Coronavirus disease-2019 (COVID-19) telah menjadi topik paling dinantikan pada awal tahun 2020, lalu berubah menjadi informasi yang paling menjemukan di pertengahan tahun. Pada permulaan kita semua membutuhkan informasi untuk memenuhi sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu. Apalagi COVID-19 bukan persoalan sepele. Wabah ini bisa jadi merupakan peristiwa paling berdampak kepada manusia selama abad 21. Kecelakaan kendaraan di jalan raya, kasus bunuh diri, sulitnya akses pendidikan di Indonesia, atau korupsi yang hampir tidak mungkin diberantas, telah tenggelam dalam riuh informasi COVID-19. Semua media massa, media sosial, pembicaraan antar teman di instan messenger, obrolan di bus kota, keluarga kecil di desa, hingga omongan bapak-bapak bersarung di warung kopi, berubah. Di kalangan perguruan tinggi, seminar ilmiah tentang tata negara dan keilmuan sosial berubah menjadi diskusi tentang COVID-19 yang dibedah dalam berbagai sudut pandang; paling banyak menyoroti komunikasi publik peme
Fathul Qorib* Perekonomian dunia saat ini menghadapi ancaman besar akibat pandemic Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kebijakan ekonomi masing-masing negara harus memperhatikan banyak pihak karena setiap keputusan membawa dampak yang luar biasa terutama bagi pekerja, seperti pemutusan hubungan kerja (layoff), penutupan kantor sementara, dirumahkan (furlough), hingga bekerja jarak jauh (Tang, Koski and Bell, 2020) . Karena krisis kali ini diperkirakan akan menghapus 6.7% jam kerja secara global pada kuartal ke dua tahun 2020, yang setara dengan 195 juta pekerja penuh waktu (ILO, 20AD) . Ancaman global ini menyerang banyak sektor pekerjaan yang ada di seluruh dunia (Borden, 2020) . Beberapa sektor usaha yang sangat terdampak Covid-19 ini terutama pada bidang makanan dan akomodasi yang diperkirakan memiliki 144 juta pekerja, retail and wholesale dengan 482 juta pekerja, business services and administration yang memiliki 157 pekerja, dan manufacturing 463 pekerja. Empat sektor peke