisir oleh seorang raja. Bukan hanya membakar buku, kata Armstrong, bahkan juga membakar ratusan pria dan wanita.

Hal-hal yang tampaknya tidak masuk akal yang dilakukan oleh umat islam, dikembalikan lagi pada kalangan Kristen Barat. Banyak hal yang selalu dikembalikan kepada pemikiran para kaum Kristen maupun Yahudi, misalnya tentang kebiasaan Nabi untuk bangun tengah malam bertahajjud, dengan pas dikembalikan pada kebiasaan rabbi Yahudi yang hidup jauh sebelum Muhammad, yang juga bangun sepertiga malam untuk membaca kitab Talmudnya dengan keras.

Banyak hal lagi, seperti cara Sang Nabi menerima wahyu di Gua Hira juga dinisbatkan kepada penerimaan wahyu oleh Nabi Isa yang serupa dengan bunyi lonceng; berkeringat padahal musim  dingin, dan merupakan penerimaan wahyu yang paling sulit; sebagaimana Sang Nabi.

Comments

  1. tidak ada amir, haha....cari di gramedia, :D

    ReplyDelete
  2. Udah dapet mas.,,,, keren bukunya..... Eeeh mas, postingannya amir taruh di blog amir boleh ya mas....

    ReplyDelete

Post a Comment

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.

About Me

My photo
Fathul Qorib
Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
pada mulanya, aku adalah seorang yang cerdas sehingga aku ingin mengubah dunia. lalu aku menjadi lebih bijaksana, kemudian aku mengubah diriku sendiri.